Sorry, we couldn't find any article matching ''
Dari Venna Melinda dan Ferry Irawan Saya Belajar 4 Hal Ini
Venna Melinda dan Ferry Irawan benar- benar memenuhi lini masa medial sosial selama beberapa pekan terakhir. Di luar beragam hujatan netizen serta pro kontra yang terjadi, saya mencoba menarik pelajaran dari kasus mereka berdua.
Pernikahan Venna Melinda dan Ferry Irawan yang baru berjalan belum ada satu tahun nampaknya harus berakhir karena diduga terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Berita melebar kemana-mana, setiap pihak memiliki versi masing-masing, kemudian netizen meramaikan, ahahaha. Terlepas dari berita yang beredar, sejatinya yang tahu kebenarannya hanya Venna dan Ferry (serta Tuhan sudah pasti, hehehe). Tapi, dari mereka berdua ada beberapa hal yang bisa memberi saya pelajaran.
Baca juga: Bedakan Antara Menutup Aib Suami dengan Menormalisasi KDRT
Pelajaran yang saya dapat dari kasus Venna Melinda dan Ferry Irawan…
1. Jatuh cinta itu tidak mengenal usia dan itu sah-sah saja
Siapa yang bilang jatuh cinta itu hanya hak mutlak anak remaja atau mereka yang muda belia? Berapa pun usia kita, jatuh cinta itu hak, selama tidak mengganggu dan merusak hubungan orang lain. Mau usia kita 30, 40, 50 atau bahkan 70 tahun, sah-sah saja kok untuk menyukai lawan jenis dan memutuskan menjalani hubungan. Kenapa harus kita nyinyirin, dan bilang “Ih nggak malu sama usia,” atau “Udah tua kok masih ngomongin cinta-cintaan.” Menikah lagi di usia yang sudah tidak muda juga boleh banget. Nggak ada larangan yang bilang, lansia dilarang jatuh cinta!
2. Keep it private
Ketika menjalani sebuah hubungan, saya memilih untuk sebisa mungkin menjaganya tetap private. Tidak perlu diumbar-umbar. Begitu pun ketika ada masalah, sebisa mungkin saya hanya melibatkan pihak-pihak yang memang benar-benar saya butuhkan. Buat saya, itu memungkinkan saya untuk fokus pada mencari solusi dari masalah yang kami hadapi. Semakin banyak orang tahu, semakin banyak orang ingin ikut campur, semakin banyak orang yang merasa paling tahu dan semakin banyak yang mencoba memberikan masukan. Saya malah akan semakin bingung. Ini kalau saya.
3. Tak tutup mata pada record masa lalu calon pasangan kita
Mencari dokter atau psikolog saja saya benar-benar mencari tahu latar belakangnya. Lulusan mana, praktik di mana saja, review dari orang-orang, pernah ada kasus atau tidak, dan masih banyak lagi,lah. Apalagi ketika kita memutuskan untuk menghabiskan sisa hidup kita dengannya. Secinta-cintanya, tetap sisipkan akal sehat di dalamnya. Cari tahu, seperti apa masa lalunya, bagaimana hubungannya dengan pasangan-pasangannya yang terdahulu, lingkungan pertemanannya, keluarga besarnya seperti apa, aktivitas di social medianya bagaimana. “Dia sudah berubah kok menjadi lebih baik…” ya benar, tapi namanya sifat dasar akan tetap tersisa mau sebesar apa pun perubahan yang dia alami. Jadi pastikan kita paham siapa yang akan kita pilih untuk menjadi teman hidup kita.
4. Fokus pada solusi bukan malah saling umbar aib
Awalnya kasus KDRT, kemudian membahas mengenai finansial (yang saya yakin hal ini sudah diketahui sejak sebelum menikah), lalu saling ancam akan membuka aib satu sama lain. Memang sulit menahan marah ketika kita disakiti dan dibuat kecewa luar biasa oleh orang yang kita anggap tidak akan pernah menyakiti kita. Namun, sekali lagi, pasangan kita itu manusia, bukan Tuhan, sudah pasti banyak kekurangan. Begitu pun kita. Ketika adaa masalah, yang berujung pada perpisahan pun, mari kita belajar untuk fokus pada jalan keluar dari masalah yang kita miliki. Tahan diri agar tidak membuka aib dan saling serang.
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS