Perempuan Juga Bisa Melakukan Pelecehan Seksual

Featured

Ficky Yusrini・20 Oct 2020

detail-thumb

Kita langsung merasa jadi korban, kalau dilontari candaan yang mengarah ke seksualitas dari laki-laki. Bagaimana jika kita (perempuan) yang melakukannya terhadap laki-laki?  

Bicara tentang pelecehan seksual di tempat kerja, saya jadi ingat kantor lama saya dulu. Kantor yang mayoritas penghuninya perempuan, ada beberapa teman yang kalau sudah ngomongin seksualitas agak gahar dan vulgar, yang lain jadi ketularan komen. Makhluk bernama laki-laki di kantor, sebagai minoritas, udah paham banget candaan kami yang suka nyerempet-nyerempet. Yang kasihan kalau tamu laki yang datang, terkenal pula. Jangan harap ia bisa melenggang dengan bebas tanpa melewati rebutan foto bareng atau histeria para perempuan di kantor. Sedangkan, para laki yang merupakan karyawan atau statusnya teman kerja, mereka aman dari sasaran karena kami cukup jaim. Paling banter, diomongin di belakang, sebagai bahan cekikikan bareng.  

Sejak gerakan #metoo yang mulai didengungkan sejak 2006, kita semakin terbuka bahwa ini masih menjadi masalah kronis yang mengakar di seluruh dunia. Tagar ini menyimbolkan suara para korban yang pernah menerima kekerasan maupun pelecehan seksual. Momentum ini semakin membangkitkan kesadaran bagi banyak orang, bahwa pelecehan seksual tidak boleh dimaklumi, dengan alasan apa pun. 

Dalam masyarakat yang patriarki, kita sering menganggap bahwa hanya perempuan yang menjadi korban, terutama di tempat kerja. Lagipula, jarang sekali terdengar, laki-laki yang mengadukan dirinya dilecehkan. Menurut Pew Research Center, memang betul, lebih banyak perempuan mengalami pelecehan seksual di kantor yang didominasi laki-laki, ketimbang laki-laki mengalami pelecehan, di kantor yang didominasi perempuan. 

Baca juga: Agar Anak Laki-laki Berani Speak Up Jika Mengalami Pelecehan Seksual

Di satu sisi, telinga kita ‘panas’ kalau tubuh dan seksualitas kita dijadikan bahan becandaan para laki-laki. Tapi di sisi lain, kadang kita sebagai perempuan, seringkali tidak sadar kalau kita juga pernah melakukan hal yang sama, dengan objek laki-laki. Sebelum dikit-dikit mengeluh tentang pelecehan seksual, sepertinya ada beberapa hal yang perlu dipahami tentang pelecehan seksual. 

1#. Pelecehan seksual adalah segala perlakuan tidak menyenangkan yang mengarah pada hal-hal yang berbau seksual. Jika perlakuan tersebut membuat seseorang merasa tersinggung, malu, takut, atau terintimidasi, maka sudah bisa disebut sebagai pelecehan seksual

2# Contoh perilaku yang termasuk sebagai pelecehan: Menyentuh, memeluk, atau mencium tanpa izin. Memberikan tatapan bernafsu dan mencurigakan. Mengeluarkan sebutan, candaan, atau perkataan yang mengarah ke hal-hal seksual atau cabul. Paksaan untuk menerima ajakan kencan atau berhubungan seksual. Mengajukan pertanyaan tidak pantas tentang kehidupan pribadi bahkan anggota tubuh yang bersifat personal. Perilaku merasa berhak menyentuh bagian-bagian tubuh orang lain tanpa izin. Mengirim foto, video atau gambar seksual tanpa diminta. Memberikan komentar tidak pantas di sosial media. Stalking atau menguntit. Terus memaksa untuk berkomunikasi meski sudah ditolak. Perilaku ini bisa saja dilakukan oleh perempuan terhadap laki-laki. Jadi, secara verbal, kalau kita mengeluarkan candaan tentang tubuh dan seksualitas teman laki-laki kita di hadapannya, dan membuat mereka terintimidasi, itu sebetulnya juga termasuk pelecehan. 

3# Namun demikian, juga perlu dilihat dari perspektif psikologis dan hukum. Dari perspektif psikologis, sebuah tindakan dianggap pelecehan seksual jika berdampak membuat stres dan mengancam kesejahteraan korban. Sedangkan, dari perspektif hukum, dilakukan secara berulang dan memberi efek negatif pada psikologis seseorang. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jennifer Berdahl, ahli sosiologi dari University of British Columbia, berjudul The Sexual Harassment of Men? Apa yang dialami perempuan sebagai pelecehan seksual, bagi laki-laki yang mengalami hal yang sama, dianggap sebagai perilaku sosial-seksual yang tidak mengancam. 

4#. Bukan semata tentang seks, tetapi tentang penyalahgunaan kekuasaan atau otoritas. Masih dari penelitian yang sama oleh Jennifer, pelecehan seksual dialami yang dianggap sebagai ancaman oleh korban, berasal dari ketidakseimbangan posisi (power) antara korban dan pelaku. Kenapa laki-laki jarang merasa terancam? “Sebab, laki-laki memiliki tingkat kekuatan sosial yang tidak dimiliki oleh teman-teman perempuannya. Bahkan jika perempuan itu punya posisi lebih tinggi di kantor,” jelas Jennifer. 

5#. Yang menarik dari penelitian Jennifer, laki-laki jauh lebih merasa dilecehkan, apabila: egonya diusik atau direndahkan, teman kerja perempuan lebih sukses, kalah persaingan, dominasi, atau kehilangan hak istimewa. Dengan kata lain, perilaku yang menantang konstruksi maskulinitas lebih membuat laki-laki merasa dilecehkan, ketimbangan ucapan verbal yang menyinggung seksualitas. 

6#. Data menunjukkan, lebih banyak kasus laki-laki menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh laki-laki lain, bukan pelaku perempuan. 

7#. Secara spesifik, gen Z lebih vokal dan terbuka dalam menyikapi tindak pelecehan seksual. Demikian diungkap oleh Irreguler Labs di web Medium. Gen Z tidak segan-segan bersuara di internet, dan mereka juga aktif dalam gerakan online seperti #MeToo. Berbeda dengan generasi sebelumnya, yang cenderung membisu karena takut mendapatkan stigmatisasi atas kasus yang dialaminya atau bisa jadi kurang mendapat edukasi tentang pelecehan seks. Karenanya, anak laki-laki gen Z akan tumbuh berbeda dibandingkan dengan laki-laki dari generasi sebelumnya karena mereka tumbuh di masa di mana perempuan terbuka tentang pelecehan seksual yang dialami. Bukan tidak mungkin, pandangan laki-laki gen Z tentang pelecehan seksual juga akan bergeser karena terpengaruh budaya yang ada, dan mereka bisa jadi akan lebih vokal terhadap ‘aniaya’ seksual yang dialaminya. 

Terlepas dari apakah candaan bernada seks kita bisa diterima atau tidak oleh rekan laki-laki, ada baiknya, seperti petuah Pramoedya Ananta Toer, “Berbuatlah adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan'. 

Baca juga:

Tanda-tanda Pelecehan Seksual pada Anak dan Remaja

Review Film Abducted in Plain Sight, Pelecehan Seksual ada di Mana-mana