banner-detik
EDUCATION

Cuti Sekolah Untuk Anak, Ini Alasan Kenapa Saya Melakukannya

author

Ficky Yusrini03 Jun 2022

Cuti Sekolah Untuk Anak, Ini  Alasan Kenapa Saya Melakukannya

Cuti sekolah untuk anak? Kok bisa sih? Karena bagi saya, pendidikan itu tidak sebatas tentang kehadiran dan tatap muka dengan guru di sekolah.

Saat tahun ajaran baru era pandemi, saya termasuk orang tua yang ‘prihatin’ dengan diterapkannya digitalisasi pendidikan.  Dan, karenanya memutuskan menarik anak -yang duduk di kelas 8- dari kegiatan belajar di sekolah selama hampir satu semester alis cuti sekolah. Keputusan yang menurut saya tepat, karena kemudian anak saya terbebas dari kewajiban hadir di pembelajaran zoom beserta seluruh tugas-tugas akademiknya. Namun demikian, anak tetap diwajibkan mengikuti PTS (Penilaian Tengah Semester) dan PAS (Penilaian Akhir Semester) sebagaimana teman lainnya, dan tetap mendapatkan nilai rapor pada semester tersebut. Kurang lebih, seperti homeschool temporer.

Cuti dari  sekolah dan kegiatan belajar di sekolah bagi siswa memang dimungkinkan. Hal ini tentunya sangat tergantung pada kebijakan sekolah masing-masing. Terlebih lagi, setelah kita melewati pandemi ini, situasi pembelajaran sudah jauh lebih fleksibel. Bahkan, dimungkinkan anak tidak mengikuti proses tatap muka di sekolah, meski sekolah sudah memberlakukan full PTM. Dalam waktu dekat, Kemdikbud juga akan menerapkan Kurikulum Merdeka di sebagian sekolah penggerak, mengubah pola pembelajaran lama yang mengharuskan absensi siswa secara ketat karena jam pembelajaran yang panjang.

Baca juga: Homeschooling, Bukan Hanya Memindahkan Sekolah ke Rumah?

Photo by Joydeep Sensarma on Unsplash

Ada bermacam hal yang bisa menjadi alasan kenapa saya mengajukan cuti sekolah untuk anak

Mengutamakan kenyamanan

PJJ di tahun 2020 lalu membuktikan, semua orang tidak siap dengan model kelas online. Semua serba gamang. Yang terjadi adalah trial and error. Sebagian besar masih menggunakan gaya konvensional yang dibawa ke kelas zoom/online. Alhasil, anak stres, guru pun lelah. Alasan saya, sesimpel, ingin agar anak tetap nyaman belajar. Masa-masa awal pandemi menjadi masa eksperimen dan uji coba, yang akhirnya mengorbankan kenyamanan siswa. Setelah memasuki tahun 2021, dan anak kembali sekolah, memang masih tidak nyaman, sih. Tetapi sudah jauh lebih membaik. Misalnya, durasi zoom dalam sehari dipersingkat, pemberian tugas juga tidak sebanyak sebelumnya, dan tugas akademik diperkaya dengan program non akademik.

Metode yang lebih variatif

Materi sekolah yang kelihatannya padat, jika dipelajari sendiri sebetulnya bisa dipersingkat durasi belajarnya. Dengan demikian, anak punya waktu luang untuk mempelajari hal-hal baru di luar subjek sekolah, juga metode yang lebih variatif. Digitalisasi pendidikan telah menunjukkan pada kita, betapa sumber belajar di internet itu sangat kaya dan bisa diakses oleh semua orang. Hal yang mungkin tidak pernah terpikirkan sebelumnya, jika hanya mengikuti jadwal sekolah yang sudah padat dan membuat anak lelah.

