banner-detik
KIDS

Saat Dulu Remaja, Paling Sebal Kalau Orangtua Kita…

author

Ficky Yusrini12 Aug 2021

Saat Dulu Remaja, Paling Sebal Kalau Orangtua Kita…

Bukan semata salah gadget, tapi perilaku kita saat dulu remaja pun buat orangtua kita sama beratnya dengan kita menghadapi remaja kita sekarang (hayoo..ngaku!)

Pusing dengan kelakuan anak remaja kita sekarang? Eits, tunggu dulu. Jangan merasa anak zaman now adalah generasi paling bandel dan sulit diatur. Bedanya memang, dulu zaman kita remaja belum ada gadget seperti sekarang.

Dari sudut pandang psikologi, tantangannya sama. Remaja adalah masa-masanya anak tumbuh mencari individualisasi, lepas dari bayang-bayang orangtua. Muncullah pemberontakan, letupan-letupan emosi yang dipengaruhi hormon, perlawanan, adu argumentasi, hingga kuat-kuatan otoritas.

Baca juga:

Belajar dari Kasus Zara, Bijak Gunakan Fitur Close Friend

Flashback ke masa lalu, kalau saya ingat-ingat kembali, saat remaja dulu, hal yang bikin saya kesal dari orangtua, antara lain:

Menyuruh chores (Pekerjaan rumah)

Siapa suka dapat tanggung jawab kerjaan rumah? “Ayo, nyapu!” “Bersihin jendela!” “Cuci bajumu sendiri!” “Sini masak dulu!” “Cuci piring semua!” “Rapiin lemari!” dan panjang lagi deretan chores yang dibebankan. Belum lagi, kalau ada handuk, baju kotor, yang tidak pada tempatnya, sementara saya sedang asyik-asyiknya dengan kesibukan saya. Lebih kesal lagi kalau pagi embel-embel, “Anak perempuan harus bisa bersih-bersih, masak!” Sementara adik-adik yang laki-laki bisa melawan dan kabur dari chores.

Aturan bangun harus subuh

Saya merasa sebagai anak paling malang sedunia, dengan kewajiban bangun pagi begitu azan subuh berkumandang. Kami (saya dan adik-adik) digiring untuk berjalan kaki dengan mata masih terpejam salat subuh ke masjid, di saat tak ada satu pun anak-anak lain yang salat subuh di masjid. “Anak lain kok kayaknya bebas-bebas saja bisa bangun nggak harus pas subuh banget,” gerutu saya waktu itu.

Ributin ritual agama

Orangtua cukup keras dan disiplin dalam mengajarkan anak-anaknya menjalankan ritual. Berhubung saya muslim, kewajiban seperti salat lima waktu, mengaji, iqro, pengajian, puasa, dan sebagainya, ditegakkan lewat paksaan. “Satu-satunya yang bisa menyelamatkan kalian adalah belajar agama,” begitu pesan orangtua. Tidak ada kata manja dan tawar menawar kalau sudah menyangkut ritual agama. Mereka tidak segan menjadi ‘polisi galak’.

Melarang pacaran

Pergaulan dengan lawan jenis dengan ketat dibatasi. Serba salah, bergaul di luar rumah, enggak boleh. Ada teman laki-laki yang main ke rumah, ditungguin. Boro-boro mau curhat naksir-naksiran. “Awas, ya, kalau kamu berani-berani pacaran, mending kawin aja sekalian!” ancam orangtua. Daripada jujur kena omelan, mending sembunyi-sembunyi, deh! Hi…hi…hi…

Ceramah moral

Orangtua doyan sekali menceramahi anak-anak. Anaknya baik-baik, diceramahi karena takut nanti anak kena pengaruh teman-temannya yang dianggap nakal dan pergaulan sesat. Apalagi anaknya sedikit nakal, durasi ceramah tidak tanggung-tanggung, seperti dalang memainkan wayang, bisa berjam-jam! Ini siksaan berat buat saya. Saya menyebutnya, nyanyian nyiur kelapa. Kuat banget khotbah berlama-lama. Efeknya ke diri saya, saya seperti ‘mati’ di dalam. Seluruh kata-katanya mengalir ke telinga kanan keluar telinga kiri. Tidak ada satu pun yang saya dengarkan, walau kuping ini terbuka lebar.

Berlakukan jam malam

Main di malam hari, walaupun cuma ke tetangga, maksimal pukul 20.00. Lewat dari itu, mereka tidak segan-segan mencari di mana saya berada dan menyeret saya pulang. Sering beberapa kali terjadi, hingga saya merasa dipermalukan di depan teman-teman. Rupanya, aturan jam malam ini masih berlaku sampai sekarang, setiap kali saya pulang mudik ke rumah orangtua, ha...ha…ha….Their house, their rule. Oke, deh!

“Lagu apaan, nih?”

Paling sebal kalau orangtua komentarin selera musik lalu dikomentarin. Berbau cinta-cintaan lah. Kebarat-baratan. Musiknya punk. “Orang teriak-teriak begini kok didengerin. Apa bagusnya, sih!”

Datang ke kamar tanpa terdengar langkah

Sneaking dan seolah ngecek apa yang sedang saya lakukan. Heloo! Remaja butuh privasi lebih. Tidak suka sering-sering dicek, apalagi dikagetin nongol tiba-tiba!

Buka buku diari

Siapa yang dulu suka mencatat jurnal curhatan harian di buku diari? Buku dengan kertas yang bergambar bunga-bunga harum baunya, ada gemboknya pula. Saya selalu menyembunyikan diari dengan rapi, tapi kalau diingat-ingat, dulu pastilah orangtua saya suka ngintip-ngintip apa yang saya tulis. Kalau sekarang, handphone anak sama pentingnya dengan buku diari kita zaman dulu.

Sudah ingat kan apa yang kita sebal dari orang tua saat dulu remaja, nah pertanyaannya, kira-kira apakah kita melakukan hal yang sama pada anak remaja kita?

Anyway, Selamat Hari Remaja Internasional ya…

Photo by Creative Christians on Unsplash

Share Article

author

Ficky Yusrini

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan