Sorry, we couldn't find any article matching ''
Menikah dengan Pasangan yang Fatherless? Perhatikan 5 Hal Ini
Pasangan yang dibesarkan tanpa ikatan kasih dari seorang ayah (fatherless) bisa memengaruhi gaya hubungannya saat menikah, hingga mengasuh anak.
Kalau boleh memilih, setiap pria pasti ingin dibesarkan dengan sosok orang tua lengkap. Namun bagaimana jika pasangan kita adalah salah satu pria yang dibesarkan tanpa ayah, atau istilahnya: fatherless man?
Sosok ayah nggak bisa dilepaskan dari pentingnya pembentukan karakter seorang anak. Tanpa bermaksud mengecilkan peran ibu tunggal sama sekali, namun sehebring-hebringnya ibu tunggal membesarkan anak, tetap ada peran ayah yang tak tergantikan. Ayah identik dengan challenge atau tantangan, sementara ibu identik dengan comfort atau kenyamanan.
Menurut Sosiolog Peter Karl, anak laki-laki tanpa ayah menghabiskan hingga 80% waktu mereka dengan wanita. Mereka tidak tahu bagaimana harus bertindak ketika mereka dewasa. Ini secara langsung mempengaruhi hubungannya dengan perempuan. Pria bisa menjadi lebih tidak berdaya.
Senada dengan itu, Firman Ramdhani, M.Psi, Psikolog menerangkan bahwa pria yang tumbuh tanpa kehadiran seorang ayah, baik itu ayahnya tidak hadir, ada kemungkinan ia kesulitan untuk menjadi pemimpin. Baik untuk memimpin diri sendiri, memimpin keluarga, termasuk mengelola konflik dalam rumah tangga. Ini dipengaruhi karena minimnya ia menyaksikan interaksi antar orang tua.
“Artinya, elemen-elemen yang dibutuhkan untuk menjadi seorang suami dan seorang ayah bisa jadi berpotensi bermasalah, antara lain kemampuan leadership, komunikasi dengan pasangan dan conflict management,” kata Firman.
Sulit menjadi role model karena tak punya role model
Peran utama seorang ayah dalam rumah tangga adalah menjadi “model” bagi anak laki-laki. Suami berperan membentuk kejantanan, integritas, dan karakter putranya. Dia memengaruhi pemahaman dan perlakuan putranya terhadap lawan jenis. Dia mempersiapkan anaknya untuk sebuah tujuan dan melatih dia untuk memahami perannya sebagai seorang pria.
Nah, ketika pasangan adalah seseorang yang fatherless, ia mungkin akan kesulitan untuk membangun diri jadi “role model” bagi anak. Bisa dibilang, ia berangkat dari titik nol. Ia harus merumuskan makna tentang maskulinitas sendiri, tanpa bekal dari sang ayah. Sementara, maskulinitas sejati secara alamiah nggak bisa diberikan oleh sang ibu.
Pasif dalam hubungan
Pria tanpa ayah sangat mungkin menjadi pasif dalam hubungan. Menolak untuk menawarkan kepemimpinan dan kekuatan mereka kepada istri. Padahal dua hal ini paling dibutuhkan oleh istri. Dalam hubungan pernikahan, peran inti seorang pria adalah untuk menafkahi, melindungi, memimpin, dan ada di garda terdepan untuk membela keluarganya. Tetapi ketika dia tidak memiliki ayah yang mengajar dan memberi contoh nyata baginya “how to” memperlakukan istri dan anak-anak, bukan tak mungkin keluarganya jadi berantakan.
Baca juga: Father Hunger Bahkan Bisa Dialami Anak yang Masih Punya Ayah
Membutuhkan pengakuan
Tak pernah mendapat validasi dari seorang pria dewasa, wajar jika pasangan yang fatherless haus akan pengakuan. Mereka diliputi banyak pertanyaan yang tak terjawab seperti, “Apakah yang saya lakukan sudah cukup?” atau “Apakah sikap saya sudah benar?”
Mereka tak pernah mendapat pujian “bagus sekali” atau “kamu hebat!” dari ayahnya. Oleh karena itu mereka akan terdorong untuk mengejar kesuksesan untuk memenuhi kebutuhan untuk dihargai, diakui atau mencari penegasan dari orang lain. Sebagai pasangan, Anda bisa memenuhi kebutuhan suami untuk diakui dengan memberi afirmasi atau validasi terhadap perasaan atau pencapaiannya. Misalnya dengan mengatakan: ”Kamu sudah melakukan yang sepatutnya sebagai seorang suami. Semangat, ya.”
Bagaimana istri harus bersikap?
Ketika pria tak menjalani peran suami dan peran ayah dengan baik dalam rumah tangga, ini bisa membuat istri stres dan timbul banyak konflik dalam pernikahan. Istri harus belajar menahan diri untuk tidak terus-menerus mengkritik, mengendalikan, bahkan meremehkan pasangan. Namun, jika konflik berkepanjangan dan tak lagi bisa diatasi berdua, ada baiknya untuk berkonsultasi dengan psikolog keluarga atau pernikahan.
“Kabar baiknya, belum tentu semua pria yang fatherless akan selalu bermasalah dalam menjalani peran dalam rumah tangga. Sebab, pertumbuhan kematangan psikologis manusia tidak hanya dipengaruhi oleh pola parenting dari orang tua tunggal saja.
Di sisi lain, fatherless issue ini bisa berpotensi untuk jadi turun-temurun. Maka dari itu, fatherless daddies wajib membekali dirinya dengan knowledge parenting dan general life skills supaya rantai fatherless issue ini bisa terputus dan nggak diturunkan kembali kepada anaknya,” tutup Firman.
Baca juga: 60 Tanda Anda Menjalani Hubungan yang Tidak Setara
Share Article
COMMENTS