banner-detik
KIDS

6 Tanda Orang tua Micromanaging dan Bahayanya Pada Anak

author

Ficky Yusrini29 Apr 2021

6 Tanda Orang tua Micromanaging dan Bahayanya Pada Anak

Atas dasar ingin yang terbaik untuk anak, intervensi pun dilakukan. Hasilnya kita menjadi orang tua micromanaging yang malah membahayakan masa depan anak.

Umumnya, orangtua sulit melihat kekurangan diri sendiri. Lebih mudah melihat kuman di rumah orang lain daripada gajah di pekarangan sendiri. Buat saya pribadi, refleksi seperti ini biasanya baru muncul setelah ngobrol ghibah sana sini (sst, ghibah berfaedah ya). Dari cerita teman, misalnya, ada seorang ibu yang selalu menunggui kelas zoom anaknya yang duduk di bangku SMP. Ada juga, orangtua yang ikut mengerjakan tugas sekolah anaknya, memaksa anaknya aktif mengikuti berbagai kelas zoom di luar sekolah demi anaknya punya banyak teman dan kesibukan.”Oh, ternyata ada ya orangtua seperti itu,” gumam saya dalam hati.

Berbalik ke diri sendiri, tanpa sadar, sebetulnya saya pun sering melakukan tindakan yang masuk kategori micromanaging. Contoh, saat melihat baju pilihan anak yang itu lagi-itu lagi, saya akan buka lemari baju dan memintanya mengganti baju yang saya pilih. Saya selalu memilihkan buku apa yang harus ia baca, saya suka mengontrol tugas apa yang sudah ia kerjakan hari ini, saya akan bertanya apa saja yang ia tonton, dengan siapa ia mengobrol, mendorongnya lebih banyak bergaul, dan sebagainya. Hal-hal yang sebetulnya bisa disebut micromanaging juga.

Orangtua yang terlalu cuek dan ignorance pada kebutuhan anak, juga buruk, membuat anak tumbuh seolah tanpa asuhan. Micromanaging, sering juga disebut helicopter parent, bulldozer parent, overprotektif, dan lainnya, sampai batas mana disebut berlebihan dan membahayakan anak?

Orang tua micromanaging disebut berlebihan, apabila:

Lebay dalam memuji-muji anak

Sebagai orangtua, kita merasa perlu mendorong anak untuk melakukan yang terbaik. Salah satunya lewat pujian. Tapi, pujian yang kelewat berlebihan juga bisa mempermainkan hasrat anak. Ia akan melakukan sesuatu dengan motif ingin mendapatkan pujian dari orang lain. Hal yang sama juga berlaku dalam hal pemberian iming-iming hadiah agar anak mau melakukan suatu kebiasaan baik.

Bereaksi berlebihan terhadap kegagalan

Melihat nilai rapor atau ulangan anak yang dominan merah, kecewa karena anak tidak diterima di sekolah impiannya, itu juga suatu pertanda orangtua micromanaging. Bereaksi berlebihan terhadap kegagalan tidak membantu anak beradaptasi dan bertumbuh mentalnya.

Anda sulit mengatakan tidak

Kesal dengan perilaku anak yang berlama-lama main game, tapi sulit untuk mengatur anak bermain dengan gadget-nya? Dengan alasan tidak tega pada tangisan anak? Anak jadi semakin sulit untuk respek dan patuh pada orangtua karena ia tahu orangtua memanjakannya dan memberinya kebebasan.

Baca juga: Pesan Untuk Anak Ibu, Nikmati Masa Mudamu!

Terlalu berhati-hati

Bagaimana caranya anak belajar jalan, belajar sepeda, tanpa perlu terjatuh. Sedih rasanya melihat anak cedera. Anda pun buru-buru memegangi anak saat melihatnya berjalan bergoyang-goyang di lantai. Niat Anda untuk melindungi mereka dari risiko ini dapat mencegah mereka menjadi berani mengambil tantangan dan membangun kepercayaan diri pada kemampuan mereka sendiri.

Tidak membiarkan anak mengurus dirinya sendiri

Menyiapkan seluruh keperluan anak, merapikan kamarnya, sampai mengerjakan tugas-tugas sekolahnya demi bisa mengumpulkan tugas tepat waktu, membuat anak jadi terbiasa dilayani dan kehilangan kemandiriannya. Biarkan anak belajar mengurus dirinya sendiri dan mengatasi kesulitannya sendiri akan membuat mereka menjadi lebih mandiri di masa dewasanya.

Kebahagiaan anak jadi fokus utama

Semua orangtua ingin anaknya tumbuh menjadi anak yang bahagia. Namun, kebiasaan ini dapat merampas kemampuan anak dalam mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Seringkali orangtua punya versi kebahagiaan sendiri, misalnya, anak masuk sekolah favorit, anak ikut klub olahraga tertentu, anak harus punya banyak teman, dan sebagainya. Jika fokus utamanya adalah pada kebahagiaan, orangtua jadi mudah tergoda untuk membiarkan anak-anak melakukan apa yang menjadi kesenangannya. “Boleh dong, main TikTok dan Instagram seharian.” “Boleh dong, enggak mau mikirin tugas belajar.” “Boleh dong, nonton TV nonstop.” Yang penting kamu happy, Nak!

Nah, sekarang mau seperti apa yang kita pilih dalam membesarkan anak? Kalau saya jelas nggak mau membuat anak jadi tidak mandiri. Pilihan di tangan Anda.

Baca juga: Tips Parenting ala Chrissy Teigen

Photo by Kelli McClintock on Unsplash

Share Article

author

Ficky Yusrini

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan