Trigger Warning: Isi artikel ini mengandung detail kekerasan dan mungkin mengganggu atau berpotensi menimbulkan kembali trauma.
Semalam, hashtag #정인아_미안해 atau “Maaf, Jung In” dan #SorryJungin menjadi trending topic di Twitter nomor 1 dan nomor 5 se-Indonesia.
Berita ini jadi semakin bergaung di Indonesia karena member BTS Jimin mem-posting tagar tersebut di akun Weverse-nya hanya dengan latar hitam.
Jung In adalah anak asal Korea Selatan berusia 16 bulan yang meninggal dunia di tangan orangtua angkatnya. Di 13 Oktober 2020 lalu, kedua orangtuanya Jang dan Ahn ditangkap pihak kepolisian Seoul Yangcheon.
Jung In meninggal di rumah sakit dengan kondisi pankreas yang pecah dan luka lebam di sekujur tubuhnya. Saat investigasi awal, kedua orangtua Jung In membantah kekerasan dan mengaku tidak bersalah, namun kemudian polisi menemukan bukti sebanyak 800 video sang ibu menyiksa Jung In fisik dan mental.
Saat itu, orang sangat marah dan membuat petisi agar kedua orangtua Jung In diberi hukuman setimpal. Petisi ini ditandatangani oleh lebih dari 200 ribu orang.
[caption id="attachment_103981" align="aligncenter" width="429"] Jung In sebelum dan sesudah diadopsi. (bobaedream via koreaboo)[/caption]
Ironisnya, keluarga Jung In pernah tampil di sebuah acara televisi untuk mengajak orang menjadi orangtua adopsi.
Di tanggal 2 Januari 2021 kemarin, program televisi SBS “Unanswered Question” menayangkan berbagai kemungkinan yang dialami Jung In sampai ia meninggal dunia.
Menurut hasil otopsi dilansir Koreaboo, Jung In meninggal karena kerusakan abdomen karena kekuatan (pukulan/tekanan) dari luar. Dari data Abbreviated Injury Scale, dibutuhkan kekuatan sebesar 3.800-4.200 untuk seorang anak 3 tahun sampai bisa merusak bagian dalamnya.
Lalu berbagai percobaan dilakukan dari menjatuhkan manekin, menginjak, sampai melompat dari atas sofa untuk mengukur seberapa kuat tekanan yang diperlukan untuk mencapai angka itu? Ternyata butuh pukulan sangat kuat dari seorang petinju atau perempuan yang melompat dari atas sofa untuk bisa mencapai skala kekuatan yang sama.
Meski demikian, program itu menyatakan bahwa seluruhnya hanya contoh dan sampai saat ini belum diketahui apa sebetulnya yang dilakukan oleh kedua orangtua Jung In sampai harus membuat ia kehilangan nyawa.
Dilansir WHO, secara global dalam 1 tahun terakhir lebih dari 1 miliar anak berusia 2-17 tahun mengalami kekerasan fisik, seksual, emosional, atau ditelantarkan. Para korban ini bisa sampai meninggal dunia, luka parah, sampai kerusakan otak. Targetnya, di tahun 2030 semua kekerasan, eksploitasi, penjualan anak, dan semua bentuk kekerasan pada anak harus bisa dihentikan.
Strategi dari WHO adalah INSPIRE, yaitu.
Baca juga:
5 Alasan Kenapa BTS Layak Jadi Role Model Anak Kita
Tugas Berat Ibu dari Anak Laki-Laki: Mengurangi Angka Kekerasan pada Perempuan!