banner-detik
BEHAVIOR & DEVELOPMENT

Tanda, Penyebab, dan Cara Mengatasi Social Anxiety pada Anak

author

?author?05 Nov 2020

Tanda, Penyebab, dan Cara Mengatasi Social Anxiety pada Anak

Social anxiety pada anak sangat mungkin dialami. Kenali tandanya sedini mungkin, agar bisa ditangani dengan cara yang tepat, dan tidak berdampak signifikan terhadap tumbuh kembangnya.

Pengertian dan contoh social anxiety pada anak

Secara harfiah anxiety berarti kecemasan. Menurut website American Psychological Association, kecemasan adalah emosi yang ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir, dan perubahan fisik seperti tekanan darah yang meningkat. Hmmm, apa mommies salah satu yang mengalaminya di era pandemi seperti sekarang?

Nah, social anxiety atau kecemasan sosial dikutip dari starthereparents.com berarti rasa takut dan khawatir yang berlebih dan intens tentang bagaimana orang lain melihat diri kita. Sampai ada terbesit di pikiran mendapat perlakuan penghakiman yang tak seharusnya. Terlalu takut akan banyak, sampai bisa mengganggu fungsi dasar seseorang. Bagaimana contoh social anxiety pada anak?

Contoh kasusnya seperti ini mommies, seorang anak yang tidak nyaman dengan situasi pesta ulang tahunnya sendiri. Pas melihat orang-orang di sekelilingnya riuh tepuk tangan dan bernyanyi, dia malah duduk tertegun melihat berbagai momen di dekatnya. Tak lama kemudian reaksinya lebih ekstrim menangis teriak tanda penolakan terhadap apa yang sedang ia alami, bahkan sampai bersembunyi.

Kondisi ini umumnya terjadi pada anak dengan rentang usia 8 - 15 tahun, tapi tidak tertutup kemungkinan terjadi lebih awal. Namun kecemasan sosial yang terjadi pada satu anak dengan anak yang lain tidak sama.

Baca juga: 7 Masalah Kesehatan Mental yang Sering Terjadi di Anak Usia SD

Lantas apa tanda-tanda spesifiknya? Supaya mommies yang mungkin anaknya mengalami hal yang mirip-mirip dengan anak saya, bisa mengantisipasinya lebih awal.

Tanda-tanda khas kecemasan sosial

Tanda atau gejala social anxiety pada anak terbagi dua, yang pertama disebut Official Symptoms dan yang kedua adalah Potential Signs.

Official Symptoms meliputi:

  • Ketakutan atau kecemasan yang mencolok tentang satu atau lebih situasi sosial. Anak merasa sedang berada di bawah pengawasan orang lain.Kecemasan ini biasa terjadi dalam situasi yang juga melibatkan anak-anak lainnya. Misalnya interaksi sosial ketika bertemu dengan orang baru, lalu ngobrol, makan dan minum di tengah keramaian. Atau situasi semacam memberikan pidato.
  • Anak takut dia akan dihakimi dan dievaluasi secara negatif. Entah karena tindakan atas reaksinya atau karena orang lain tahu dirinya sedang cemas.Sederhananya begini mommies. Jika anak sedang cemas, sebetulnya sangat wajar respon tubuh berkeringat, agak gagap dan malu. Nah, si anak mempunyai rasa takut yang berlebih akan hal ini dan berasumsi dia akan mengalami penolakan.
  • Di banyak situasi akan akan ketakutan dan kecemasan. Bisa sampai memicu menangis, tantrum dan tiba-tiba tak bisa bicara. Selain itu, sangat mungkin mereka bersembunyi atau tak mau lepas dari orangtuanya.
  • Menghindari situasi yang melibatkan orang banyak. Dibarengi rasa takut dan cemas yang intens.
  • Rasa takut dan cemas di luar porsi yang seharusnya. Artinya, apa yang anak takutkan bagaimana orang sekitarnya akan bereaksi atau dihakimi akan sesuatu, sebetulnya tidak akan terjadi.
  • Ketakutan, kecemasan, atau menghindari sesuatu terus berlanjut, biasanya berlangsung selama 6 bulan atau lebih.
  • Selanjutnya adalah Potential Signs, apa saja?

    Tanda potensi lebih kepada tanda kasat mata. Terlihat dari tampilan fisik anak atau perilakunya.

  • Ketakutan irasional atau berlebih bahwa orang-orang mengawasinya. Faktanya orang-orang tersebut tidak memerhatikan anak kita sama sekali.
  • Ketakutan yang intens akan situasi tertentu yang akan dihadapi. Padahal baru akan terjadi beberapa hari atau minggu lagi.
  • Keinginan untuk tidak terlihat.
  • Menghindari sekolah.
  • Keluar dari kelompok ekstrakurikuler di sekolahnya.
  • Menolak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.
  • Hipersensitif terhadap penilaian atau kritik yang diberikan.
  • Benci menjadi fokus perhatian.
  • Kekhawatiran yang berlebihan dengan penampilan pribadi.
  • Tidak bisa angkat tangan di kelas, meski mereka tahu jawabannya.
  • Merasa teman mereka tidak terlalu menyukai mereka atau diam-diam menilai mereka.
  • Perubahan dramatis dalam kepribadian atau sikap di rumah dan situasi baru di luar rumah (misalnya, biasanya di rumah dikenal ramai, banyak bicara kalau di luar tiba-tiba seperti membisu)
  • Takut menggunakan toilet umum.
  • Jika mommies merasa si kecil memiliki tanda-tanda di atas, jangan panik, konsultasi dengan psikolog anak, ya. Sekarang kita beralih ke penyebabnya

    Penyebab kecemasan sosial

    Seperti kondisi kesehatan mental pada umumnya, gangguan kecemasan sosial kemungkinan besar muncul dari multi interaksi antara si individu dengan lingkungannya. Penyebabnya antara lain:

    Sifat yang diwariskan.

    Gangguan kecemasan cenderung diturunkan dalam keluarga. Namun, tidak sepenuhnya jelas seberapa banyak hal ini mungkin disebabkan oleh genetika dan seberapa banyak akibat perilaku si anak itu sendiri.

    Struktur otak.

    Sebuah struktur di otak yang disebut amigdala, mungkin berperan dalam mengendalikan respons rasa takut. Orang yang memiliki amigdala yang terlalu aktif mungkin memiliki respons rasa takut yang meningkat, yang menyebabkan peningkatan kecemasan dalam situasi sosial.

    Lingkungan.

    Poin ini berkaitan erat dengan bagaimana seorang anak menyimpan memori di otaknya akan situasi sosial yang pernah dia alami atau yang ia saksikan. Baik itu yang menyenangkan atau memalukan. Misalnya orangtua si anak yang berperilaku cemas dalam situasi tertentu. Dan terlalu mengontrol dan melindungi anaknya, tidak percaya bahwa di usia tertentu, anak sudah bisa, lho, dilepas untuk mandiri.

    Lalu apa yang bisa kita lakukan sebagai orangtua?

    Sebagai orangtua nggak mudah memang mendapati jika anak kita mempunyai masalah dengan emosinya. Tapi yakin bahwa tiap masalah ada jalan keluarnya, asalkan kita tidak denial anak butuh bantuan untuk diintervensi oleh lingkungan sekitar dan ahlinya.

    Ada enam langkah yang bisa kita lakukan dari rumah untuk mengatasi social anxiety pada anak:

    Latih anak memecahkan masalahnya sendiri

    Salah satu reaksi dan kecemasan sosial yang dialami anak adalah pola perilaku yang menghindari masalah. Mommies bisa bantu anak belajar mengidentifiksi dan memecahkan masalahnya sendiri. Percayakan anak bisa keluar dari isu yang sedang dia hadapi, jangan selalu membantu. Contoh sederhanya, anak lupa mengerjakan PR, biarkan dia berpikir dulu, konsekuensi apa yang dia dapat dari guru kelasnya. Misalkan, solusinya, adalah jujur saja dengan guru. Ya sudah, besarkan hatinya bahwa hal yang lumrah lupa, tapi sebaiknya di lain waktu yang diulangi dan berani menghadapi konsekuensi dari guru.

