Sudah nonton docu-series Pangeran Harry dan Meghan Markle yang ditayangkan Netflix? Yuk, iIntip reviewnya di bawah ini!
Ditulis oleh: Rahmasari Muhammad
Pasangan Kerajaan Inggris Pangeran Harry dan aktris Hollywood Meghan Markle ini memang selalu menyita perhatian. Mulai dari pertama kali go public tentang hubungan mereka, lalu keputusan keluar dari kerajaan Inggris, hingga wawancaranya dengan Oprah Winfrey tahun lalu. Ditambah yang paling baru, penayangan docu-series kisah mereka di Netflix.
Sudah sempat nonton, kah, Mommies? Bagaimana pendapat kalian? Mungkin ada yang bersimpati tapi ada juga yang tidak setuju dengan keputusan mereka yang dianggap “mengumbar aib” kerajaan dan media Inggris melalui tayangan tersebut ya.
Mommies tim yang pro atau kontra, nih?
BACA JUGA: 7 Pola Pengasuhan Keluarga Kerajaan yang Unik dan yang Layak Dicontoh
Terlepas dari pro dan kontra pasangan ini dan aneka keputusan kontroversial mereka, buat saya, sih, banyak hal yang bisa digarisbawahi dari kisah mereka, ya! Berikut ini beberapa review dari saya tentang kisah mereka.
Dari awal berhubungan dengan Prince Harry, Meghan tentu menyadari bahwa dia menjalin hubungan dengan seorang Duke, sebuah gelar persis di bawah King atau Raja. Tentunya ini membawa konsekuensi yang tidak ringan, mulai dari harapan yang besar dari publik, hingga tanggung jawab dan tugas yang mengikutinya. Tentunya selain konsekuensi dan tanggung jawab, gelar ini juga membawa benefit dan priviledge bagi penyandangnya, mulai dari finansial, power, dan banyak lainnya.
Harry pun tentu memahami bahwa dirinya sebagai keluarga kerajaan akan selalu disorot kehidupannya, dan masyarakat Inggris serta dunia mempunyai ekspektasi tertentu kepadanya sebagai anggota keluarga kerajaan. Ekspektasi yang mengikuti ini termasuk masalah “bibit bebet bobot” dari pasangan yang dipilihnya, juga akses kepada kehidupan pribadi mereka.
Di docu-series ini, berulang kali Meghan menyebutkan bahwa dia kaget dengan rasisme yang diterimanya dari kerajaan & masyarakat Inggris, karena statusnya yang mix race dan anak dari pasangan yang bercerai, juga “kejamnya” media Inggris yang tidak mengijinkan keluarga mereka memiliki privasi.
Padahal, di masyarakat umum saja masih banyak yang mementingkan bibit (garis keturunan), bebet (status sosial ekonomi) & bobot (kepribadian & pendidikan), apalagi untuk keluarga kerajaan yang menjadi sorotan dunia? Saya pribadi juga tidak sepenuhnya setuju tentang kriteria acuan ini, tapi tidak dapat dipungkiri bahwa itulah fakta yang terjadi di masyarakat. Seharusnya Harry dan Meghan juga menyadari hal ini dari awal. Rasanya terlalu naif kalau mereka baru menyadarinya setelah menikah.
Sebelum kita memutuskan sesuatu, pastikan untuk menimbang segalanya dengan objektif, bukan hanya hal positif dan benefitnya tapi juga konsekuensi serta risiko yang kemungkinan besar akan kita hadapi kedepannya. Sanggupkah kita? Tentunya hanya diri kita yang bisa menjawabnya.
Dari jaman dulu, media Inggris terkenal dengan “kegigihannya” mengejar berita & mengekspose kehidupan pribadi anggota keluarga kerajaan Inggris. Apa, sih, alasannya? Tentunya karena demand atau permintaan yang tinggi dari masyarakat Inggris dan dunia terhadap berita-berita tersebut.
