Yuk, dorong anak-anak perempuan kita untuk jadi The Next Kartini, yang mempunya daya juang, semangat dan ketekunan, seperti kartini muda masa kini berikut.
Peringatan hari Kartini menjadi perenungan bagi saya dalam hal mengasuh anak perempuan saya, dan ingin jadi apa ia kelak. Urusan mendapatkan pendidikan mungkin sudah nggak jadi isu sebesar di masa lalu. Tapi, bagaimana membentuk anak perempuan agar punya kualitas diri yang baik, punya daya juang tinggi, tekad yang kuat, semangat, ketekunan dan ketangguhan untuk mencapai sesuatu, bahkan menjadi sesuatu. Bukan untuk diri sendiri atau keluarga saja, tapi juga untuk berkontribusi bagi orang banyak dan tanah air, seperti lima kartini muda masa kini, yang jejaknya menginspirasi.
Irene Sukandar
Catur bisa dibilang bukan olahraga favorit perempuan. Tapi Irene Sukandar mengukir prestasi membanggakan di cabang olahraga ini. Nggak tanggung-tanggung, Irene yang bergelar Woman Grandmaster (WGM) ini masuk dalam 100 besar daftar pecatur wanita terbaik di dunia berdasarkan Federasi Catur Internasional (FIDE), tepatnya peringkat ke-54. dalam kategori standard chess. Pemudi yang menekuni catur sejak usia 7 tahun ini, mendapatkan gelar Master Nasional Wanita Termuda Indonesia dan menempati peringkat 10 besar. Saat di bangku SMP, ia meraih gelar Master dari FIDE. Pada Desember 2008, dia menjadi orang Indonesia pertama yang meraih gelar Grand Master Internasional Wanita (GMIW). Irene meraih semua itu berkat ketekunannya, dan ini layak dicontoh para remaja.
Rachel Amanda
Siapa nggak kenal Rachel Amanda? Tapi, bukan soal kemampuan aktingnya yang mau saya bahas di sini. Selain jago seni peran, menyanyi dan menulis, Amanda juga suka berorganisasi. Pada 2019, ia terlibat sebagai sukarelawan untuk Youth Advisory Panel (YAP) dari United Nations Fund for Population Activities (UNFPA). Tugasnya dalam organisasi tersebut antara lain berbagi ilmu seputar isu pendidikan seks, kesetaraan gender, dan seterusnya. Amanda sering membagikan pandangan dan pengalamannya dalam hal isu gender di berbagai acara dan sharing session. Bahkan, ia punya harapan akan industri perfilman lebih banyak mengangkat isu-isu perempuan. Hal lain yang patut dicontoh dari Amanda, ia tidak meninggalkan studinya sesibuk apapun kegiatannya di industri hiburan. Setelah merasa nggak cocok menempuh jurusan Kesehatan Masyarakat selama empat semester, ia beralih ke jurusan Psikologi hingga lulus. Menurutnya, latar belakang pendidikannya sangat bermanfaat dalam menunjang karir dan kegiatannya saat ini. Jadi, jangan suka bilang, jurusan nggak kepakai di kerjaan, ya! Hehehe.
Michaela Samantha
Saat pemudi masa kini banyak yang mengarahkan tujuan hidupnya buat jadi content creator atau influencer (terlepas dari konten yang dibuatnya bermanfaat atau nggak buat banyak orang), di luar sana masih banyak pemudi yang masih tertarik dengan studi ilmiah. Salah satunya, Michaela Samantha. Ia sudah sering berkecimpung di dunia penelitian sejak SMP. Sekitar tiga tahun lalu, saat masih belajar di SMAK Penabur Serpong, ia melakukan riset rekayasa genetika dengan memodifikas DNA beras sehingga menghasilkan beras berprotein hewani. Tujuannya, agar beras tersebut dapat dikonsumsi oleh masyarakat di negara berkembang yang masih kekurangan gizi atau pangan. Penelitiannya itu berhasil menyabet berbagai penghargaan baik nasional internasional, antara lain di ajang Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI, Youth Science and Innovation Fair (YSIF) dan Intel International Science and Engineering Fair (ISEF). Wah, mengagumkan, ya?
Gita Savitri Devi
Gita adalah perempuan Indonesia yang berhasil menuntut ilmu di Freie Universität, Berlin, Jerman jurusan kimia murni tanpa perlu mengeluarkan biaya sepeserpun. Duh, orang tuanya pasti bangga banget ini. Ia kemudian memotivasi anak muda untuk bisa belajar ke luar negeri melalui konten di akun media sosialnya. Alhasil, banyak anak Indonesia jadi tergerak untuk mengikuti jejaknya. Satu pesan yang ia selalu selipkan: jangan lupakan tanah air ketika menuntut ilmu di negara manapun.
Kannya Nadila Siregar
Bercita-cita menjadi diplomat seperti ayahnya, Kannya punya misi dan berperan aktif untuk melestarikan tradisi dan budaya Indonesia. Karena keaktifannya tersebut, ia pernah terpilih menjadi International Student of The Year di Northern Territory, Australia. Di usia yang masih belia, ia juga sudah “melek” terhadap isu perempuan. Menurutnya, perempuan itu bukan makhluk lemah, dan sangat mampu melakukan hal-hal seperti pria, termasuk dalam bidang politik. Tinggal dan menempuh pendidikan di Australia tidak membuat kecintaannya terhadap tanah air luntur.
Ada deretan kartini muda lainnya yang ingin mommies tambah? Komentar di sini, yuk!
Baca juga: Hari Kartini dan Resolusi Digital
Gambar ilustrasi: Freepik.com