Sorry, we couldn't find any article matching ''
Oknum Satpol PP Memukul IBu Hamil: Bagaimana Membesarkan Anak Laki-laki yang Anti Kekerasan?
Viral ada oknum satpol PP memukul ibu hamil. Tugas berat untuk kita sebagai orang tua, bagaimana membesarkan anak laki-laki yang anti kekerasan dan menghargai perempuan.
Image: Photo by Robert Collins on Unsplash
Hari ini berita ramai mengenai tindakan arogan seorang oknum satpol PP yang memukul ibu hamil dalam rangka penertiban PPKM. Dalam bayangan saya, membesarkan anak perempuan pastilah berat. Terlebih dalam masyarakat yang budaya patriarkinya masih kuat. Anak perempuan rentan menjadi korban kekerasan, baik itu kekerasan fisik maupun seksual. Salah satu penyebab kekerasan pada anak laki-laki adalah karena mereka dibesarkan dengan stereotip bahwa anak laki-laki tidak boleh mengekspresikan emosi sebebas anak perempuan.
Baca juga: Untuk Para Ibu yang Memiliki Anak Laki-laki
Korban Maskulinitas
Sewaktu kecil, saya sering jadi korban agresivitas adik laki-laki saya, yang sedikit-sedikit ngajak berantem, dan kalau sudah berantem pasti main fisik; nyubit, jambak, mukul. Setelah menjadi ibu, saya baru sadar, ternyata ‘privilege’ yang seolah dimiliki anak laki-laki, sebetulnya tidak menguntungkan bagi anak laki-laki itu sendiri. Saya sering was-was dengan perilaku anak-anak lelaki yang cenderung agesif dan dekat dengan perilaku kekerasan. Tonjok-tonjokan dengan teman dianggap hal yang biasa. Punya anak laki-laki lebih rentan menjadi korban kekerasan temannya, dibanding anak perempuan. Anak saya yang secara fisik terbilang lemah, kerap mengalaminya. Malah terkadang, berkelahi bukan karena marahan tapi sekadar ekspresi bercanda.
Menyitir tulisan seorang psikolog di New York Times, ada keterkaitan erat antara norma maskulinitas dan perilaku kekerasan. Menurut sebuah penelitian tahun 2017, laki-laki muda berusia 18-30 tahun yang dibesarkan dalam budaya identitas gender tradisional cenderung tidak bahagia. Mereka juga rentan mengalami perisakan (bully) dan pelecehan seksual. Dalam sebuah penelitian lain mengungkap, pria di negara dengan tingkat kesetaraan gender yang tinggi lebih kecil kemungkinannya untuk bercerai, tertekan, atau mati akibat kekerasan.
Perilaku kekerasan yang dilakukan anak laki-laki ini termanifestasi menjadi tiga jenis kekerasan, yakni kekerasan terhadap sesama laki-laki, kekerasan terhadap perempuan, dan kekerasan terhadap diri sendiri. Salah satu penyebab kekerasan pada anak laki-laki adalah karena mereka dibesarkan dengan stereotip bahwa anak laki-laki tidak boleh mengekspresikan emosi sebebas anak perempuan. Contoh sederhana, saat anak kita menangis, orangtua cenderung berkomentar, “Ih, masa anak laki kok cengeng gitu! Udah, jangan nangis!” “Gitu aja mewek! Cowok macam apa kamu!” Sebagai orangtua, tanpa sadar cenderung membedakan antara pengasuhan anak laki-laki dan perempuan. Konsep tentang kejantanan ini juga mereka peroleh dari televisi, film, game, teman, lingkugan, dan sebagainya.
Baca juga: 5 Hal yang Ingin Selalu Saya Lakukan Bersama Anak Laki-Laki Saya
Memutus Budaya Kekerasan
Pertanyaannya, bagaimana membesarkan anak laki-laki yang antikekerasan, di tengah budaya patriarki yang masih melekat? Sejak kecil saya tidak pernah membelikan mainan anak berupa pistol-pistolan, pedang, atau apa pun yang berbentuk senjata. Anak saya juga tidak pernah tertarik untuk memainkannya. Walaupun, tetap saja, ia punya kegandrungan tinggi pada hal-hal yang berbau peperangan.
Selain itu, ada beberapa poin menarik yang saya temukan di website Bay Area Parent, antara lain:
Artikel Seputar Kekerasan pada Perempuan:
Tugas Berat Ibu dari Anak Laki-laki: Mengurangi Angka Kekerasan pada Perempuan
6 Penyebab Kekerasan Seksual pada Perempuan Terus Terjadi di Indonesia
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS