5 Hal Ini Membuat Anak Malas Terbuka pada Orang tua

Kids

fiaindriokusumo・10 Mar 2021

detail-thumb

Bagaimana bisa membuat anak mau terbuka dan jujur, kalau kita terus melakukan 5 kesalahan berikut ini yang membuat anak malas bercerita dan terbuka.

Salah satu hal yang selalu saya inginkan dari dulu setelah memiliki anak adalah, saya bisa menjalin komunikasi yang baik, terbuka dengan anak-anak. Saya bisa menjadi orang yang dipercaya oleh mereka. Sayalah yang akan mereka cari ketika mereka ada masalah atau butuh teman curhat. Puji Tuhan, saat ini bisa dibilang anak-anak cukup terbuka dengan saya. Mulai dari urusan taksir-taksir lawan jenis, urusan sekolah, sampai curhat masalah sepele. Saya bersyukur banget untuk hal itu, karena faktanya tidak semua orang tua seberuntung saya.

Berdasarkan pengalaman dan juga informasi dari dr Jiemi Ardian, Psikiater di RS Siloam Bogor, ada lima hal yang pada akhirnya membuat anak merasa enggan dan malas untuk terbuka dan bercerita pada orang tuanya. Ini membuat anak memilih menyimpan sendiri atau menceritakan ke orang lain. Apa saja lima hal tersebut?

Diambil dari instagram dokter Jiemi di sini berikut 5 hal yang membuat anak akhirnya berhenti bercerita:

  • Abaikan cerita yang anak sampaikan
  • Kesibukan  seringkali membuat kita mengabaikan anak ketika mereka bercerita. Mendengarkan sambil lalu (atau bahkan tidak mendengarkan sama sekali) kemudian memberikan respon, hah, heh, hah, heh bahkan nggak sadar ketika anak sudah selesai bercerita. Anak akan merasa dia tidak didengar dan diabaikan. Berikutnya? Tentu saja anak malas untuk bercerita, karena merasa tidak ada gunanya.

    2. Tidak menganggap penting cerita yang anak sampaikan

    Pahami bahwa skala penting bagi kita orang tua, dan bagi anak itu bisa berbeda. Cerita sepele menurut kita, bisa jadi merupakan cerita yang sangat penting untuk anak. Yang menurut kita anak bisa menyelesaikan sendiri, namun menurut anak, dia tidak mampu dan butuh saran dari orang tuanya. Ketika kita memberikan respon seperti misalanya "Apaan sih dek, begitu aja kok diceritain," atau "Masa kayak gitu kamu anggap penting sih, buang-buang waktu mama, deh." maka jangan heran kalau anak akan mencari tempat lain untuk berbagi cerita dan mencari solusi.

    3. Membandingkan anak dengan kesuksesan kita dulu kemudian meremehkannya

    "Ya ampun nak, begitu doang aja udah bangga. Mama tuh dulu seumur kamu, udah begini lho ...."

    Mungkin maksudnya membuat anak tidak mudah merasa cepat puas diri, tapi kalimat yang dipilih malah membuat anak merasa tidak dihargai untuk usahanya dan merasa diremehkan serta dibandingkan. Kita aja nggak mau kan dibandingkan dengan kakak atau adik kita, maka hal yang sama juga berlaku pada anak. Jangan mematikan semangat anak, hargai setiap usaha kecil yang dia lakukan.

    4. Menolak dan memarahi anak ketika butuh bantuan psikolog atau psikiater

    Anak-anak sekarang memang sudah lebih kritis dan paham mengenai mental health issue. Inilah yang membuat anak sekarang tidak ragu memutuskan untuk pergi ke psikolog. Maka, ketika anak datang dengan beban atau masalah yang dia hadapi dan merasa butuh bantuan ahli, jangan memarahinya dan menganggap dia berlebihan. Lalu memutuskan cukup cerita ke mama maka semua masalah selesai. Kita nggak tahu lho apa yang sebenar-benarnya dia rasakan. Siapa tahu ada hal-hal yang ingin dia ceritakan ke orang lain, tanpa sepengetahuan orang tuanya. Daripada salah memilih orang, lebih baik ke ahlinya langsung kan?

    Baca juga: Daftar Tempat Konsultasi Psikologi di Jabodetabek

    5. Tidak percaya ketika anak mengatakan dia tidak baik-baik saja

    Saat anak sudah mengatakan bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja, itu tandanya memang anak sedang tidak baik. Dengarkan dan tanyakan apa yang dia butuhkan. Jangan malah menganggap anak lemah atau cemen. Respon yang salah bisa membuat anak semakin terpuruk secara emosi dan mental.