Sorry, we couldn't find any article matching ''
Ketika Pasangan Mengajak Threesome
Apa sebenarnya yang melatarbelakangi ajakan threesome dari pasangan?Dr. Imelda Ika Dian Oriza, M.Psi, Psikolog menjelaskannya untuk kita.
Saat saya bercerita pada beberapa teman bahwa saya sedang menulis tentang seseorang yang mengajak pasangan resminya mengajak threesome alias beraktivitas seks yang melibatkan 3 orang, semuanya kaget dan bertanya, “Memang ada orang yang seperti itu?” Nyatanya ada. Bahkan ada grup di media sosial, yang terbentuk (secara sembunyi-sembunyi tentunya) saling bertukar info (dan juga pasangan) demi melancarkan aktivitas tersebut. Duh! Nah, ketika kemudian pasangan mengajak threesome, apakah sebagai istri harus mengiyakan? Apa sebenarnya yang melatarbelakangi request tersebut? Dr. Imelda Ika Dian Oriza, M.Psi, Psikolog menjelaskannya untuk kita.
Apakah threesome dikategorikan sebagai kelainan jiwa?
Untuk bisa dianggap kelainan jiwa sebetulnya perlu banyak banget "syaratnya", misalnya
Threesome mungkin menganggu norma, tapi kalau pelakunya masih bisa berfungsi di area kehidupan yang lain, nggak bisa disebut kelainan juga. Berdasarkan riset di Amerika Serikat, threesome sendiri merupakan fantasi banyak orang. Tapi ketika kemudian dilakukan, ia dikategorikan sebagai variasi dari aktivitas seksual.
Apa pemicu yang membuat orang ingin melakukan threesome?
Jika threesome hanya sebagai fantasi seksual belaka, sebetulnya bisa mencerminkan kebutuhan untuk diterima, divalidasi. Kalau kata Imelda, “Kita semua ingin diterima apa adanya dan diinginkan. Diterima oleh dua orang sekaligus dan diinginkan secara seksual oleh dua orang tentu membuat seseorang merasa senang karena jadi pusat perhatian.”
Jika konteksnya dalam relasi seksual monogami jangka panjang (seperti dalam perkawinan) sangat mungkin timbul kebosanan. Aktivitas seksual yang itu-itu saja, atau gaya itu-itu lagi, bisa menimbulkan keinginan untuk melakukan variasi demi spice-up kehidupan seksual. Lalu muncullah fantasi threesome.
Baca juga: 15 Rekomendasi Film Netflix yang Penuh Adegan Ranjang
Jika pasangan memiliki keinginan itu, apa yang harus dilakukan?
Jika pasangan menyampaikan fantasinya, dan tetap tinggal dalam fantasi, sebenarnya nggak masalah. Menurut Imelda, melakukan atau tidak melakukan aktivitas tersebut adalah keputusan seksual yang tergantung pada banyak hal, salah satunya adalah nilai-nilai yang dianut setiap pasangan. Bagaimanapun setiap keputusan tentu ada dampaknya.
Ketika pasangan mengajak melakukannya, lalu kita sendiri terbersit keinginan yang sama, namun itu bertentangan dengan nilai yang kita anut, akan timbul konflik batin. Dan jika kemudian konflik batin menghabiskan energi kita (misalnya jadi merasa bersalah dan cemas sekali) sehingga kita tidak lagi bisa berfungsi dalam kehidupan sehari-hari, tentu pertolongan profesional diperlukan.
Yang jadi persoalan adalah bila salah satu pihak nggak sejalan. Yang satu ingin melakukan, yang satunya terombang-ambing. Antara menjalankan tugas sebagai istri, tapi bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut. Dalam nilai agama, kita akan merasa bahwa itu adalah perzinahan. Jadi boleh sekali jika kita merasa keberatan. Nggak bisa dipaksa. Dan kalaupun setuju karena terpaksa, hubungan menjadi tidak sehat. Mungkin saja mengarah ke perceraian.
Semuanya kembali lagi ke nilai-nilai yang dianut. Ada pasangan yang memiliki nilai hedonisme, menganggap hasrat seksual seperti lapar dan haus saja, tidak ada pertimbangan moral. Jadi threesome menurut mereka hal yang biasa. Tapi kalau mommies dan pasangan menganut nilai-nilai moral, dan agama, silakan cek lagi, apakah aktivitas tersebut sesuai dengan nilai yang dianut? Pasangan dan mommies sendiri yang bisa menjawabnya. Kalau kata Imelda, “Resep bahagia itu simple love, food and relationship, kok.” Saya, sih, setuju. Bagaimana dengan mommies?
Image by S. Hermann & F. Richter from Pixabay
Baca juga: Fakta Petting Saat Bercinta
Share Article
COMMENTS