Kurang lebih sejak satu setengah tahun lalu, saya mulai follow akun @srl789. Iseng follow, karena kebetulan adik sepupu yang baru lulus kuliah dan sedang gencar mencari pekerjaan juga follow saat itu. Nggak taunya, diam-diam saya malah ikut ‘nyomot’ ilmu yang dibagikan oleh akun ini. Samuel Ray, atau netizen biasa memanggil Ko Sam adalah sosok dibalik akun tersebut. Mulai dikenal publik sejak dia giat membagikan konten yang berkaitan dengan karier dan pengalaman kerja di media sosialnya, terutama Instagram dan Twitter. Nggak heran, sih, sebab dia merupakan seorang HR Manager profesional yang sudah melalang buana dan khatam di Human Resources. Walau sibuk bekerja dan buat konten, namun dia tetap bisa membagi waktu untuk keluarganya lho. Bahkan setiap hari nggak ragu bantu istri mengurus anak dan bebersih rumah. Baginya melakukan pekerjaan rumah dan membantu istri mengurus anak, nggak bikin seorang laki-laki kehilangan maskulinitasnya. Simak kisah lengkapnya berikut ini yuk.
Lagi sibuk ngantor dan bikin konten aja nih. Sekarang kan WFH juga, jadi bisa bantu istri mengurus anak dan urus rumah juga. Ini juga tahun ke dua Hannah (2th) hadir dalam hidup kami. Lagi seru-serunya menikmati perkembangan dia yang makin aktif setiap hari. Awalnya saya tertarik dengan dunia pendidikan. Saat masih kuliah di Jepang saya sering mengikuti kegiatan-kegiatan seperti volunteer mengajar, sharing dan training. Dari sana saya berpikir, setelah lulus nanti ingin bekerja kantoran yang bisa membantu orang lain untuk berkembang, sehingga terpikir untuk menjadi HR. Puji Tuhan, dikasih jalan sampai menjadi HR Manager seperti sekarang.
Trigger-nya waktu itu diajak sama teman saya, Andrea Gunawan (@catwomanizer) yang sudah terlebih dulu jadi content creator. Dia sering ditanya soal karier, sementara saat itu dia sudah nggak berkarier. Dia mulai ngasih ide buat saya untuk ikutan aktif di medsos dan sharing soal karier dan pengalaman kerja. Sebab menurut dia, saat itu jarang sekali ada HR yang berkompeten turun langsung untuk sharing pengalaman seperti ini. Awalnya sih hanya sebatas sharing aja apa yg saya tau dalam dunia HRD. Sampai detik ini saya terus sharing hingga punya banyak followers. Happy sekali, karena konten yang saya buat selalu di tunggu oleh audience. Artinya hal yang saya lakukan bermanfaat buat mereka. Saat ini, nggak hanya di Instagram dan Twitter saya juga mulai sering sharing di platform lain seperti Podcast, YouTube, dan juga di forum-forum.
Kendala atau tantangan di awal pasti ada, tapi sekarang sudah jauh lebih bisa manage. Secara garis besar tantangannya ada pada waktu. Intinya yang terpenting saya harus sadar dan mengutamakan prioritas pekerjaan saya sebagai HR Manager terlebih dahulu. Fokus di jam kantor, dan selalu memaksimalkan waktu yang ada di luar jam kantor. Nah, waktu-waktu tersebut biasanya saya gunakan untuk membuat konten, video dan lain sebagainya. Bicara soal goals, mungkin sama seperti orang-orang pada umumnya yang punya ambisi saya pun juga punya ambisi dan mimpi. Pengennya sih jadi HR Director jika Tuhan mengizinkan. Tapi saya nggak memaksakan diri, kalau sekarang yang penting fokus kerja, tetap belajar dan nggak lupa selalu berusaha aja. Sebab, ilmu itu luas dan bermacam-macam dan sampai detik ini saya masih terus belajar mengembangkan diri.
