Mumet dengan situasi rumah yang ramai setiap hari karena pertengkaran kakak adik yang nggak ada habisnya? You’re not alone, mommies!
Kalau saya tanya teman atau saudara sesama orang tua yang punya anak lebih dari satu, apakah anaknya suka bertengkar, 99% jawab “iya!”
Kata orang tua yang punya anak-anak lebih kecil, penyebab kakak adik bertengkar biasanya di seputar rebutan mainan, nggak mau bergantian, ingin menguasai, saling meledek. Sementara yang anaknya sudah agak besar? Nggak beda jauh, tuh. Hanya beda barang yang direbutin aja.
Dulu saya pikir, anak-anak saya nggak akan mengalami pertengkaran. Sejak si kakak berusia 2,5 tahun, ia sudah ingin punya adik. Sudah gitu, usia dengan adiknya terpaut lumayan jauh, 5 tahun. Selama sang adik di kandungan, sayangnya minta ampun. Bahkan ketika sudah lahirpun, tampak ngemong. Saya happy banget. Walau ada suara-suara sumbang: “lihat aja nanti gedean bertengkar!” Dalam hati, ish, kok nyumpahin?
Ternyata saya naif, hehehe. Pertengkaran kakak adik terjadi juga (walau tetap nggak suka disumpahin, hahaha!). Di situ saya menyadari, oh ya wajar juga, sih, namanya juga ada dua individu dengan dua karakter yang dibesarkan dalam satu rumah, dengan fasilitas yang kadang nggak serba dua. Berapapun usia sesama saudara itu terpaut, pertengkaran tetap mungkin terjadi.
Walau pertengkaran antar saudara adalah hal yang umum terjadi, saya yakin para orang tua tetap ingin kalau anak-anaknya lebih kompak, rukun dan jarang bertengkar. Sebab, menghadapi pertengkaran mereka setiap hari bisa membuat orang tua frustrasi!
Pertengkaran di antara anak-anak terjadi ketika perselisihan menjadi agresif, yaitu melibatkan fisik seperti memukul, berteriak, memaki atau memanggil saudara dengan panggilan yang sengaja dilakukan untuk mengata-ngatai. Sebetulnya, pertengkaran antar saudara ini adalah hal yang wajar, karena anak-anak masih berada dalam fase belajar mengendalikan emosi mereka.
Pertanyaannya: ketika anak-anak berselisih paham, haruskah orang tua langsung menengahi? Sebetulnya nggak juga. Ada kalanya kita perlu menahan diri, karena ini memberi anak-anak kesempatan untuk menyelesaikannya sendiri.
Namun, kalau kita melihat sinyal perselisihan meningkat menjadi pertengkaran, tentu harus segera dilerai, sebelum jatuh pertumpahan luka dan air mata. Sebab, di tahap belajar mengendalikan emosi ini, anak-anak belum mampu untuk melerai diri sendiri tanpa bantuan orang dewasa.
Lakukan langkah berikut ketika pertengkaran terjadi:
Baca juga: The Power of Sibling
Ketika pertengkaran kandung terjadi, dan untuk menghindarinya terjadi kembali, ingatlah untuk selalu lakukan hal berikut:
Berhasil menghadapi anak bertengkar itu nggak lepas dari kemampuan orang tua untuk mengelola emosinya terlebih dahulu. Karena di dalam pertengkaran, banyak emosi negatif yang muncul dari kakak dan adik, jadi, jangan sampai kita ikut terpancing. Jangan lupa, saling topang dengan suami untuk menghadapi situasi seperti ini, ya, supaya mommies nggak overwhelmed sendirian.
Apabila frekuensi dan atau intensitas pertengkaran meningkat, dan rasanya udah no clue bagaimana menghadapinya, nggak salah lho kalau mau mencari bantuan ke psikolog.