Bagaimana orang tua bisa menstimulasi kompetensi yang wajib dimiliki anak agar bisa survive di masa depan, terlebih di situasti pandemi ini?
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim pernah mengatakan, tantangan yang akan dihadapi oleh anak-anak kita ke depan begitu kompleks, sehingga memerlukan sederet kompetensi yang wajib dimiliki anak agar bisa survive dan berhasil.
Nadiem menyebutkan sebagian di antara kompetensi-kompetensi yang wajib dimiliki anak tersebut antara lain: kreativitas, kolaborasi, kemampuan bekerja sama, kemampuan memproses informasi secara kritis, kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan berempati. Enam kompetensi ini yang dinilai amat penting oleh Mendikbud.
Lalu, bagaimana caranya dan apakah mungkin untuk mencapai kompetensi-kompetensi tersebut, terlebih di era pandemi yang saat ini sedang kita hadapi bersama, di mana akses kegiatan persekolahan dan belajar-mengajar formal menjadi terbatas dan penuh tantangan?
Tentunya, sangat mungkin Mommies! Saya salah satu orang yang percaya bahwa ilmu dan skill itu bisa didapat dari mana saja dan tidak melulu akademis. Apalagi melihat sebagian besar kompetensi yang disebutkan oleh Nadiem adalah soft skills yang terkait erat dengan aspek sosial-emosional anak.
Baca juga: 5 Hal Wajib Dimiliki Anak Untuk Menjadi Tangguh
Melalui persekolahan daring dan juga homeschooling, aspek kreativitas, kolaborasi, kerjasama, kemampuan memecahkan masalah, berempati, dan kemampuan berpikir kritis sangat bisa diasah.
Kita sebagai orangtua, dapat menggandeng anak dan guru untuk menjadi satu tim yang saling membantu dan berkolaborasi dalam menemukan cara terbaik yang dapat menunjang proses pembelajaran, dan juga bersikap luwes terhadap situasi dan kondisi, serta adaptif terhadap perubahan. Adaptif terhadap perubahan juga kemampuan yang sangat penting, mengingat kompetisi akan semakin berat ke depannya, dan anak-anak kita dituntut untuk bisa adaptif dan menyingkapi perubahan dengan cepat.
Karena banyaknya keterbatasan dan tantangan, justru kreativitas dan keahlian pemecahan masalah kita terasah sempurna! Contoh kasus, kita jadi terlatih untuk memecahkan masalah yang tiap harinya terjadi dalam proses pembelajaran daring. Wifi ngadat, bahan yang dicari tidak ada, harus memikirkan solusinya dan menggantinya dengan bahan lain yang tidak sama tapi memiliki manfaat atau kegunaan yang serupa, menemukan cara yang paling sesuai untuk mempelajari sesuatu, mempelajari hal baru via daring misalnya belajar melukis atau main musik, dan tantangan-tantangan lain yang ternyata sangat bermanfaat dalam pendidikan anak.
Kemampuan berempati dan bertoleransi anak pun dapat kita stimulasi. Bagaimana caranya? misalnya ajak anak mengumpulkan buku atau mainan yang sudah tidak dipakai untuk diberikan ke yang lebih memerlukan, memberikan donasi bagi keluarga terdampak covid, menyisihkan uang jajan untuk membantu tetangga, saudara atau teman yang tidak punya uang lebih untuk membeli kuota internet, kebiasaan mendengarkan orang lain misalnya guru dan teman-temannya, juga kebiasaan menunggu giliran untuk bicara pada sesi persekolahan daring, karena kalau semua anak bicara di saat bersamaan pasti terlalu berisik jadi harus bergantian agar bisa didengar oleh gurunya ‘kan? =)
Bisa juga ajak anak untuk saling mendengarkan. Ceritakan perasaan kita hari itu misalnya sedih, khawatir atau perasaan lainnya lalu diskusikan perasaan tersebut bersama anak. Katakan apa yang bisa membuat kita merasa lebih baik, atau kenapa kita merasa sedih. Tanyakan juga secara rutin bagaimana perasaan anak dan apa yang bisa kita lakukan untuk membantu dia merasa lebih baik, misalnya jika dia sedang sedih atau jenuh, terutama dengan situasi yang tidak menentu ini. Beberapa cara diatas dapat dicoba agar anak terbiasa untuk mendengarkan, berempati, memberikan dukungan, sekaligus meningkatkan kepekaan dan kepeduliannya terhadap orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Untuk mengasah kemampuan berpikir dan mengolah informasi secara kritis, ajak anak rutin mengobrol sambil berdiskusi ringan tentang kehidupan sehari-hari atau isu semasa, misalnya penyebab pandemi, usaha apa yang harus dilakukan agar pandemi cepat usai, hingga aspek atau bahasan yang lebih berat misalnya seputar vaksin, fasilitas kesehatan, dampak pandemi pada berbagai sektor, atau topik lain yang dapat didiskusikan bersama. Tentunya bahan diskusi juga disesuaikan dengan tahapan usia anak. Bisa juga ajak anak membaca artikel, berita daring atau buku, lalu tanyakan beberapa hal, misalnya bagaimana menurut pendapatnya? apa yang salah dan apa yg benar? Nilai apa yang dapat diambil dari artikel atau buku tersebut? dan pertanyaan-pertanyaan lain yang dapat memancing rasa ingin tahu dan mendorong kebiasaan berpikir kritisnya.
Jadi di era pandemi ini, sebenarnya banyak sekali skill atau kemampuan anak yang bisa diasah dan distimulasi, termasuk beberapa soft skills yang sangat penting sebagai kompetensi masa depan dan bekal anak.
Baca juga: Hindari 3 Hal Ini Agar Anak Tidak Materialistis
Follow us on Instagram.