Sorry, we couldn't find any article matching ''
Mengajarkan Positive Masculinity pada Anak
Mengapa konsep maskulinitas (yang lama) itu sudah tidak layak dipertahankan. Bagaimana dengan positive masculinity?
Apa yang diajarkan seorang ayah pada anak laki-lakinya? Umumnya tentang bahwa anak laki-laki itu harus jantan. Nggak boleh menangis. Tapi, apa yang dimaksud dengan kejantanan itu sendiri? Konsep maskulinitas yang selama ini dikenal dalam masyarakat tak lain adalah nilai-nilai maskulinitas tradisional. Banyak pendapat yang mengatakan, maskulinitas tradisional bukan hanya membahayakan kaum perempuan, tapi juga merugikan kaum lelaki. Tahun lalu, American Psychological Association (APA) merilis Pedoman Praktik Psikologi untuk Lelaki Dewasa dan Anak Lelaki. APA mencoba membongkar konstruksi maskulinitas tradisional tersebut.
Kenapa norma maskulinitas lama harus dibongkar?
APA memaparkan fakta tentang sisi negatif maskulinitas tradisional dan dampaknya terhadap lelaki. Misalnya:
Dari temuan tersebut, para psikolog mencoba mendefinisikan ulang norma maskulinitas, apa yang dianggap berbahaya diganti dengan nilai-nilai kejantanan yang lebih positif alias positive masculinity Artinya, maskulinitas tidak selamanya buruk dan jahat.
The Best A Man Can Get
Gillette baru-baru ini mengeluarkan iklan tentang slogan lama mereka "The best a man can get” dengan mengusung nilai maskulinitas baru yang lebih positif. Iklan ini mengangkat masalah bullying, ekspresi kekerasan di antara anak lelaki, pelecehan seksual, yang selama ini dianggap sebagai joke dan dimaklumi, berujung pada konsekuensi yang berbahaya. Pelecehan seksual yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Iklan ini juga membawa pesan bahwa nilai-nilai lama itu perlu distop dan dicegah oleh sesama kaum lelaki. Para lelaki di manapun perlu ikut bertindak jika melihat ekspresi maskulinitas yang dianggap toksik. Inilah pesan yang coba dibawakan oleh slogan “The best a man can get.” Apa yang dilakukan para lelaki dewasa ini dilihat dan akan ditiru oleh para anak lelaki, merekalah generasi baru yang ke depannya akan menjadi kaum lelaki.
Tonton: Dengarkan Cerita Mereka, para Laki-laki Korban Pelecehan Seksual
Mulai dari diri sendiri
Sebagai ibu, kita juga bisa mulai menerapkan maskulinitas positif ini dengan mengamati pikiran dan tindakan kita secara kritis. Apakah selama ini pernah melakukan, mengatakan, berperilaku, atau membiarkan candaan yang bersifat melecehkan secara seksual, pola asuh yang salah terkait gender, ataupun tidak memberikan panutan yang baik untuk anak. Apabila pernah, sadari dan ketahui darimana pengaruh tersebut berasal, dan apakah perilaku tersebut baik atau buruk untuk dilakukan, serta pelajaran apa yang bisa diambil agar pengalaman tersebut tidak berulang.
Mendukung beragam ekspresi maskulinitas
Setiap orang memiliki cara yang unik dalam mengekspresikan identitas gender mereka. Salah satu bagian dari maskulinitas positif adalah menerima dan mendukung siapa pun yang mengidentifikasi dirinya sebagai laki-laki, terlepas dari minat dan nilainya dianggap non-maskulin atau bahkan feminin. Maskulinitas tidak harus secara eksklusif melibatkan minat dan nilai maskulin. Biarkan anak membuat pilihan yang sesuai untuk mereka, dan cobalah untuk tidak mempertanyakan mereka karena tidak sesuai dengan definisi maskulinitas Anda. Misalnya, anak lelaki yang suka menari dan mengikuti balet, mengidolakan princess, ingin pakai baju pink, dan sebagainya. Dalam positive masculinity, lelaki dapat mengekspresikan identitasnya sebagai lelaki dengan berbagai cara.
Baca juga: Ajarkan Anak Laki-laki Kita Melindungi dan Memanusiakan Perempuan
Aktivitas yang macho tak selalu buruk
Masih ada anggapan keliru, mengubah pandangan tentang kejantanan berarti harus menghindari aktivitas yang selama ini dianggap macho. Bagaimana jika diam-diam kita atau anak lelaki kita menyukai aktivitas tersebut? Katakanlah, tinju, bela diri, binaraga, balap motor, sepeda gunung, panjat tebing, maupun berbagai hobi berbahaya lainnya? Tetaplah bersikap kritis dan lakukan refleksi, kenapa kita menyukainya, di mana letak keburukannya, dan apa yang perlu diwaspadai. Sehat atau tidaknya suatu aktivitas macho tersebut kembali pada hasil refleksi kita.
Baca juga: Ajarkan Anak Laki-laki Mendukung Perempuan Berdaya
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS