Sedih karena toxic masculinity merajalela? Mungkin karena kita sebagai orang tua telah menanamkan nilai-nilai yang kita anggap normal secara sosial, tetapi sebetulnya mengarah ke konsep toxic masculinity.
Secara natural, kita membedakan bagaimana kita mendidik anak berdasarkan gender. Anak perempuan kita ajarkan nilai-nilai feminitas dan bagaimana dia harus menempatkan diri, dan kepada anak lelaki kita mengajarkan konsep maskulinitas. Apa yang diajarkan dari kecil, itu yang akan membentuk pandangannya hingga ia dewasa kelak.
Hasil studi dari satu dekade terakhir menunjukkan betapa nilai-nilai tradisional yang kita anut tersebut justru berdampak buruk dalam masyarakat. Bukan hanya membuat kaum perempuan rentan mengalami diskriminasi dan kekerasan gender, tetapi juga membahayakan diri kaum lelaki dan mereka sama rentannya dengan kaum perempuan sebagai korban.
Beberapa kesalahan mendidik anak berikut ini mungkin juga menyumbang kepada tetap maraknya toxic masculinity di Indonesia.
Lebih permisif
Anak lelaki boleh main jauh, boleh pulang lebih malam, bebas jika ingin pergi dengan teman-teman, boleh ngebut saat mengemudikan motor atau mobil, boleh merokok, boleh punya hobi yang menantang adrenalin, dan sebagainya.
Boys don’t cry
“Cengeng banget, sih. Dikit-dikit nangis. Anak lelaki nggak boleh cengeng begitu.” Kadang tanpa sadar kita mengucapkan kata-kata tersebut pada anak, saat kesal dengan kecengengannya. Dalam persepsi kita sudah terbentuk, lelaki harus lebih tabah dalam menghadapi kesulitan hidup. Saat diejek, menghadapi kegagalan, terjatuh dan sedikit luka, menghadapi kekecewaan, kuatlah! Kuat secara mental. Menunjukkan emosi berarti sebuah kelemahan. Jangan jadi sosok yang lemah. Jangan memperlihatkan kelemahan diri di depan orang lain. Sementara, pada anak perempuan, kita cenderung membiarkan ia menangis.
Tidak melibatkan anak lelaki dalam pekerjaan rumah tangga
Pekerjaan rumah (chores) dipandang sebagai kualitas feminin. Anak lelaki tidak perlu cuci piring, menyapu, memasak, membersihkan rumah, menyiram tanaman, mengasuh adik, dan sebagainya. Kalaupun memberi pekerjaan rumah ya yang sesuai dengan sifat maskulin, contohnya, mencuci mobil, membetulkan genteng yang bocor, mengangkat galon air, dan lainnya. Pekerjaan rumah tidak perlu dipilah feminin dan maskulin, semua harus bisa mengerjakan apa pun, sesuai kemampuan dan usianya.
Mudah mengancam
“Awas, ya. Kalau tidak mau berhenti main game, nanti Mama lempar gadgetmu!” Disiplin memang penting, akan tetapi, mendisiplinkan anak tidak harus lewat ancaman. Orang tua yang terbiasa mengultimatum anak dengan ancaman, akan diserap oleh anak. Ia juga akan mudah melakukan hal yang sama, mudah mengancam teman yang tidak mau menuruti keinginannya. Bukan tidak mungkin, akan berbalas, anak bisa mengancam orang tua untuk mewujudkan keinginannya.
Baca juga: Ajarkan Anak Laki-laki Kita Memanusiakan Perempuan
Menolerir kekerasan
Orang tua menganggap wajar bilamana anak lelaki menunjukkan sikap agresi dan kekerasan untuk menunjukkan kejantanan mereka dan meningkatkan kepercayaan diri mereka. Mereka yang berani-berani mengganggu, harus dilawan dengan kekerasan. Menunjukkan kekuatan fisik kita pada orang lain adalah hal yang macho. Untuk itu, secara fisik, standar kekuatan anak lelaki lebih tinggi dibanding anak perempuan.
Menjadi dominan
Membiarkan anak mengatur orang lain dalam batas yang berlebihan, menindas temannya yang lebih lemah demi untuk menunjukkan dirinya hebat. Contoh lain, jika kita para orang tua terlalu mengistimewakan anak lelaki dibanding anak perempuan, misal, dalam peran pengambilan keputusan, kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik, peran untuk mengatur kakak atau adik perempuan, dan sebagainya.
Bersaing secara gender
“Masa kalah sama anak perempuan. Malu-maluin aja!” Mungkin niatan awalnya untuk memotivasi anak supaya mau berusaha lebih keras, akan tetapi menjadi sensitif jika kita menyinggung-nyinggung perbedaan gender sebagai perbandingan untuk berkompetisi.
Tidak mengekspresikan rasa sayang lewat sentuhan pada anak lelaki
Masih banyak yang menganggap, memperlakukan anak lelaki yang semakin besar tidak lewat belaian, sentuhan, pelukan, dan ciuman. Ekspresi kasih sayang lewat sentuhan dianggap akan membuat anak lelaki tumbuh menjadi pribadi yang manja dan lemah.
Jadi, dari 8 hal di atas, kesalahan apa saja yang masih kita lakukan tanpa sadar?
Photo by sebastiaan stam on Unsplash