Sorry, we couldn't find any article matching ''
5 Cara Ajarkan Anak Remaja Tentang Sexual Consent
Belakangan, mendengar betapa maraknya pelecehan hingga pemerkosaan terutama terhadap ‘anak perempuan’ rasanya bikin saya ingin marah, tapi nggak tahu mau marah sama siapa. Mommies begitu juga nggak, sih? Siapa yang harus bertanggung jawab sebenarnya soal masalah yang bikin hati nggak karu-karuan ini? Kepikiran, nih, anak-anak kita gimana? Oke, sekarang bagaimana kalau kita ajarkan anak soal sexual consent. Meski kita nggak tahu apa yang akan ia hadapi nantinya, tetapi, ia juga harus tahu aturan soal sexual consent, agar paling tidak anak bisa secara lugas berkata, ya, atau tidak terhadap sebuah perilaku seksual.
Sentuhan main-main yang bukan buat mainan
Begitu si remaja masuk sekolah menengah, bakal ada permainan baru termasuk touch game alias sentuh beberapa bagian tubuh yang sensitif. Sebut saja tepuk bokong, mencubit puting teman hingga sakit, atau memukul alat kelamin (nih kebanyakan anak laki-laki yang suka main beginian, bener nggak?). Buat beberapa orang ini sentuhan ini cuma main-main, padahal ini bukan buat mainan. Banyak orang yang merasa nggak nyaman bila disentuh atau bagian tubuhnya dijadikan mainan. Terutama ketika hal tersebut dilakukan lawan jenis.
Sebagai orangtua dari anak laki-laki, mommies mungkin perlu mengajak mereka berbicara bahwa ini bukanlah hal yang dibenarkan, meski atas nama becanda atau main-main. Baik anak laki-laki maupun anak perempuan perlu diajarkan bahwa sentuhan main-main ini nggak perlu dilakukan. Jika ada teman yang tetap melakukannya, sangat boleh ditolak, bila perlu laporkan ke guru atau orangtua. Sentuhan main-main ini sangat mungkin dikategorikan sebagai pelecehan seksual.
Baca juga: Tanda-Tanda Emosi, Perilaku, dan Fisik Remaja yang Mengalami Pelecehan Seksual
Bangun harga diri si remaja
Menurut penelitian, harga diri anak mulai menurun sekitar usia 13 tahun. Sementara dilaporkan di usia 17, sebanyak 78% anak perempuan mengatakan kalau mereka nggak suka sama bentuk tubuh mereka. Jadi mommies, anak remaja juga butuh dipuji seperti ketika mereka masih kecil, hargai dan puji anak remaja mengenai bakat atau skill, keterampilan, kebaikan, sesekali penampilan mereka juga boleh. Beri mereka kesempatan untuk menunjukkan kelebihan mereka sekecil apapun. Anak remaja dengan kepercayaan diri yang tinggi, cenderung untuk berani mengatakan tidak bila ada sesuatu yang ia tidak berkenan. Termasuk jika terjadi pelecehan atau pemaksaan terhadap dirinya.
Lanjutkan pembicaraan soal seks
Di level ini, ketika membicarakan soal seks, selipkan informasi tentang sexual consent alias persetujuan akan perilaku seksual. Kita seringkali terjebak untuk hanya membicarakan bahwa seks sebaiknya dilakukan setelah menikah, setelah usia mereka cukup, praktik seks yang aman, atau konsekuensi ketika melakukan seks bebas. Sayangnya informasi seputar sexual consent sering terlupakan. Apalagi, nih, umur-umur segini, mereka pun sudah kepikiran pacaran. Sangat mungkin sudah berpikir mengenai sentuhan seksual seperti ciuman, atau sekadar bergandengan tangan. Baik anak laki-laki dan anak perempuan harus tegas menyampaikan kalau ia setuju atau tidak setuju saat ingin dicium, misalnya. Ya berarti ya, dan tidak berarti tidak. Siapapun ketika teman dekat atau pacarnya mengatakan tidak, ia harus berhenti.
Perubahan hormon adalah bagian dari bertumbuh
Mommies bisa bantu jelaskan pada si remaja, kalau perubahan hormon adalah bagian dari proses ia bertumbuh. So, akan sangat wajar kalau pada proses tersebut ia sulit berpikir jernih, marah, bingung, atau sedih. Adalah hal yang wajar kalau ia merasa kewalahan dengan perasaannya tersebut. Ngobrol di waktu santai, kalau mereka sangat boleh untuk membicarakan perasaan-perasaan itu pada Anda orangtuanya. Minta mereka untuk tetap aware bahwa perasaan, keinginan, dan kebutuhan mereka bukanlah tanggung jawab siapa pun, melainkan tanggung jawab mereka sendiri. Mereka masih perlu mempraktikkan kebaikan dan rasa hormat kepada semua orang di sekitar mereka.
Maskulinitas yang sehat
Yang ini khusus untuk anak laki-laki. Mereka perlu diajarkan mulai dari sekolah menengah apa itu maskulinitas yang sehat. Bahwa maskulinitas itu memang baik dan penting, tapi menjadi lelaki sejati bukan berarti dia tidak bisa menunjukkan emosi sedih, menangis, atau membutuhkan bantuan orang lain. Bahwa menangis itu bukan cuma dominasi perempuan, laki-laki pun boleh menangis. Maskulinitas bukan artinya sekadar gagah-gagahan, terlihat tangguh, dan paling kuat. Tapi maskulinitas yang sehat adalah yang menghargai, menghormati, dan membantu orang lain. Bahwa yang lemah sudah sepatutnya dilindungi, bukan di-bully. Apa pun gendernya.
Baca juga: Posisi Seks Anti Nyeri Pasca Operasi Caesar
Photo by Drahomír Posteby-Mach on Unsplash
Share Article
COMMENTS