Kelebihan dan Kekurangan Hybrid Learning, Metode Belajar Indonesia di 2021

Kids

annisast・01 Dec 2020

detail-thumb

Hybrid learning atau blended learning jadi urgensi sendiri saat pandemi. Seperti apa? Bisakah diterapkan di Indonesia?

Selama ini proses belajar mengajar selalu dalam bentuk tatap muka. Sampai pandemi menyerang dan semua menjadi daring. Di awal 2021, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan kebebasan kepada kepala daerah masing-masing untuk memutuskan apakah sekolah di wilayahnya akan dilakukan tatap muka, daring, atau bahkan hybrid learning.

Kita bahas satu per satu dulu, yuk!

  • Pembelajaran tatap muka. Ini sudah tidak perlu dibahas ya. Siswa ke sekolah bertemu guru, guru menyampaikan bahan ajar, siswa belajar.
  • Pembelajaran daring. Dipaksa dimulai saat pandemi, konsepnya masih tetap sama. Guru mengajar, anak mendengarkan dan belajar.
  • Blended learning atau hybrid learning. Gabungan dari keduanya, ada kalanya anak belajar di sekolah bertatap muka dengan guru, ada kalanya dilakukan di rumah dengan bantuan berbagai teknologi. Ditambah dengan anak diberi kebebasan belajar sendiri.
  • Iya, jadi hybrid learning bukan semata hanya bergantian datang ke sekolah dan belajar di rumah tapi juga anak harus mulai belajar sendiri di rumah sesuai kemampuan dan minatnya. Dengan demikian, anak akan lebih maksimal dalam pembelajaran karena tidak hanya terbatas bahan ajar yang disediakan oleh guru.

    Kelebihan hybrid learning:

  • Anak akan bisa belajar mandiri, sesuai gaya belajarnya sendiri sehingga bisa berkembang lebih baik.
  • Ruang kelas jadi fleksibel, tidak selamanya datang ke sekolah adalah sebuah keharusan.
  • Anak jadi tetap bisa bersosialisasi dengan teman dan gurunya dan guru bisa punya kesempatan belajar secara interaktif.
  • Penggunaan teknologi jadi tidak terbatas karena saat anak belajar sendiri, ia bisa browsing, nonton video, apapun yang bisa membantu ia belajar.
  • Tapi tentu ada kekurangannya:

  • Anak harus bisa belajar sendiri, dengan demikian peran orangtua tentu sangat penting dalam proses belajar hybrid.
  • Internet yang tidak stabil dan tidak meratanya akses akan jadi masalah sehingga anak malah jadi kesulitan belajar sendiri.
  • Pembelajaran tatap muka harus dimaksimalkan agar guru bisa menilai anak dengan baik, apakah sudah sesuai dengan target yang ingin dicapai?
  • Bagaimana dengan di Indonesia? Kemendikbud Nadiem Anwar Makarim menyatakan hybrid learning adalah satu-satunya jalan keluar saat pandemi seperti ini. Ini adalah solusi untuk anak-anak yang tidak maksimal belajar di rumah dengan 100% daring karena berbagai keterbatasan.

    “Mau tidak mau kita harus melakukan hybrid, karena yang dimaksudkan tatap muka itu bukan sekolah normal. Sama sekali tidak normal, minimal harus ada dua rotasi, karena hanya diperbolehkan 18 anak perkelas, biasanya 36. Harus menggunakan masker. Jadi mau nggak mau harus ada komponen PJJ-nya. Tidak boleh ada kantin, aktivitas olahraga, ekskul. Hanya masuk kelas keluar kelas pulang,” ujar Nadiem dalam Instagram Live bersama Maudy Ayunda.

    Nadiem juga menyatakan bahwa ia memberi kebebasan pada orangtua untuk mengizinkan atau tidak mengizinkan anak pergi ke sekolah. Dengan demikian, tantangan terbesar tentu jadi ada pada sekolah. Terbayang jika dalam satu kelas saja ada anak yang mau sekolah dan tidak, berarti guru akan menjadi dua kali mengajar di kelas yang sama.

    Jadi, bisakah metode hybrid learning ini diterapkan dengan baik di Indonesia? Kita tunggu saja ya. Mengutip Nadiem, lebih baik mengambil risiko perubahan dibanding tidak berusaha berubah sama sekali. Setuju, Mas Menteri!

    Baca juga:

    Aturan Sekolah di Negara Lain yang Bikin Iri *Colek Pak Nadiem

    Sekolah Tatap Muka, Siapkah Kita?