Sorry, we couldn't find any article matching ''
Psikosomatik: Ketika Stres dan Depresi Mengakibatkan Sakit Fisik
Istilah psikosomatik adalah kondisi seseorang yang mengalami keluhan fisik tetapi bukan disebabkan oleh cedera atau infeksi melainkan timbul dari pikiran dan emosi.
Penyakit psikosomatik diperburuk oleh stres emosional yang kemudian berdampak pada tubuh kita, menyebabkan timbulnya rasa sakit fisik dan gejala-gejala lain. Ketika sistem kekebalan tubuh seseorang menjadi lemah karena mengalami stres berat, ibarat orang ketiga dalam pernikahan, depresi datang memperparah keadaan.
Photo by Luis Villasmil on Unsplash
Apa itu gangguan Psikosomatik?
Kondisi pikologis yang melibatkan terjadinya gejala fisik namun biasanya tidak bisa dijelaskan secara medis. Orang dengan kondisi ini mungkin memiliki pikiran, perasaan, atau kekhawatiran yang berlebihan, yang memengaruhi kemampuan mereka untuk beraktivitas dengan baik. Orang dengan gangguan psikosomatik biasanya tidak merasakan adanya masalah kejiwaan. Sebaliknya, mereka percaya masalah mereka disebabkan oleh kondisi medis. Mereka cenderung sering mengunjungi dokter agar dapat menjalani berbagai macam tes dan perawatan dan seringkali tidak menerima diagnosis, yang menyebabkan mereka menjadi frustrasi dan semakin susah hati.
Dari orangtua hingga anak-anak bisa mengalaminya
Gangguan ini terjadi pada sekitar 5 sampai 7 % dari populasi umum dan 10 kali lebih banyak pada perempuan dibandingkan pria. Gejala stres juga bervariasi menurut usia. Bahkan anak-anak sering menunjukkan gejala stres melalui tubuh mereka karena anak-anak belum mengembangkan kemampuan bahasa yang mereka butuhkan untuk mengkomunikasikan perasaan mereka.
Misalnya, seorang anak yang mengalami masalah di sekolah mungkin sering sakit perut dan diminta pulang oleh guru mereka atau sering minta di rumah saja. Sedangkan stres di kalangan remaja bisa sangat intens, terutama selama periode penyesuaian sosial dan terjadinya perubahan hormonal. Seringkali tanda-tanda stres pada remaja terabaikan karena dianggap sebagai kecemasan semata, padahal itu benar-benar tanda depresi yang dialami remaja.
Orang-orang lanjut usia juga rentan terhadap depresi karena merasa diabaikan, tidak berguna, terisolasi, dan mengalami masalah kesehatan yang serius. Jika Mommies juga tinggal bersama lansia, pastikan Mommies mengenali gejala-gejala depresi pada mereka dan mencarikan bantuan.
Penelitian menemukan bahwa hal-hal di bawah ini bisa membuat orang-orang cenderung memiliki gejala psikosomatik:
• Gaya hidup yang berantakan.
• Kesulitan mengenali dan mengekspresikan emosi.
• Diabaikan saat kecil.
• Mengalami pelecehan seksual.
• Kondisi psikologis lainnya seperti depresi atau gangguan kepribadian.
• Penyalahgunaan zat aditif (alkohol dan narkoba).
• Tidak punya pekerjaan.
Mampukah psikosomatik memengaruhi tubuh Anda?
BISA. Yang umum dialami seperti, kelelahan, insomnia, sakit dan nyeri (otot dan punggung), hipertensi, sesak napas, gangguan pencernaan, sakit kepala dan migraine, impotensi, dermatitis, dan tukak lambung.