Media dan para paparazzi Inggris bisa menjual foto dan berita British Royal Family (BRH) dengan harga mahal. Intinya, ya, mencari keuntungan. Akhir-akhirnya sudah bukan mencari berita lagi, tapi suksesnya publik dan media menjadikan BRH sebagai komoditas.
Sebenarnya mereka hanya privilege people secara garis keturunan, bukan seseorang yang layak dipuja berlebihan bak seorang pahlawan atau utusan Tuhan. Itulah kenapa memuja sesuatu secara berlebihan tidak akan menghasilkan hal yang positif.
Wajar saja gerak-gerik anggota BRH menjadi sorotan dan role model, tapi mengejar-ngejar mereka tanpa etika hingga “mendesak” kamera tanpa ijin dengan jarak ke wajah mereka juga tentunya tidak etis dan berlebihan, ya!
Sumber: Vogue
Jika Prince Harry dan Meghan memang terganggu dengan media Inggris serta merasa tidak sanggup dengan semua risiko sebagai anggota BRH dengan pelanggaran privacy yang kerap kali dilakukan media, sah-sah saja memutuskan keluar dari kerajaan Inggris.
You don’t have to clarify dan justify your action and decision. Ingat unknown quote “Never explain yourself, the person who likes you doesn’t need it and the person who dislikes you won’t believe?”
Quote itu rasanya cocok untuk pasangan Pangeran Harry dan Meghan Markle. Walaupun mereka berusaha menjelaskan dan mengklarifikasi tindakan serta keputusannya melalui interview dan docu-series yang dibuat, tetap saja akan banyak pro dan kontra, lovers dan haters.
Terkadang, jika kita terlalu berusaha menjelaskan segala tindakan da keputusan kita, alih-alih bersimpati, orang mungkin akan berpikir kita hanya mencari sensasi, lho.
So, klarifikasi dan justifikasi terbaik adalah menjalankan semua keputusan yang kita ambil dengan penuh kesadaran, kebahagiaan, nikmati segalanya, tanpa perlu terlalu peduli dengan “apa kata orang”, don’t forget to take the risk that might come with it!
At the end of the day, yang menjalani hidup adalah diri kita sendiri, kan? So, just do what we think is the best for us, responsibly dan happily!
Di docu-series ini, Pangeran Harry berulangkali mengatakan bahwa dia trauma dengan kejadian yang menimpa Iibunya, Lady Diana. Sang ibu selalu “diteror” oleh paparazzi dan menemui ajalnya karena dikejar-kejar oleh awak media. Dia tidak ingin hal yang sama terulang kepada dirinya, istri, dan anak-anaknya.
Dapat dipahami tentunya trauma yang dialaminya, kehilangan ibu sejak kecil dengan cara yang tragis. Untuk meredakan kekecewaannya, dia kerap mengunjungi Botswana sejak remaja, dimana masyarakat Botswana menerimanya dengan baik, dia dapat menjadi dirinya sendiri & akhirnya seperti rumah kedua baginya.
Terlihat jelas bahwa Prince Harry di balik segala kegagahannya, mungkin pernah merasa gagal melindungi ibunya. Dia juga sosok yang sangat memerlukan kasih sayang ibu dan perempuan terdekat, yang pada akhirnya willing to do anything, termasuk keluar dari kerajaan yang membesarkannya, untuk redeem himself serta melindungi perempuan yang disayanginya.
Inilah pentingnya mengelola emosi dan trauma, terutama yang menimpa diri dan keluarga terdekat kita. Selain “healing jalan-jalan” yang sering dilakukan zaman now, penting juga untuk betul-betul healing memulihkan jiwa, menemui profesional, melakukan journaling, meditasi, dan hal-hal lain yang diperlukan untuk menyembuhkan luka batin, kekecewaan serta kesedihan terpendam, agar imbasnya tidak berkepanjangan.
Jadi, lebih mau nonton docu-series Pangeran Harry dan Meghan Markle atau tidak, nih, Mommies?
BACA JUGA: 15 Tata Krama Istana yang Wajib Dipatuhi Keluarga Kerajaan
Cover: Netflix