Delapan hal yang sebenarnya sah-sah saja dilakukan oleh para ayah atau suami. Mumpung Hari Ayah, yuk sampaikan ke suami-suami kita.
Mana yang lebih underpressure buat para Ayah, menjadi breadwinner untuk mendukung finansial keluarga atau lebih terlibat dalam peran sebagai Ayah? Dua-duanya sama berat, ya? Data Pew Research di Amerika Serikat, sekitar tiga perempat pria dewasa (76%) mengatakan, menghadapi tekanan untuk mendukung keluarga secara finansial, sementara 49% mengatakan, menghadapi tekanan untuk menjadi orang tua yang lebih terlibat.
Dibanding era kita kecil dulu, peran pria (sebagai ayah) sekarang sudah banyak berubah. Mulai muncul ayah-ayah ikut beredar di sekolah, antar anak, POMG, terima rapor, sharing parent, dan sebagainya. Secara sosial, penampakan di media sosial yang menunjukkan kedekatan antara ayah dengan anak juga dianggap sesuatu yang cool oleh masyarakat. Sebuah pergerakan yang patut disyukuri, walaupun mungkin masih jauh dari ekspektasi para perempuan, ye kan?
Sekecil apa pun perubahan positif itu patut diapresiasi. Percayalah, di balik itu, ada perjuangan luar biasa dari para ayah untuk memutus mata rantai maskulinitas toksik dari kultur patriarki dan konsep yang terlanjur terbangun bertahun-tahun, berabad-abad, bahwa pengasuhan anak adalah urusan ibu semata.
Tak sedikit para ayah ini yang akhirnya terjebak dalam keseriusan dalam menjalankan peran mereka demi memenuhi ekspektasi kita, sampai lupa untuk menikmati hidup.
Baca juga: Ini Pujian yang paling Ingin didengar Oleh Laki-laki
Boleh menangis
Jadi orang tua pasti menghadapi roller coaster yang kadang men-trigger emosi negatif. Konflik dengan keluarga, seringkali tak bisa dihindari. Pria yang terbiasa dibesarkan dengan nilai maskulinitas, sudah terbiasa ditekankan untuk tidak boleh cengeng saat menghadapi masalah. Tidak cengeng artinya tidak gampang menyerah, bukan berarti tidak bisa mengekspresikan emosi seperti kesedihan, dengan menangis, misalnya, jika itu memang diperlukan. Tapi bukan berarti boleh baper, lho!
Takut itu manusiawi. Takut pada masa depan, takut anak dan istri kenapa-kenapa, takut gagal, takut salah, dan sebagainya. Kalau muncul rasa takut, terima dan akui, lalu dibereskan. Jangan denial, pura-pura baik-baik saja.
Nyalon, pijat, facial, anggaplah hadiah untuk diri sendiri telah bekerja keras buat keluarga. Ada kok tempat perawatan yang terima pria juga.
Boleh pakai skincare
Udah merasakan enaknya wajah sehabis dibersihkan dengan face wash, kan? Wangi tubuh dengan parfum pilihan? Ya begitulah, kulit dan tubuh yang terawat memberi efek menaikkan mood dan rasa percaya diri. Apalagi tambahin serum, cream, masker, kata siapa pria tak perlu merawat diri?
Baca juga: Produk Beauty yang paling Sering digunakan para Ayah
Jangan mikir kerjaan kantor melulu atau ngecekin istri, hihihi. Cobain hobi seperti pelihara ikan cupang, tanaman hias, sepeda, olahraga, koleksi diecast, dan banyak lagi lainnya. Asal… nggak sampai habis-habisan demi hobi.
Biasanya para pria sangat kaku dalam hubungan pertemanan. Teman kerja ya sebatas hubungan kerja. Tidak ada obrolan di luar itu. Circle-nya luas, tapi berdasarkan kepentingan. Beda dengan perempuan, bisa luwes bersahabat dengan siapa pun tanpa pembatasan, bisa dengan teman kerja, teman dari sekolah anak, teman komunitas, atau siapa pun. Bisa nongkrong berjam-jam dengan berbagai circle pertemanan.
Kata siapa drakor hanya untuk perempuan nggak ada kerjaan? Cobalah mulai dari Crash Landing on You atau Hometown Cha-Cha-Cha. Dijamin nagih!
Terbiasa jadi sopir, ngawal istri dan anak kemana-mana, menemani kemana pun maunya istri pergi seringkali membuat para ayah kehilangan ‘jati diri’. Sesekali jalanlah sendiri, yang bukan buat urusan kerjaan, rumah, atau titipan istri.
Selamat Hari Ayah untuk semua Ayah di Indonesia …