Saya dan istri terbiasa untuk bikin rutinitas atau jadwal, kira-kira seminggu ini mau ngapain aja. Jadi kami sama-sama tau kegiatan masing-masih day by day. Kebetulan anak kami Hannah, tiap weekdays kami titipkan ke Day Care. Tujuannya supaya kami bisa fokus kerja. Tapi nggak berarti kami abai mengurus anak begitu saja, kami juga nggak mau anak 100 persen di pegang Day Care. Hannah tetap kami pegang ketika waktunya sudah harus dijemput. Saya dan istri sudah berkomitmen buat nggak ngambil job saat akhir pekan supaya punya waktu khusus dengan keluarga, terutama dengan Hannah. Kalau terpaksa ada pekerjaan yang harus diambil saat weekend, kami berdiskusi dulu sejak jauh hari. Kebetulan kami nggak punya asisten rumah tangga, jadi saya rutin bantu istri beres-beres rumah dan mengurus anak.
Iya dong jelas, kenapa nggak? Kan beberes rumah bisa dilakukan kapan saja. Lagian saya dan istri terbiasa mengurus segalanya sendiri. Termasuk soal rumah dan anak. Biasanya saya kerjakan di jam-jam istirahat kantor, ada waktu sekitar satu atau setengah jam saya manfaatkan untuk vacuum rumah, beberes mainan Hannah dan lainnya. Walau dulu pernah punya asisten rumah tangga, tapi kami memang nggak terbiasa menyerahkan semua urusan rumah sama mereka. Rumah kita sendiri, alangkah baiknya kita sendiri pula yang mengurus dan merawat. Rasanya lebih puas karena segalanya dikerjakan oleh diri sendiri.
Why not? Kita harus open minded, meninggalkan pikiran-pikiran tradisional bahwa laki-laki harus bekerja dan perempuan harus mengurus rumah tangga. Kayaknya jaman sekarang hal ini udah nggak berlaku, ya. Peran laki-laki dan perempuan itu sama. Dua-duanya bisa kerja, dua-duanya bisa sukses berkarier, dua-duanya bisa mengurus rumah tangga termasuk jaga anak di rumah. Nggak berarti lantas kehilangan maskulinitasnya lho. Laki-laki harus lebih open minded bahwa hal seperti ini normal adanya jika sudah memutuskan untuk berumah tangga. Jadi nggak perlu lagi mikrin gengsi atas pikiran tradisional tersebut.
Baca juga: Life Skill yang Perlu Dimiliki Anak Sebelum Masuk Kindergarten
Penting banget, terutama untuk bonding dan tumbuh kembang anak. Mengurus Hannah juga menjadi aktifitas favorit saya sebagai bonding antara Ayah dan anak, sekadar memandikan dia, mengajak ngobrol dan membacakan buku cerita sebelum tidur. Ketika dewasa nanti mereka nggak akan ingat lelahnya kita bekerja mencari nafkah, tapi mereka akan selalu ingat waktu yang kita sisihkan untuk mereka walau hanya sekadar mengajak main. Jadi jelas, peran Ayah itu penting banget buat seorang anak. Sama halnya peran saya sebagai seorang suami di rumah. Melakukan hal-hal kecil seperti membantu membersihkan rumah sedikit banyak sangat membantu meringankan pekerjaan istri. Walau nggak sebanding dengan yang dilakukan oleh istri saya, termasuk melahirkan, mengurus anak sekaligus menjadi ibu bekerja.
Baca juga: Inspiring People: Shanty Amalia Menjalankan Usaha Sesuai Mimpi
Dua tahun pandemi ini saya bersyukur lebih banyak spent time sama keluarga. Bisa jadi orang tua bagi Hannah yang selalu hadir buat dia di rumah dan yang terpenting Hannah ‘kenal’ dengan wajah orang tuanya. Karena full time kami urus bersama tanpa bantuan nanny. Saya dan istri juga jadi bisa lebih berhemat pengeluaran dan fokus terhadap apa yang kami inginkan di masa depan. Tentunya saya juga bisa punya banyak waktu berdua dengan istri untuk saling bertukar pikiran.
Pertama, keluarga. Puji Tuhan dikasih keluarga inti dan keluarga besar yang sehat dan selalu mendukung karier saya dan istri. Kedua, saya bersyukur atas pendidikan yang saya dapatkan. Diberikan kesempatan untuk sekolah dan kejar hingga pendidikan tinggi. Ketiga, dari semua hal tersebut saya sangat bersyukur atas impact yang di dapat. Bisa growing medsos sebesar ini dan punya banyak network atas ilmu HR yang saya miliki hingga bisa bermanfaat bagi orang sekitar.
Ditulis oleh Aprilia Ramdhani