Sorry, we couldn't find any article matching ''
7 Penyebab Perilaku Berbahaya pada Remaja, Nomor Lima Sering Nggak Kita Sadari
Perilaku berbahaya pada remaja nggak muncul tiba-tiba, tapi ada penyebab yang mendorong mereka melakukan itu. Terkadang, kita lupa kalau penyebabnya bisa jadi dari orang tua sendiri.
Setiap orang tua pasti ingin memiliki anak remaja yang tumbuh dengan mental yang sehat. Apabila menghadapi masalah atau tekanan, harapannya kita menjadi tempat yang mereka tuju untuk bercerita dan mencari solusi.
Tapi kita juga tahu, kalau masa remaja itu punya pergolakannya sendiri. Nggak selalu mudah buat mereka menghadapi tekanan, entah itu dari orang tua sendiri, pergaulan, atau mungkin dari diri mereka sendiri. Terkadang, alih-alih bercerita kepada orang tua tentang beban mereka, emosi negatif yang mereka rasakan disalurkan dengan cara “lain” alias berbahaya. Misalnya lari ke narkoba, punya dorongan untuk menindas orang lain, atau menyakiti diri sendiri (self-harm).
Mungkin kita berpikir: “Mengapa, sih, remaja bisa melakukan perilaku berbahaya? Memang nggak ada penyaluran lain yang lebih positif?”
Untuk menjawabnya, saya berkonsultasi dengan Firesta Farizal, M.Psi, Psikolog, seorang Psikolog Klinis Anak dan Remaja. Menurut ibu dari dua orang putri yang akrab disapa Mba Eta ini, tentu ada penyebab yang berkaitan dengan psikologis yang mendorong remaja melakukan perilaku berbahaya pada anak remaja. Orang tua perlu aware akan hal ini, agar bisa mengambil langkah untuk mengatasinya.
Apa Saja Perilaku yang Bisa Dikategorikan Berbahaya pada Remaja?
Pertama-tama, orang tua perlu memahami terlebih dahulu apa saja perilaku remaja yang bisa dianggap berbahaya. Agar orang tua nggak menganggap sepele dan menganggap: “Ahh biasa itu, namanya juga remaja”, padahal sudah termasuk tindakan berbahaya.
Menurut Mba Eta, ini beberapa perilaku remaja yang bisa termasuk perilaku berbahaya:
- Mabuk-mabukan
- Mengonsumsi obat-obatan terlarang
- Self-harm atau tindakan menyakiti diri sendiri
- Bullying atau penindasan
- Pengerusakan, dapat berupa fasilitas umum atau barang pribadi milik orang lain
- Berkelahi atau tawuran
- Berkendara ugal-ugalan
“Perilaku berbahaya yang tidak ditangani secara psikologis bisa jadi berkembang menjadi perilaku kriminalitas,” jelas Mba Eta.
Baca juga: Remaja Lakukan Self-Harm, Apa yang Harus Dilakukan Orang Tua?
Beberapa Penyebab Perilaku Berbahaya pada Remaja
Lebih lanjut, Mba Eta menjelaskan bahwa perilaku berbahaya pada remaja bisa disebabkan oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal bisa mencakup krisis identitas, kontrol diri yang lemah dan rendahnya kesadaran remaja akan dampaknya atas perilaku tersebut.
Sementara faktor eksternal bisa datang dari orang tua atau keluarga, misalnya pola asuh otoriter, tekanan ekonomi keluarga, kemudian tekanan dari teman sebaya, pengaruh buruk lingkungan pergaulan, dan seterusnya.
1. Krisis identitas
Krisis identitas bisa terjadi ketika seseorang mengalami perubahan atau tekanan besar dalam hidupnya sehingga menimbulkan stres. Ini bisa juga terjadi dalam tahap perkembangan remaja. Ketika mengalami krisis identitas, remaja menghadapi konflik di dalam diri yang mengaitkan berbagai situasi berat yang dialami dengan keadaan dirinya. Remaja bisa jadi menyalahkan diri, menarik diri dari lingkungan, hingga melakukan perilaku berbahaya.
2. Kontrol diri yang lemah
Ketika remaja memiliki kontrol diri yang lemah, mereka jadi tak mampu membedakan mana perilaku baik dan mana yang buruk. Sekali saja mereka menganggap perilaku berbahaya sebagai pelarian yang menenangkan atau wajar, mereka akan terus melakukannya jika tak mendapat bantuan.
3. Rendahnya kesadaran remaja akan bahayanya dari perilaku tersebut
Bisa jadi, remaja nggak berpikir panjang untuk memikirkan dampak berbahaya yang mungkin timbul dari perbuatannya. Misalnya, mencoba minum alkohol atau mengonsumsi zat adiktif, bisa membuat candu. Self-harm bisa berbahaya pada fisik dan memperburuk kondisi mental mereka. Atau, bullying adik kelas bisa merusak citra diri dan menimbulkan trauma pada korban. Remaja perlu mendapat didikan untuk menyadarkan bahwa perilakunya buruk.
4. Menerima pola asuh otoriter dari orang tua
Pola asuh otoriter yang diterapkan orang tua sejak kecil bisa membuat anak rentan memiliki masalah perilaku, mental dan tak mampu mengatasi masalah dengan baik. Mereka merasa orang tua bukan tempat yang aman dan nyaman untuk dituju. Akhirnya, perilaku berbahaya menjadi pelampiasan.
5. Kurang mendapat perhatian dari orang tua
Anak yang merasa diabaikan oleh orang tua juga bisa terdorong untuk melakukan hal-hal yang berbahaya untuk mencari perhatian. Jadi, jangan buru-buru menghakimi anak saat mereka berbuat aneh-aneh. Bisa saja, kita yang kurang memberikan perhatian.
Baca juga: 4 Gaya Pengasuhan dan Dampaknya pada Karakter Anak
6. Tekanan teman sebaya
“Kalau nggak merokok, lo nggak keren.”
“Kalau lo mau jadi anggota geng kita, ya lo harus mau ikutan kita untuk ngerjain si anak baru itu.”
“Kita tuh udah mau 17 tahun juga, mabok sesekali okelaahhh.”
Kebutuhan untuk bisa diterima grup sepergaulan, atau dianggap anak yang keren, gaul dan seru terkadang membuat anak jadi tergerak untuk coba-coba melakukan perilaku berbahaya.
7. Pengaruh lingkungan
Remaja yang baik, jika berteman dengan sekolompok teman pembuat onar, ia pun berisiko jadi pembuat onar. Anak yang tumbuh di dalam keluarga yang berperilaku buruk, tentunya besar kemungkinan anak mengadopsi perilaku serupa
Orang tua harus berbuat apa?
Perilaku berbahaya nggak bisa tiba-tiba berubah menjadi positif jika anak tak mendapat bantuan dan arahan yang tepat. Orang tua harus merangkul anak dan membuka ruang diskusi yang tidak menghakimi agar anak mau terbuka kepada orang tua. Lakukan juga konseling rutin kepada psikolog agar anak mendapat bantuan yang tepat.
Share Article
COMMENTS