Sorry, we couldn't find any article matching ''
Saat Anak Menunjukkan Tanda Perilaku Tak Sesuai Gender, Ini yang Wajib Dilakukan Orang tua
Kebanyakan orang tua mengharapkan anaknya tumbuh sesuai gender. Namun saat anak menunjukkan tanda perilaku tak sesuai gender, orang tua harus bagaimana?
Coba saya tanya, saat Mommies melihat bahwa anak laki-lakinya lebih senang bermain alat makeup atau boneka, sedangkan anak perempuan Mommies lebih senang pakai celana pendek, manjat-manjat pohon, apa yang Mommies rasakan? Adakah rasa khawatir atau santai saja?
Zaman dulu, mungkin orang tua akan merasa khawatir. Zaman sekarang, semakin banyak orang tua yang bisa menerima dengan hati lapang atau lebih santai jika anak-anaknya berperilaku tak sesuai gender. Namun, tak menutup mata kalau masih ada (banyak) orang tua yang merasa khawatir, resah dan takut si anak tidak tumbuh sesuai dengan identitas gender yang biasanya berlaku di masyarakat. Atau, bisa jadi malah bingung, harus bagaimana kita sebagai orang tua merespon situasi seperti ini?
Perilaku anak yang tak sesuai gender disebut dengan perilaku gender nonnormatif. Untuk membahas persoalan terkait perilaku gender nonnormatif pada anak, saya mewawancarai Mbak Gisella Tani Pratiwi, M.Psi, Psikolog, atau biasa disapa Mbak Ella, Psikolog Anak dan Remaja yang berpengalaman dalam isu gender.
Perilaku tak sesuai gender sebagai keragaman orientasi seksual, bukan penyimpangan
Mbak Ella menginformasikan bahwa, “Dari ilmu psikologi, sejak sekitar tahun 1987-an, keragaman orientasi seksual sudah tidak lagi dianggap sebagai sebuah penyimpangan psikologis. Contohnya saja homoseksual, bukan lagi digolongkan sebagai penyimpangan, namun sebagai salah satu jenis dari orientasi seksual, sama halnya seperti jenis orientasi seksual lainnya yaitu heteroseksual. Ini didukung oleh berbagai penelitan, yang menyatakan bahwa ternyata variasi orientasi seksual manusia itu sangat beragam.”
Memang tidak semua masyarakat mudah menerima fakta ini, karena sudah sejak lama anggapan bahwa orientasi seksual nonheteroseksual adalah penyimpangan. Ditambah dengan adanya beberapa interpretasi nilai atau norma sosial yang memberi stigma buruk kepada mereka dengan orientasi seksual nonheteroseksual. Namun, itulah fakta terbaru yang didapatkan dari hasil penelitian bidang kesehatan mental.
Mbak Ella menyarankan agar orang tua memahami dulu istilah-istilah yang berkaitan dengan gender.
Bedanya orientasi seksual dengan ekspresi gender
Seks adalah karakteristik biologis yang terberi pada manusia, misalnya organ kelamin. Sedangkan gender adalah peranan, karakteristik, perilaku, ekspresi dan sebagainya yang dilekatkan kepada seseorang karena jenis kelaminnya, yang dibentuk oleh sistem sosial.
Orientasi seksual adalah ketertarikan seseorang terhadap orang lain secara intim. Sementara ekspresi gender merupakan karakteristik seseorang terkait pilihan peranan, cara berpakaian, bertingkah laku, penampilan dan gaya bicara.
Kebanyakan orang tua berpikir bahwa, anak laki-laki, ya, sewajarnya bertingkah laku umumnya anak laki-laki, demikian juga dengan perempuan. Nyatanya, setiap orang memiliki kemungkinan untuk mengembangkan karakteristik kefemininan atau kemaskulinan yang beragam.
Misalnya, ada saja perempuan yang memiliki karakteristik maskulin lebih menonjol dari pada karakteristik femininnya, misalnya lebih tegas, lebih berpikir logis, ketimbang lemah lembut atau lebih caring. Demikian pula pria, ada yang lebih menonjol sifat lemah lembutnya, lebih penyayang dan cara bicara dan berjalannya lebih gemulai.
Kapan seorang anak mulai memahami gendernya?
“Seorang anak sudah bisa memahami dirinya laki-laki atau perempuan secara makna gender, mulai usia 3-4 tahun. Pada usia tersebut, anak mulai bisa menggolongkan dirinya sesuai dengan gendernya. Namun, orientasi seksual bukan hal yang bisa terbentuk secara bersamaan dengan pemahaman makna gender,” jelas Mbak Ella.
Di usia tersebut, anak-anak menyerap pemahaman mengenai gender dari apa yang dilihatnya dari lingkungan sosial. Namun, orientasi seksual tidak hanya terbentuk dari pembelajaran sosial, tapi juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Maka, anak yang masih berusia dini sekalipun, sangat mungkin menunjukkan perilaku gender nonnormatif.
Apakah seorang anak yang berperilaku tak sesuai gender pasti memiliki orientasi seksual nonheteroseksual?
Ketika anak laki-laki atau perempuan suka bermain yang tidak biasa dimainkan oleh anak-anak lain, bukan berarti ia pasti akan menjadi transgender atau memiliki orientasi seksual tertentu. Karena proses seseorang menyadari identitas gendernya memerlukan waktu dan dipengaruhi oleh banyak faktor.
Bagaimana orang tua harus merespon jika ada perilaku anak yang tidak sesuai gender?
“Kita perlu memberi kesempatan untuk anak berkembang sesuai dengan potensi dan diri mereka yang sesungguhnya tanpa dikotak-kotakkan ke dalam golongan gender, sifat feminin atau maskulin, karena siapa tahu mereka memiliki potensi lebih besar dan luas daripada itu,” Mbak Ella memberi pandangan.
Misalnya anak perempuan yang suka manjat-manjat, jika dibatasi dalam kotak gender, maka orang tua akan melarang sehingga, potensi motoriknya jadi terbatas. Padahal, bisa saja dengan kemampuan geraknya tersebut, kita bisa membantu mengembangkan potensinya untuk menjadi atlet.
Namun, apabila anak menunjukkan perilaku di luar pengelompokkan gender yang biasa, Mbak Ella menyarankan agar orang tua berbesar hati membuka diri, hati dan pikiran untuk melihat dan mengenali lebih dalam tentang diri anak. Sebab orang tua adalah pihak terpenting dalam proses penerimaan diri seorang anak.
Orang tua juga perlu berproses untuk memahami dan merefleksikan dirinya sendiri sebelum merespon anak, apakah orang tua takut melanggar norma masyarakat yang kerap menyudutkan individu-individu dengan beragam ekspresi gender? Ingatlah untuk mengutamakan kesejahteraan diri anak dalam menghadapi situasi seperti ini.
Lakukan konseling dengan psikolog
“Jika orang tua mengalami kesulitan atau kebingungan menghadapi anak yang memiliki kecenderungan perilaku gender nonnormatif, sebaiknya lakukan konseling dengan psikolog yang memahami isu gender dan keragaman orientasi seksual,” saran Mbak Ella. Kemudian, “Sebagai orang tua, berikanlah pemahaman tentang perilaku seksual yang sehat dan aman pada anak, dimulai dengan pendidikan seksualitas komprehensif sejak dini,” tutup Mbak Ella.
Baca juga:
4 Alasan Pentingnya Edukasi Kesetaraan Gender di Rumah
Pelecehan Seksual Anak oleh Pemuka Agama, Bagaimana Orang Tua Harus Bersikap?
Share Article
COMMENTS