Mommy Issues membuat seorang anak tidak bisa memiliki hubungan yang ideal dengan ibunya. Apa sebab dan bagaimana cara mencegahnya? Berikut penjelasannya.
Mommy issues adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan hubungan yang sangat bermasalah antara ibu dengan anak perempuannya. Jika mengacu pada anak laki-laki, memiliki Mommy issues bisa berarti si anak lelaki terlalu dekat dengan ibunya atau mencari pasangan yang mirip dengan ibunya, seringkali bahkan dengan membanding-bandingkan keduanya.
Meskipun masalah dapat bermanifestasi secara berbeda pada anak laki-laki dan anak perempuan, hasilnya akan sama-sama bisa bikin nyesek. Jika ibu bersikap kasar, sinis, sarkas, atau terus menerus mengkritik penampilan anak, hal itu dapat membuat anak mengalami masalah kepercayaan diri dalam jangka waktu lama, bahkan sepanjang hidupnya. Pada intinya, siapa pun dapat dianggap mengalami mommy issues jika ia memiliki hubungan yang toxic, terasing, atau bahkan bisa juga jika si anak terlalu memuja dan bergantung pada ibu atau sosok ibu.
Meskipun mommy issues bukanlah istilah klinis, konsep di baliknya seringkali dapat dijelaskan dengan teori psikologis. Hal ini antara lain karena peran seorang Ibu masih dianggap paling penting, terutama pada masa tumbuh kembang anak sejak usia dini.
Di sisi lain, kasus daddy issues pun sebenarnya ada, namun tidak ‘setenar’ kasus mommy issues.
Baca juga: Father Hunger Bahkan Bisa dialami Oleh Anak yang Masih Punya Ayah
Mommy issues berakar pada teori keterikatan (attachment theory) John Bowlby. Teori ini menunjukkan bahwa bayi memiliki kebutuhan bawaan untuk membentuk ikatan emosional yang solid dengan pengasuh utama mereka (biasanya ibu). Menurut teori, kualitas ikatan menentukan seberapa baik seseorang dapat berhubungan dan membentuk hubungan yang hangat kelak ketika ia dewasa.
Jika seorang anak bertumbuh, mengalami, dan menjalani hubungan yang rapuh, tidak aman dengan ibunya, kerap dikasari baik secara fisik maupun emosional anak akan punya masalah dengan keterikatan. Sedihnya lagi, hal ini juga dapat memengaruhi kemampuan mereka untuk membentuk dan mempertahankan hubungan dengan orang lain.
Ada banyak hal yang dapat menyebabkan anak mengembangkan masalah keterikatan saat ia dewasa. Beberapa di antaranya adalah:
Untuk memenuhi kebutuhan emosional yang seharusnya ia dapatkan dari pasangannya, orang tua justru menuntutnya dari si anak. Orang tua dan anak menjadi terlalu terlibat dalam kehidupan satu sama lain, yang berdampak buruk pada perkembangan dan hubungan si anak dengan orang lain.
Orang tua memiliki taraf mengontrol yang tidak sehat atas kehidupan anak mereka, menggunakan ancaman emosional atau fisik atau taktik manipulasi untuk membuat anak melakukan apa yang orang tua mereka inginkan.
Orang tua yang bertindak dengan cara mengontrol, mengisolasi, mengintimidasi, hingga kerap dengan sengaja mempermalukan si anak karena kekurangannya dan sulit melihat anaknya punya hubungan yang manis dengan orang lain (cemburu).
Ini termasuk penganiayaan fisik, emosional, atau seksual terhadap anak-anak, mengabaikan kebutuhan anak, memaksa anak untuk terlibat dalam aktivitas seksual, atau melakukan kekerasan fisik terhadap mereka.
Seorang anak dikondisikan atau dibebani tanggung jawab sebelum waktunya menjadi pengasuh orang tuanya seperti memenuhi kebutuhan finansial, emosional, atau merawat orang tua dengan penyakit kronis.
Ini adalah bentuk pelecehan yang berasal dari perilaku narsistik. Orang tua narsistik menilai anak mereka super unggul, yang membentuk anak menjadi pribadi narsistik juga. Seorang anak dari orang tua narsistik juga berisiko menerima tindakan agresi atau pelecehan.
Baca juga: Ciri dan Tips Menghadapi Orang tua yang Toksik
Anda sangat nempel sama pasangan, menuntut, kerap merasa cemas, rendah diri, punya trust issue, menilai buruk diri sendiri, takut dengan penolakan, dan terus khawatir bahwa pasangan tidak akan ada saat Anda sangat membutuhkannya. Ini berawal dari pola asuh yang membuat anak sangat bergantung pada pengasuh utamanya dan memiliki kepercayaan diri yang rendah. Hal ini terjadi sebagai bentuk kurangnya kelekatan terhadap orang tua di masa kecilnya. Tidak jarang individu ini akan tumbuh menjadi pribadi yang mudah marah, cemburu, penuntut, dan bergantung pada orang lain.
Anda merasa ingin menjalin hubungan romantis tapi di sisi lain memiliki kekhawatiran yang sangat besar terhadap komitmen karena takut terluka, Fearful avoidant attachment biasanya bermula dari masa kanak-kanak ketika salah satu orang tua menunjukkan perilaku menakutkan seperti melakukan kekerasan, mengasingkan diri, hingga kurangnya perhatian pada anak. Alhasil, anak bertumbuh menjadi pribadi yang merasa canggung untuk mendekatkan diri kepada orang lain.
Anda sama sekali menghindari hubungan romantis dan keterikatan secara emosional, bersikap seolah-olah tidak butuh orang lain dan menarik diri dari pergaulan. Perilaku “mandiri” tersebut merupakan upaya yang Anda lakukan untuk berjaga-jaga dari kemungkinan terjadinya stres yang pernah Anda alami dulu karena pernah membuka diri terhadap orang lain dan dikecewakan. Gangguan ini dipicu oleh penolakan orang tua di masa kecil Anda.
Anak-anak Anda tidak boleh mengalami hal yang sama. Begini caranya:
Orang-orang yang pernah mengalami pelecehan fisik dan emosional oleh ibunya, tetapi kemudian memutuskan siklus biasanya karena memiliki orang-orang terdekat yang mendukung secara emosional dan jaringan hubungan pertemanan (sosial) yang kuat dan hangat.
Setiap orang yang sanggup memutus siklus kekerasan antargenerasi karena memiliki kesadaran akan pengalaman buruk di masa lalu mereka. Anda boleh marah karena itu sehat dan merupakan tanda Anda mengakui segala bentuk pelecehan yang Anda alami bukanlah ilusi, tapi nyata. Dan kesadaran itu pula yang mendorong Anda untuk mencegahnya agar tidak terulang kepada anak-anak Anda.
Langkah berikutnya untuk pulih dari Mommy Issues adalah menjalani psikoterapi. Ini membantu Anda mengidentifikasi pelecehan di masa lalu, memberi jalan untuk memahami tentang mengapa hal itu terjadi, dan bagaimana mencegahnya terulang kembali di masa depan.