Traveling

Selama pandemi kemarin, boro-boro mikir traveling. Mudik saja dilarang, semua museum dan tempat publik tutup sampai entah kapan. Aktivitas luar rumah, terutama ke luar kota, dibatasi ketat. Tapi, bukan berarti tidak bisa traveling sama sekali. Saya sempatkan jalan-jalan ke alam, tanpa harus menunggu jadwal libur sekolah. Nah, apalagi sekarang, sudah pelonggaran di mana-mana. Traveling bisa jadi alasan kuat buat ambil cuti. Anak bisa belajar banyak dari perjalanannya.

Photo by Kelly Sikkema on Unsplash

Alasan kesehatan

Ada sebagian orang tua yang masih concern dengan PTM dengan alasan kesehatan. Itu hak orang tua. Dari sisi anak, ada juga anak yang mengalami sakit untuk waktu yang cukup lama. Kasihan jika anak yang baru sembuh ini tiba-tiba dikejar dengan setumpuk tugas dan materi yang harus segera diselesaikan. Alangkah lebih baik jika ia mengambil cuti, sehingga bisa mengejar ketertinggalan sesuai kecepatannya, tanpa harus dipaksa mengikuti sistem.

Proyek pribadi

Meski sekolah formal, tidak menutup kemungkinan anak bisa tetap mengikuti program-program edukasi menarik yang diselenggarakan di luar sekolah, yang membutuhkan durasi lama. Misalnya, program pertukaran pelajar, program field trip, Kampung Inggris, magang, residensi, live in, boyscout, turnamen, dan sebagainya. Bisa juga, anak yang ingin mengeksplorasi minatnya dan merencanakan untuk menyelesaikan proyek pribadi, yang tidak mungkin dikerjakan jika ia tetap mengikuti kegiatan belajar persekolahan.

Masalah psikologis

Selama pandemi, muncul kasus-kasus unik. Misalnya, anak yang tiba-tiba ngambek sekolah, anak yang kecanduan game, anak depresi, dan sebagainya. Pada kasus tertentu, mereka tidak bisa dipaksa begitu saja mengikuti aturan dan proses sekolah. Saatnya orang tua ambil alih dan mencarikan solusi yang tepat untuk anak.

Menitipkan anak pada sekolah formal, bukan berarti orang tua bisa lepas tangan begitu saja dari tanggung jawab pendidikan. Paskapandemi ini saat yang tepat untuk membuka mata, ada begitu banyak cara dan kesempatan belajar untuk anak.

Lantas, apa yang perlu diperhatikan jika ingin mengambil skema cuti  sekolah untuk anak ini?

Baca juga: Ingin Memilih Homeschooling? Ini Tips-nya.

  • Yang jelas, konsultasikan dulu ke pihak sekolah. Beda sekolah, beda kebijakan. Perlu komunikasi dan keterbukaan dengan pihak sekolah, serta harus tetap sejalan dengan guru pendamping.
  • Bangun budaya belajar di rumah. Umumnya, masih ada miskonsepsi, belajar itu hanya di sekolah, atau duduk di meja, baca buku. Konsep semacam ini yang perlu diubah. Saat anak di rumah, sebetulnya semua aktivitas yang dilakukan adalah bagian dari belajar. Rancang jadwal dan kebiasaan-kebiasaan baik yang baru selama cuti. Bukan tidak mungkin, kebiasaan baik ini akan tetap terbawa meski anak sudah kembali beraktivitas di sekolah.
  • Belajar dari homeschooler (HS). Tidak ada salahnya menggali tip-tip belajar dari para orang tua HS yang terbiasa belajar mandiri. Ada banyak metode dan kurikulum menarik yang bisa membuat anak senang belajar.
  • Mengelola materi subjek sekolah. Cari tahu materi kurikulum semester tersebut. Apakah ada materi yang dinilai sulit untuk anak, atau apakah perlu mendatangkan tutor. Orang tua dan anak perlu diskusi bareng menemukan solusi untuk mengikuti materi sekolah agar tetap bisa mengikuti ujian yang diselenggarakan sekolah.

Share Article

author

Ficky Yusrini

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan