Tulisan ini akan menjawab fakta tentang BDSM (Bondage, Discipline, Dominance, Submission, Sadism, Masochism) dari 12 mitos yang umum dipercaya oleh banyak orang.
Karena film “Fifty Shades of Grey”, istilah BDSM pun ikut naik pamor lagi. Sayang, banyak yang menyalahartikan BDSM alias Bondage dan Discipline, Dominance dan Submission, dan Sadism dan Masochism ini.
Sejak kesuksesan film “Fifty Shades of Grey” istilah BDSM kembali jadi bahan obrolan. Dan, ini dia 12 mitos mengenai BDSM dan fakta yang sebenarnya.
Mitos BDSM#1: Fenomena langka
Faktanya: Sebuah penelitian yang dilakukan oleh salah satu produsen besar alat kontrasepsi menemukan bahwa 37% orang di Inggris pernah melibatkan bondage (menggunakan tali- temali untuk mengikat tangan atau kaki) dan blindfolding (penutup mata) di dalam aktivitas seks mereka.
Mitos BDSM#2: Tren baru
Faktanya: BDSM mendapatkan momentum mainstream-nya pada tahun 1940-an, dengan semakin bermunculan dan populernya model-model wanita dan fetish magazine, berbarengan dengan lahirnya subkultur penggunaan kulit oleh komunitas gay setelah Perang Dunia Kedua.
Mitos BDSM #3: Identik dengan tindakan sadis dan masokis
Faktanya: Ada perbedaan besar antara BDSM dan sadisme seksual dan masokisme, yang melibatkan penderitaan fisik atau penderitaan psikologis yang sebenarnya pada pasangan atau diri sendiri. BDSM, di sisi lain, hanya melibatkan permainan peran, dengan sangat memperhatikan keselamatan dan pencegahan serius terhadap tindakan yang mengarah pada hal yang membahayakan keselamatan.
Mitos BDSM #4: Pihak yang dominan adalah yang memegang kendali
Faktanya: BDSM biasanya terdiri dari pasangan yang dominan ("dom" atau "atas") dan yang tunduk ("sub" atau "bawah"). Meskipun yang dominan akan tampil (seolah) menjadi yang ‘berwenang’, sebenarnya doms-lah yang tampil untuk menyenangkan subs mereka. Karenanya, subs seringkali justru mendapat julukan “bossy bottom”.
Mitos BDSM #5: Pasangan hanya bisa menjadi si Dominan atau si Patuh
Faktanya: Banyak anggota komunitas menggambarkan hal ini sebagai "bertukar". Artinya, mereka terbuka untuk mengambil peran dominan atau patuh, bergantung pada suasana hati atau preferensi pasangan mereka.
Mitos BDSM #6: Si Dominan atau si Patuh dalam kehidupan sebenarnya akan tampil dengan peran yang sama dalam BDSM.
Faktanya: “Sebagai seorang sex researcher, saya tidak dapat menghitung jumlah pria yang telah saya wawancara, yang mengidentifikasi diri mereka sebagai tipe Alpha Male di kantor dan di dalam hubungan romantis mereka, namun nyatanya tak keberatan berperan menjadi si Patuh di kamar tidur. Berlaku pula sebaliknya,” jelas Debra W. Soh seorang sex researcher, ahli ilmu saraf, sekaligus penulis di York University in Toronto, Canada.
Mitos BDM #7: BDSM hanya melulu soal cambuk dan borgol
Faktanya: Sama seperti non-kinky sex, alias seks ‘normal’, mereka yang mempraktikkan BDSM juga punya banyak opsi selain cambuk dan borgol, Mommies. Misalnya, syal atau dasi sutra, penutup mata, tali temali, mouth gag, lilin, es batu, spatula kayu, penggaris, sabuk kulit, hingga yang namanya erotic electrostimulation dan lain lain.
Mitos BDSM #8: BDSM itu spontan dan sadis
Faktanya: Kesepakatan bersama, kepercayaan, dan negosiasi adalah ciri khas gaya hidup BDSM. Sebelum memutuskan akan melakukan sebuah ‘adegan’, mereka akan membahas batasan pribadi, kondisi kesehatan yang mungkin mereka miliki, dan safe words, untuk memastikan bahwa "adegan" (atau pertemuan seksual) akan memuaskan satu sama lain dan aman. Setiap hal yang dilakukan selama permainan termasuk yang menimbulkan rasa sakit, konteksnya adalah fantasi.
Baca juga: Untung Rugi Menelan Sperma
Mitos BDSM #9: Selalu melibatkan kontak secara seksual
Faktanya: Orgasme demi kepuasan seksual selama dalam sebuah adegan tidak selalu diperlukan. Seorang pria yang mempraktikkan BDSM mengaku baginya, kepuasan seksual bisa datang hanya dengan mengingat kembali adegan yang telah ia lakukan bersama pasangannya.
Mitos BDSM #10: Aktivitas komunitas BDSM hanya tentang seks
Faktanya: Seperti komunitas lain pada umumnya, mereka yang mempraktikkan BDSM juga menikmati aktivitas non-seks. Pertemuan mereka juga dilakukan di tempat umum seperti restoran, kedai kopi, dan lain lain untuk bergaul. Pertemuan mereka kadang-kadang juga untuk berbagi informasi yang mengedukasi, terutama para pemula.
Mitos BDSM #11: Mereka tidak punya kesanggupan menyesuaikan diri
Faktanya: Mereka justru memperlihatkan skor lebih tinggi dalam hal kemampuan menyesuaikan diri, dibandingkan dengan orang-orang yang mempraktikkan ‘seks normal’, termasuk lebih bisa merasa puas dengan kehidupan mereka.
Mitos BDSM #12: Mereka punya ciri-ciri khusus
Faktanya: Mereka yang melakukan praktik BDSM umumnya adalah orang-orang yang sukses secara profesional, memiliki pekerjaan yang baik, dan memiliki keluarga. Beberapa mungkin bisa dikenali karena mereka memakai kunci atau emblem dengan simbol tertentu, atau dog collar untuk memperlihatkan identitas mereka. Dan, yang lainnya akan berpenampilan sama dengan kebanyakan orang yang Anda jumpai di jalan.
Baca juga: Seks Anal, Ketika Nikmatnya Tak Sebanding dengan Kerugiannya