Penyebab timbulnya gejala-gejala psikosomatik
Seseorang yang merasa sangat tertekan dan tidak mampu mengungkapkan emosi tapi memendamnya juga membuat dada sesak pada akhirnya mencapai titik puncak emosional dan bermanifestasi menjadi gejala fisik, memicu episode depresi berkepanjangan. Sadar atau tidak, Anda mungkin menyadari beberapa sinyal atau peringatan mengenai kondisi yang Anda alami. Misalnya, jika selama ini leher Anda selalu menjadi kelemahan fisik, Anda mungkin merasa rasa sakit meningkat saat dilanda stres. Sakit pungung, masalah perut, dan sakit kepala adalah tanda-tanda umum lain bahwa Anda sedang alami stress.
Stres juga dapat membahayakan kekebalan tubuh Anda. Beberapa orang merasakan bahwa ketika mereka stres, mereka lebih rentan terkena flu atau pilek atau infeksi lain dan membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh.
Apa saja gejalanya?
• Mudah marah dan tersinggung karena mereka yakin kebutuhan medis mereka tidak terpenuhi.
• Menjadi depresi atau cemas.
• Sering mengunjungi dokter dan berpindah dari satu dokter ke dokter lain.
• Merasakan sensasi nggak nyaman di perut.
• Detak jantung yang sangat cepat.
• Telapak tangan berkeringat.
• Otot-otot tegang.
• Sulit fokus saat bekerja, belajar, atau bergaul.
Photo by Francisco Venâncio on Unsplash
Bagaimana mengatasi gejala psikosomatik?
Dokter mungkin akan menyarankan Anda untuk ngobrol dengan psikiater atau psikolog tetapi itu tidak berarti bahwa Anda hanya memerlukan perawatan psikologis. Penting untuk mempelajari cara mengelola stres secara efektif. Sementara itu, Anda juga perlu mengobati rasa sakit fisik dan gejala lain yang ditimbulkannya. Analoginya begini,: bayangkan penyakit psikosomatis seperti banjir besar yang terjadi setelah bendungan jebol. Langkah terpenting adalah memperbaiki bendungannya. Namun, penting juga untuk menangani banjir yang sudah terjadi sambil bendungan diperbaiki. Beberapa perawatan yang dapat dilakukan termasuk terapi perilaku kognitif, obat antidepresan, Mindfulnes Based Cognitive Therapy (meditasi), dan berbicara dengan psikiater atau psikolog.
Cara mencegah gangguan psikosomatik
• Bersikap realistis tentang apa yang bisa dan tidak bisa dikendalikan.
• Jujurlah dengan orang lain dan diri sendiri.
• Usahakan cukup tidur.
• Punya buku harian untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran.
• Batasi alkohol dan hindari merokok.
• Cari dukungan dari orang-orang tersayang.
• Tetapkan batasan untuk mengurangi tekanan pada diri sendiri.
• Lakukan hal-hal baik kepada orang lain dan diri sendiri.
• Makan makanan yang seimbang, berolahraga secara teratur, dan jika memungkinkan, ciptakan ruang tidur yang menenangkan.
• Cari cara baru yang menyenangkan untuk mengatasi stres.
• Pelajari teknik relaksasi.
• Lepaskan dendam, ubah pola pikir negatif, atau tinggalkan hubungan yang tidak sehat.
• Luangkan waktu untuk kegiatan santai.
• Beristirahatlah ketika merasa kepala mulai penuh dan sumpek.
Penting untuk merelakan bahwa segala sesuatu tidak selalu berjalan seperti yang Anda mau. Belajar menerima bahwa Anda dan orang-orang lain di sekitar Anda hanyalah manusia biasa. Jadi, jangan harapkan kesempurnaan. Jika ada kondisi yang membuat Anda harus merasakan emosi-emosi negatif seperti sedih, marah, dan kecewa, rasakan dan hadapi tanpa bereaksi berlebihan. Anda mungkin juga perlu melepaskan harapan-harapan tertentu dan rasa bersalah. Jangan lagi gunakan kata ‘seharusnya’ atau ‘seandainya’. Sekali lagi, Anda hanya manusia biasa.
Kita sering lupa, bahwa sumber stres terbesar adalah tekanan yang kita berikan terhadap diri kita sendiri, dan itu, sesungguhnya ada dalam kendali kita.
Share Article
COMMENTS