Sorry, we couldn't find any article matching ''
Nak, Ini 5 Pelajaran dari Crazy Rich yang Bisa Kita Dapatkan
Hati-hati jebakan flexing, iming-iming kaya instan sim salabim dapat uang. Ini dia pelajaran dari crazy rich yang semoga bisa membuka akal sehat kita.
Hari gini, cari uang kok terlihat gampang. Anak-anak muda 20 tahunan sudah bisa beli mobil premium dan properti mewah. Pertanyaannya, kerja apaan sih? Baru juga lulus kuliah, ‘kelihatan’ kerja setahun dua tahun, tahu-tahu jadi crazy rich.
Paling baru, kasus Indra Kenz, pria berusia 26 tahun ini dijuluki Crazy Rich Medan karena kerap memamerkan kehidupan mewahnya lewat media sosial. Terepik adalah saat ia pamer uang cash bergepok-gepok di dalam jet pribadinya (sebagaimana yang diparodikan oleh Grace Tahir). Indra sekarang mendekam di tahanan setelah tersandung kasus hukum penipuan berkedok trading binary option.
Selain indra, rekannya sesama afiliator trading, Doni Salmanan juga mengalami nasib yang sama, dibawa ke tahanan Mabes Polri. Segala harta dan aset yang dulu bertabur memenuhi akun Instagramnya, bahkan ikut disita polisi, seperti mobil Porsche, motor, rumah mewah, sampai baju dan celananya yang berharga juga ikutan terambil.
Jauh sebelum ditangkap, keduanya sibuk flexing atau pamer barang-barang mahal yang dimilikinya. Jengah sih lihat gaya pamernya. Tapi anehnya tanpa disadari sebetulnya secara psikologis mereka berhasil membuat kagum banyak orang yang diam-diam ingin mengikuti jejaknya: menjadi tajir instan. Anak-anak muda yang seperti mereka itu mendadak jadi magnet sejuta umat. Apakah dengan ditangkapnya dua selebgram fake rich itu lantas orang jadi sadar untuk tidak terperangkap iming-iming penipuan? Belum tentu. Image ‘cari uang banyak dengan gampang’ sudah terlanjur melekat.
Baca juga: Nak, Jika Kelak Kalian Menjadi Influencer, Tolong Ingat 10 Pesan Ini!
Padahal, kalian harus bisa membaca hal-hal tersirat di balik flexing para crazy rich itu. Agar bisa mendapat pelajaran dari crazy rich
Crazy rich belum tentu kaya, sekaya yang mereka pamerkan
Photo by Yaroslav Muzychenko on Unsplash
Seperti yang diungkap Rhenald Kasali dalam Youtube-nya, ada komunitas-komunitas yang memang tujuannya untuk flexing. Barang-barang mewah bisa disewa jam-jaman. Mereka mencari kepuasan dari validasi orang lain, like, follower, dan pengakuan. Mereka haus atensi. Tidak perlu sebut nama, tapi yang model seperti ini banyak pakai banget. Para influencer media sosial kebanyakan masuk tipe ini. Kadang bikin iri lihat orang bisa liburan di hotel bagus, pakai baju desainer, makan di resto mahal, bisa saja para artis atau influencer ini memang dibayar untuk itu, sebagai endorser atau ambassador suatu produk. Bukan karena mereka punya duit banyak untuk beli sendiri.
Pelajaran dari Crazy Rich tentang Flexing marketing
Pada kasus Indra dan Doni, mereka flexing sebagai bagain dari marketing. Supaya orang mau mengikuti aplikasi tradingnya. Buktinya, mereka mendapat komisi dari setiap kekalahan. Dengan memamerkan kekayaannya, mereka akan dengan mudah menjerat orang, agar orang mengira bahwa trading adalah cara mendapatkan easy money. Sebetulnya flexing marketing juga sering kita temui dalam bisnis-bisnis lainnya. Dalam MLM misalnya, mereka yang level tinggi biasanya memamerkan bonus yang mereka terima, yang jumlahnya fantastis, supaya para downline-nya semangat untuk jualan atau cari member baru. Begitu juga, bisnis produk yang pencitraannya menyasar kelas tertentu, dipatoklah harga yang tinggi, supaya orang mau membeli dan berpikir jika harganya mahal pasti kualitasnya juga oke.
Too good to be true
Seharusnya kita bisa berpikir logis dan kritis jika ada yang menawarkan hal-hal yang too good to be true. Iming-iming kekayaan secara instan, dengan usaha minimal dan tanpa kerja keras. Apa pun itu. Nggak ada, deh! Contoh, jika ada penawaran investasi dengan keuntungan besar. Kelihatan sangat menggiurkan, justru yang begini-begini harus dicurigai. Mau jadi Youtuber? Butuh waktu lama membangun reputasi, harus punya karakter, dan ada kerja keras di balik itu. Mau trading saham? Pelajari dengan serius ilmunya sebelum memutuskan terjun. Intinya, tidak ada yang seindah media sosial, ya kecuali anak sultan beneran yang punya harta warisan.
Flexing memancing keberuntungan? Bisa jadi
Jadi ingat serial Inventing Anna di Netflix. Sosok Anna Delvey kerap flexing bahwa dirinya pewaris orang kaya Jerman, selalu mengenakan baju mewah dan pamer kekayaan, walaupun faktanya tidak punya uang. Dia melakukan itu demi bisa diterima di kalangan kelas jet set dan bisa menjaring investor untuk proposal bisnisnya.
Baca juga: Pesan Psikolog, Agar Anak tak Menjadi Generasi Prank
Perang marketing
Era teknologi informatika adalah era serbuan informasi atau dengan kata lain perang informasi, perang marketing. Setiap orang berlomba-lomba mengemas dirinya atau pandangannya menjadi sesuatu yang cool, dengan label yang menarik. Flexing tidak harus berupa kekayaan, ada orang-orang yang flexing dengan gaya hidup slow living, frugal living, minimalis living, enviromentalisme, dan sebagainya, ya itu hak siapa saja. Intinya, setiap orang berlomba cari sensasi, menunjukkan apa yang ia miliki itu tidak kalah keren dengan yang lain. Kemungkinannya, belum tentu juga ada yang mau ikutin, atau sebaliknya, mendadak viral dan jadi influencer baru. Kalau berhasil jadi influencer baru kan lumayan, bisa dapat easy money dari TikTok atau Youtube (halah).
Sebagai penonton nggak usah bingung deh terombang-ambing mau ikuti arus yang mana. Pentingnya kita mendefinisikan tujuan hidup kita sendiri. Yang tidak gampang dipengaruhi orang, like, follower, apalagi penipu abal-abal. Definisikan makna sukses versi kita sendiri.
Baca juga: 3 Hal yang Harus dicemaskan Orang tua Saat Anak Punya Idola
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS