Kenali Gangguan Belajar pada Anak: Disleksia, Disgrafia, Diskalkulia, Dispraksia

Kids

RachelKaloh・20 Nov 2020

detail-thumb

Yang perlu dipahami tentang berbagai jenis gangguan belajar pada anak, seperti disleksia, disgrafia, diskalkulia, dan dispraksia.

Pernah dengar istilah disleksia, disgrafia, diskalkulia, dan dispraksia? Keempat istilah ini merupakan jenis gangguan belajar pada anak. Bila mengalami hal ini, anak akan kesulitan saat harus menguasai keterampilan tertentu bila mereka belajar dengan cara konvensional.

Hal ini memang bukan hal baru, menurut IDAI, sekitar 5-10% anak di dunia mengalami gangguan belajar. Penyebabnya memang belum diketahui secara pasti, namun diduga karena adanya faktor yang memengaruhi kemampuan otak dalam menerima dan memroses informasi. Selain itu, faktor genetik juga diduga berperan, anak yang memiliki gangguan belajar kemungkinan memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan serupa dengan tingkatan yang bervariasi.

Namun, menurut Learning Disabilities Association of America, secara umum anak dengan ketidak mampuan belajar memiliki kecerdasan rata-rata atau bahkan di atas rata-rata. Gangguan belajar tersebut kadang bersifat seperti “gangguan tersembunyi”, di mana anak yang mengalaminya terlihat sangat “normal”, bahkan tampak sebagai orang yang sangat cerdas, namun di balik kecerdasannya tersebut ada beberapa keterampilan yang mungkin tidak ia kuasai. 

Beberapa jenis gangguan belajar pada anak yang paling umum adalah:

Disleksia

Merupakan salah satu bentuk gangguan belajar spesifik, di mana kesulitan belajar yang dialami meliputi kesulitan di area berbahasa, termasuk bahasa lisan (gangguan kesadaran fonem) dan bahasa tulisan. Akibatnya, anak seperti membaca terbalik-balik, misalnya pesawat dibaca eswapat, matahari dibaca atmarahi. Selain bahasa tulisan, anak biasanya mengalami kesulitan dalam memahami bahasa sosial (kesulitan memaknai maupun menampilkan bahasa tubuh, sikap dan postur, baik dari lawan bicara maupun dari dirinya sendiri), disertai adanya gangguan di area fungsi eksekutif (executive function).

Berdasarkan informasi dari situs Asosiasi Disleksia Indonesia, disleksiajuga seringkali disertai kondisi penyerta lain seperti Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (ADHD).

Baca juga: Anak dengan Disleksia Bukan Akhir dari Segalanya 

Disgrafia

Merupakan gangguan berekspresi dalam bentuk tulisan, termasuk kesulitan dalam membuat tulisan tangan, mengeja dan mengorganisasikan pikiran. Biasanya diikuti juga dengan kesulitan pada motorik halusnya. Sama halnya dengan disleksia, disgrafia juga biasanya disertai adanya gangguan di area fungsi eksekutif. Gangguan belajar jenis ini dapat ditemukan ketika anak menjalani sebuah tes khusus yang dilakukan oleh terapis maupun spesialis yang menangangi Developmental Coordination Disorder (DCD).

Apa yang bisa dilakukan ketika anak mengalami disleksia dan disgrafia?

Deteksi dini yang dilakukan orangtua dapat membantu anak untuk tetap bisa memiliki kemampuan belajar dengan optimal. Di Indonesia, ada Asosiasi Disleksia Indonesia yang menawarkan program tata kelola dan penanganan kasus disleksia melalui kelas layanan khusus yang dilaksanakan secara komprehensif dan multidisiplin, melibatkan berbagai profesional yang mumpuni di bidangnya, seperti dokter spesialis konsultan neurologi anak, dokter spesialis anak, dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi, psikolog, terapis, serta guru musik, seni dan desain.

Selain Asosiasi Disleksi Indonesia, ada juga Dyslexia Center Indonesia (DCI), inisiatif dari Elite Tutors Indonesia yang menyediakan program pelayanan premium bagi kesulitan belajar khusus, dari disleksia, disgrafia, diskalkulia dan dispraksia. Pelayanan yang diberikan merupakan kombinasi dari berbagai keahlian berstandar internasional dan kearifan pengetahuan lokal tentang pendidikan. 

Baca juga: Melatih Executive Functioning Skill pada Anak 

Diskalkulia

Merupakan gangguan dalam mempelajari konsep-konsep matematika dasar, seperti jumlah, nilai dan waktu, menghafal angka dan tanggal, mengorganisasikan angka, dan memahami sistem penomoran. Kesulitan lainnya biasanya seringkali terkecoh saat harus membedakan angka dengan simbol saat membaca dan mengingat, bahkan membedakan antara kanan dan kiri. Dari situs resmi Dyscalculia.org, diperkirakan bahwa angka gangguan belajar jenis dialami sebanyak 3-7% dari 26% total populasi.

Apa yang bisa dilakukan ketika anak mengalami diskalkulia?

Tentunya, orangtua perlu berkonsultasi pada dokter ahli tumbuh kembang anak begitu melihat adanya tanda-tanda anak mengalami diskalkulia. Karena dari segi risiko, gangguan ini dapat memengaruhi performa anak secara akademis. Sehingga anak mungkin memerlukan media pembelajaran khusus. 

Dispraksia

Merupakan gangguan pada kemampuan seseorang untuk merencanakan dan memproses sebuah gerakan motorik. Biasanya, seseorang dengan dispraksia memiliki gangguan dalam berbicara dan terkadang bermasalah dalam persepsi, namun dispraksia tidak berpengaruh pada intelegensi seseorang. Gangguan ini seringkali ditandai dengan keseimbangan yang buruk, postur tubuh yang buruk, sering bingung dan terganggu dalam berbicara, serta koordinasi tangan dan mata yang buruk.

Apa yang bisa dilakukan ketika anak mengalami dispraksia?

Terapi yang dapat dilakukan adalah terapi okupasi, untuk melihat kemampuan anak dan memfokuskan anak untuk dapat berperilaku dan melakukan kegiatannya sehari-hari, kemudian terapi wicara bila anak juga mengalami keterlambatan bicara, dan terapi bermain aktif, yang melibatkan fisik anak di dalam maupun di luar ruangan. Terapi bermain aktif dapat meningkatkan kemampuan koordinasi motorik anak. Dan terakhir, Cognitive Behavioural Therapy (CBT) untuk melatih tingkah laku anak.

Baca juga: 5 Cara Temukan Gaya Belajar Anak, Harus Didampingi Ya Bunda