Sensory Food Aversion pada Bayi, Bukan Susah Makan Biasa

Health & Nutrition

Sisca Christina・07 Jun 2021

detail-thumb

Bayi kerap menolak puree buah atau sayuran yang ditumbuk? Jangan buru-buru menyebutnya picky eater, bisa jadi bayi mengalami Sensory Food Aversion.

Ketika anak susah makan, seringkali orang tua melabelinya dengan picky eater. Terkadang, apa yang tampak seperti pilih-pilih makanan pada anak sebenarnya adalah masalah sensorik yang membuatnya melihat makanan jauh berbeda dari orang lain. Dengan kata lain, otak bayi membuatnya merasa sangat kuat tentang rasa, tekstur, suhu dan aroma makanan tertentu. Yuk, pahami apakah bayi mommies memang sekedar susah makan, atau sebenarnya mengalami Sensory Food Aversion.

Apa Itu Sensory Food Aversion?

Kondisi di mana bayi menunjukkan reaksi sensorik yang berlebihan terhadap jenis makanan tertentu disebut Sensory Food Aversion (SFA). Reaksi sensorik ini timbul akibat keengganan bayi terhadap rasa, tekstur, suhu dan aroma makanan.

Melansir Napa Center, sistem sensorik bayi akan mengirimkan informasi ke otaknya tentang apa yang dialami tubuhnya melalui indera bayi, yaitu: penglihatan, penciuman, sentuhan, rasa, tekstur, dll. Kemudian, otak memberitahu sistem motoriknya yaitu otot-otot untuk merespon informasi sensorik tersebut.

Misalnya, ketika bayi merasa makanannya terlalu panas, tekstur puree yang ia makan terlalu lunak, ikan kukusnya sedikit amis, maka otaknya memerintahkannya untuk menolak makanan-makanan tersebut, dengan melepeh, tersedak atau memuntahkannya. Apabila sistem sensorik-motorik bayi tidak seimbang, masalah makan dan gangguan menelan sering muncul.

Bagaimana Membedakan Picky Eater dan Anak dengan Kondisi SFA?

Anak dengan kondisi pilih-pilih makanan yang ekstrem memang hanya bisa menerima variasi makanan yang lebih sedikit. Namun jika tidak disertai masalah sensorik, umumnya mereka bersedia makan lebih dari 30 jenis makanan.

Sementara anak-anak dengan SFA, makan kurang dari 20 makanan yang berbeda.

Beberapa Tanda Sensory Food Aversion pada Bayi

Situs Baby Sparks menyebutkan, bayi dengan masalah sensorik bisa menjadi terlalu sensitif atau malah kurang sensitif terhadap makanan. Untuk beberapa anak, tekstur yang sedikit kental bisa terasa seperti potongan besar makanan di mulut mereka (sensitivitas berlebihan), sementara yang lain mungkin hampir tidak merasakan rasa apa pun saat makan jelly (kurang sensitif). Keduanya bisa berdampak buruk pada selera makan mereka.

Masalah sensorik bisa sangat mirip dengan kondisi picky eating; beberapa tanda SFA yang tampak pada bayi antara lain:

  • Menolak makanan tertentu
  • Sangat rewel selama waktu makan
  • Hanya makan beberapa makanan favorit
  • Menolak mencoba makanan baru
  • Dampak SFA pada Bayi dan Keluarga

    Makanan anak kurang bervariasi, rentan mengalami defisiensi gizi

    Ketika anak mengalami SFA, tentu variasi makanan yang masuk ke dalam tubuhnya jadi kurang bervariasi. Dalam jangka panjang dapat menyebabkan defisiensi gizi seperti protein, zat besi, vitamin D, vitamin C, dan seng. Tentunya ini dapat mengganggu tumbuh kembang anak. Selain itu, anak dengan SFA juga jadi punya kecenderungan lebih suka makan makanan olahan, yang membuat si kecil berisiko mengalami kenaikan berat badan yang tidak sehat.

    Baca juga: Waspadai Tanda dan Gejala Anak Kekurangan Vitamin A, B, C, D Berikut Ini

    Orang tua jadi stres

    Urusan anak susah makan bisa menyebabkan orang tua emosional dan stres. Orang tua diliputi rasa khawatir akan kebutuhan gizi anak yang nggak tercukupi untuk tumbuh kembang mereka. Orang tua juga dituntut untuk lebih kreatif mengolah makanan yang sekiranya disukai anak, padahal preferensi makanan anak sangat terbatas.

    Isolasi sosial

    Ketika anak semakin besar, gangguan SFA ini bukan tidak membuat mereka jadi menarik diri dari lingkungan teman-temannya. Anak bisa jadi enggan untuk bermain ke rumah teman mereka atau makan di tempat asing karena takut akan dihadapkan dengan makanan tertentu.

    Bagaimana Mengatasinya?

    Mengatasi anak dengan gangguan SFA pasti nggak mudah. Namun, mommis bisa mencoba memberikan pengalaman makan yang positif. Mulailah kebiasaan makan bersama keluarga di meja makan, setidaknya sekali dalam sehari. Sajikan makanan-makanan sehat yang bervariasi. Jadilah role model dengan memberi contoh perilaku makan sehat. Paparan anak terhadap berbagai jenis variasi makanan akan meningkat pula. Walau ini tentu nggak semudah yang diucapkan, namun jika dilakukan secara konsisten, niscaya membuahkan hasil. Sabar ya, mommies.

    Kapan harus cek ke dokter?

    Jangan ragu berkonsultasi dengan dokter atau terapis jika kondisi bayi kian memburuk, misalnya:

  • Terus-menerus menangis, mengacak-acak makanan hingga sangat berantakan, atau menutup diri dengan makanan baru.
  • Menolak seluruh kategori tekstur makanan atau kelompok gizi.
  • Kenaikan berat badan yang buruk atau penurunan berat badan yang berkelanjutan.
  • Tersedak atau batuk terus-menerus.
  • Muntah terus-menerus selama atau setelah makan.
  • Tampak sesak saat makan atau sesudah makan.
  • Berjuang untuk mengontrol makanan di mulut.
  • Waktu makan lebih lama dari 35-40 menit.
  • Semakin cepat bayi mendapatkan perawatan, semakin cepat kondisinya membaik, bagi bayi maupun seluruh keluarga.

    Baca juga: Jangan Katakan 11 Hal Ini Kepada Orang Tua yang Anaknya Susah Makan

    Foto: Freepik