Jangan karena alasan nggak tega kita jadi abai bahwa memang sesungguhnya anak butuh disiplin. Ini 7 tanda anak butuh disiplin ekstra!
Saya percaya bahwa semua orang berusaha sebisa mungkin menerapkan disiplin untuk anak-anaknya. Namun masalahnya adalah, tidak semua orang tua mampu bersikap konsisten. Alasannya bisa macam-macam:
– Nggak tega sama anak alias kasihan
– Takut anak malah jadi membenci kita
– Nggak sabar menghadapi perlawanan dari anak
– Mau gampangnya saja
– Dan masih banyak lagi alasan lain
Padahal inkonsistensi dan gampang kompromi membuat anak tumbuh dengan memupuk tabiat buruk yang berkembang tidak terkendali.
Anak tak punya rasa memiliki
Solusinya: Gunakan isyarat verbal untuk menunjukkan kepada anak bahwa ini bukan tentang mereka, atau Anda, atau siapa pun. Dengan menggunakan pernyataan impersonal, membuat perintah Anda jelas. Misalnya, Anda bisa bilang, ‘buku tempatnya di dalam lemari buku’; ‘simpan sepatu di rak sepatu’; ‘cuci peralatan makan setelah selesai makan; dan, ‘sekarang waktunya mandi.’
Anak tidak mau terima kata ‘tidak’
Solusinya: Hilangkan sifat abrasif dari satu kata itu dengan menggunakan respon satu kata lainnya. Alih-alih mengatakan apa yang tidak Anda inginkan, katakan apa yang Anda inginkan dalam satu kata. Gunakan kalimat seperti, ‘Adi, letakkan jaketnya!’ atau ‘Nina, gigi!’ Cara ini lebih efektif daripada Anda ngomel panjang lebar seperti ‘Berapa kali Mama harus ingetin kamu’ atau ‘Kenapa sih kamu nggak pernah dengerin omongan Papa?’
Anak tidak memiliki empati, kebaikan hati, dan welas asih
Solusinya: “Setiap kali anak melakukan hal positif (membantu, peduli, kooperatif), tunjukkan bahwa Anda menghargai mereka. Misalnya: “Terima kasih ya sudah mau bantu adikmu beresin mainannya” atau “Mama senang kamu mau bantu Mama cuci piring dan gelas.”
Baca juga: Empati pada Anak Tidak Berkembang, Ini Beberapa Tandanya!
Anak tidak memiliki hati nurani dan melakukan hal-hal buruk tanpa merasa bersalah
Solusinya: Kapan pun anak menunjukkan sikap kurang berempati, bicaralah dengan mereka tentang bagaimana perasaan orang lain. Beritahu anak bahwa orang lain juga bisa merasa bahagia atau terluka akibat tindakan dan ucapan seseorang terhadap mereka. Tapi jangan menyerang anak dengan menyebutkan sifat-sifat buruknya.
Anak tidak terlalu peduli dengan perasaan Anda
Solusinya: “Ketika Anda marah kepada anak, gunakan frasa ‘saya’, bukan ‘kamu’. “Jauh lebih baik untuk bilang ‘Mama marah’ daripada, ‘Kamu nakal.’” Contoh lainnya “Mama marah karena kamu pulang terlambat dan tidak kasih kabar.” “Mama nggak mau bicara kalau caramu ngomong seperti itu.” “Mama kesal liat kamarmu berantakan.”
Anak menyalahkan orang lain atas kesalahan mereka
Solusinya: Ajar anak untuk bertanggung jawab atas pilihan yang sudah mereka buat, baik atau buruk. Caranya bisa dengan memberinya tanggung jawab. Anda dapat menulis catatan seperti ini: “Nak, Mama mau ingetin yang harus kamu lakukan sebelum nonton film favoritmu. Pakaian bersih dimasukkan ke lemari. Piring dan gelas kotor dicuci. Anjing diberi makan dan diajak jalan. Terima kasih atas bantuanmu. Mama sayang kamu.”
Anak punya tabiat keinginan/ permintaannya wajib dituruti
Solusinya: “Untuk anak-anak yang masih berjuang untuk memahami siapa pemegang kendali di rumah, memberi mereka kesempatan untuk memilih akan membantu mereka merasakan kendali, tapi tidak besar. Batasi pilihan misalnya dengan menanyakan apakah mereka lebih suka roti panggang atau biskuit; membaca cerita atau bermain game.
Anak harus tahu saat orang tua adalah pemegang kendali. Jika mereka ngeyel dan terus merengek, katakan TIDAK dan jangan mengalah!
Cover image: Photo by Mikhail Nilov on Pexels