Ada 3 jenis tantrum pada anak yang perlu diketahui oleh orangtua, agar kita tahu bagaimana menghadapinya.
Salah satu ujian berat bagi orangtua adalah ketika menghadapi anak tantrum (ahahaha). Iya nggak sih, menyaksikan dan menghadapi anak yang merengak, teriak-teriak kemudian lanjut dengan nada tinggi, duh, rasanya kok ya butuh suntikan penambah sabar. Namun, mengingat bahwa tantrum itu memang merupakan periode dari tumbuh kembang anak terutama usia 2-3 tahun, jadi mari kita menerima dengan legowo :D. Jangan sedih, kadang ada lho anak usia SD yang masih tantrum, walau biasanya karena kondisi-kondisi tertentu.
Baca juga: Anak SD Masih Tantrum, Apa Kata Psikolog?
Fase ini dianggap normal, karena anak di usia tersebut mulai merasa ‘besar’ dan ingin bebas melakukan segala sesuatunya sendiri. Sehingga kerap anak menunjukkan mood swing, tantrum, marah-marah sampai guling-gulingan, hingga melawan dan membantah. Eh tapi, orangtua juga perlu jeli memerhatikan ya, apakah yang dilakukan anak itu memang tantrum atau jangan-jangan Sensory Meltdown.
Tahapan tantrum yang dirasakan anak sendiri ada beberapa fase sebelum sampai ke tahap seperti menjatuhkan diri ke lantai: Fase denial, fase marah, fase tawar menawar, fase depresi baru fase penerimaan.
Perlu diakui, mengendalikan diri saat anak tantrum memang sangat sulit. Namun, kita sebagai orangtua harus memastikan bahwa keadaan emosi kita jauh lebih tenang daripada anak. Sehingga, akan lebih mudah bagi anak untuk belajar mengatur emosinya, karena kita pun bisa menghadapinya dengan tetap mengendalikan diri. Makanya penting untuk mengetahui jenis-jenis tantrum pada anak sehingga kita bisa mencari trik untuk menghadapinya.
Apa saja 3 jenis tantrum pada anak? LANJUTKAN MEMBACA DI SINI.