    Baca juga: 5 Cara Melatih Anak Mandiri

    Praktik bermain peran

    Katakanlah anak mommies sedang cemas menghadapi presentasi di kelasnya. Nah, inilah waktu yang tepat untuk mengadakan gladi bersih atau simulasi untuk acaranya tersebut. Mommies berpura-pura menjadi guru, dan aktif bertanya tentang materi presentasi yang akan anak bawakan. Anak akan punya prediksi situasi apa yang akan dia hadapi. Praktik semacam ini akan meningkatkan kenyamanan terhadap dirinya sendiri.

    Latih kemampuannya untuk relaksasi

    Lakukan bersama-sama beberapa teknik teknik relaksasi atau biasa disebu coping, yang dapat digunakan sebelum atau saat menghadapi situasi yang membuatnya cemas. Misalnya yang paling sederhana adalah menarik napas dalam dan menghembuskannya dalam beberapa hitungan.

    Mengubah pikiran negatif

    Bantu si kecil belajar mengidentifikasi pikiran negatif yang tidak rasional dan menggantinya dengan pikiran positif yang lebih realistis atau yang menguatkan diri. Contohnya, dari “aku takut ketemu orang-orang baru,” menjadi “aku akan mencoba ketemu dengan orang-orang baru.”

    Pikiran negatif tak selamanya terjadi

    Coba bantu si kecil bahwa hal negatif yang dia pikirkan untuk dirinya sendiri, belum tentu terjadi. Jadi kita membuat anak berpikir lebih seimbang tentang apa yang dia lakukan.

    Contoh:

    “Kalau aku tersandung dan menjatuhkan buku, apakah semua orang akan memerhatikan aku, dan benar-benar peduli?”. “Kalaupun peduli, lima menit kemudian apakah mereka tetap ingat apa yang aku alami?”

    (IMHO) mengenalkan sikap tidak peduli dengan omongan orang lain, selama kita berbuat hal baik, juga harus dikenalkan kepada anak. Kalau melulu kepikiran apa kata orang, duh lelah sekali hidup seperti itu. Kelak dewasa, anak selalu cemas dengan apa yang dia perbuat.

    Berusaha lebih seimbang, untuk berpikir positif

    Poinnya lebih melihat hikmah dari apa yang sudah terlanjur jadi. Sebaiknya tak terlalu fokus pada sesuatu yang negatif.

    Misalnya hasil pidato dia di depan kelas hasilnya tidak sebagus yang diharapkan, tapi juga tidak seburuk itu juga, kok. Dari kegagalan atau ketidaksempurnaan, kita bisa belajar supaya lebih baik lagi. Melatihnya menggantikan pikiran negatif dengan pikiran positif yang kemungkinan besar juga akan terjadi di kemudian hari.

    Jika anak mommies dapat memupuk kebiasaan mengidentifikasi, menantang, dan mengganti pikiran negatif, seiring waktu, hal itu dapat membantunya mengatasi kecemasannya.

    Artikel ini diadaptasi dari:

    https://www.mayoclinic.org/

    https://starthereparents.com/overcoming-social-anxiety-children/

    Share Article

    author

    -

    Panggil saya Thatha. I’m a mother of my son - Jordy. And the precious one for my spouse. Menjadi ibu dan isteri adalah komitmen terindah dan proses pembelajaran seumur hidup. Menjadi working mom adalah pilihan dan usaha atas asa yang membumbung tinggi. Menjadi jurnalis dan penulis adalah panggilan hati, saat deretan kata menjadi media doa.


    COMMENTS


    SISTER SITES SPOTLIGHT

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan