House of Secrets: The Burari Deaths, film dokumenter yang ditayangkan di Netflix, mengangkat isu mental, tapi perlu disaksikan dengan bijak.
Namanya juga film dokumenter, tentu diangkat dari kasus yang terjadi di kehidupan nyata. Awalnya, saya nggak gitu tertarik buat nonton House of Secrets: The Burari Deaths ini, tapi melihat segelintir orang yang sudah pada nonton film ini duluan, jadi makin penasaran, deh. Ada di Netflix, ya, jadi Mommies tinggal meluncur aja kalau nggak mau kena spoiler!
Banyak warning-nya!
Dari awal sudah diberi peringatan akan kebijakan saat menonton karena di dalam film dokumenter ini banyak footage atau potongan video yang menampilkan adegan bunuh diri, meski tidak ditayangkan dengan jelas, ya, dan tentu karena ini film dokumenter, adegannya nggak se-sadis dan gory Squid Game. Namun, buat orang yang mungkin mengalami ketidakstabilan mental, film ini bisa saja mengarahkan mereka ke hal-hal yang menyimpang.
Adat istiadat dan religi, relate dengan kita di sini
Film dokumenter ini digarap oleh Leena Yadav berdasarkan kisah nyata dari kasus pembunuhan massal di Burari, Delhi, India. Tetapi kalau kita melihat apa yang terjadi pada keluarga besar ini, not to mention segala ritual dan kebiasaan keluarga yang digambarkan, bisa dibilang cukup relate dengan keluarga Indonesia pada umumnya.
Every family has their own secret
Beberapa nara sumber yang dikumpulkan ketika menceritakan tentang kasus Burari Deaths ini; dari saksi; reporter kejahatan; hingga penegak hukum, mengatakan bahwa namanya keluarga, pasti punya rahasia, termasuk keluarga Chundawat yang terdiri dari 11 orang ini. Namun hebatnya, rahasia tersebut bisa benar-benar dijaga oleh seluruh anggota keluarga, tidak terkecuali anggota yang paling muda. Sehingga tentu banyak orang yang terheran-heran, usia semuda itu masa bisa, sih, diam dan memendam sebuah rencana “gila”.
Pembunuhan massal berkedok ritual
Satu-satunya barang bukti yang ditemukan dalam kasus ini hanyalah buku harian keluarga yang menurut pandangan dari para ahli merupakan tulisan tangan dari Lalit, anak bungsu keluarga Chundawat. Alkisah, Lalit sangat kehilangan ketika ayahnya meninggal. Ia mengalami trauma dan gangguan mental hingga akhirnya sering merasa “dikunjungi” oleh ayahnya alias kerasukan!
Singkat cerita, saat dirasuki, Lalit (dengan suara yang berubah seperti suara ayahnya) akan memberitahukan hal apa yang harus dilakukan oleh seluruh keluarganya, termasuk “bertemu” dengan sang Ayah. Sebelum meninggal, seluruh anggota keluarga melakukan ritual ‘Badh Tapasya’ (penyembahan pohon beringin). Ketika ditemukan dalam keadaan meninggal, keluarga Chandawat ini terlihat bergantung diri pada kain berwarna-warni membentuk barisan seperti akar pohon beringin. Serius, saya merinding selama nonton ini, jadi, kalau nggak punya cukup nyali buat nonton, saran saya, nggak usah!
Pertarungan antara iman dan mental
Sayangnya, tidak ada satu pun kerabat maupun tetangga yang mengetahui tentang ritual tersebut hingga saksi mendapatkan seluruh anggota keluarga Chundawat tidak lagi bernyawa.
Menjalani “ritual” yang dipercaya sebagai bentuk dari ketaatan manusia, sesuai dengan kepercayaannya, pada kasus ini jadinya terlihat menyimpang. Semua yang terlibat dalam kasus ini pun sulit percaya bahwa hanya dengan ajakan salah satu anggota keluarga, dalam kasus ini Lalit, 11 orang bisa serempak menyudahi nyawanya.
Hingga episode terakhir pun masih menjadi pertanyaan, apakah seluruh anggota keluarga ini benar-benar bunuh diri tanpa sedikit pun paksaan?
Gangguan mental harus ditangani dengan tepat
Jika memang Lalit yang memegang peran utama sebagai “pembunuh” di sini, seharusnya semua anggota keluarga menyadari bahwa ada sesuatu yang terjadi padanya. Entah itu gangguan mental atau stres karena trauma kehilangan figur ayah, hal tersebut bukanlah sesuatu yang patut disembunyikan, dibantah (denied), maupun diacuhkan. Karena pada akhirnya, penyakit Lalit ini yang menjadi penyebab keluarganya musnah. Buat saya sendiri saat menonton, rasanya miris banget ngebayangin keluarga dari pihak kakak ipar Lalit, bahkan keluarga istrinya sendiri. Apakah mereka rela menerima keluarganya pergi karena bunuh diri?
Kasus ini memang konon terkubur oleh berita lain, tapi kalau dilihat dari yang diceritakan, bisa dipastikan meninggalkan duka yang hebat, bahkan mungkin dirasakan oleh sebagian besar masyarakat di India.