Sorry, we couldn't find any article matching ''
4 Hal Seputar Permainan Montessori Yang Perlu Kita Pahami
Nggak selamanya harus dibikin sendiri dan bentuknya pun nggak melulu permainan sensory.
Kemarin, Mommies Daily habis live session sama Mbak Damar Wijayanti, Montessori Practitioner. Dari obrolan yang berlangsung, sepertinya kita sebagai orangtua harus paham dulu, bahwa dalam filosofi Montessori, anak adalah pemeran utama yang kehidupannya didukung oleh lingkungan dan orangtua.
Peran orangtua di sini adalah memahami dan mengikuti minat anak. Jadi, anaklah yang menentukan mau main apa dan bagaimana cara dia bermain. Entah ia akan memainkan mainan sesuai fungsinya, atau justru di luar ekspektasi kita. Jauh sebelum menyediakan jenis permainan, sebaiknya kita sudah paham terlebih dahulu minat anak dengan cara mengobservasi kebutuhannya, supaya aktivitas yang kita pilih bisa anak nikmati.
Tidak selalu berbau sensory
Mungkin selama ini kita anggap permainan Montessori hanya berhubungan dengan perkembangan sensori anak, harus dibuat terlebih dahulu materinya oleh ibu, pakai beras, pasir, air, lengkap dengan pewarna. Padahal, tidak semua anak memiliki minat yang sama terhadap jenis permainan ini. Ketika sudah semangat menyiapkan materi, jangan heran kalau dianggurin sama anak, bahkan ditolak mentah-mentah untuk disentuh, karena bisa jadi aktivitas ini bukan yang ia minati.
6 Sensitive Periods
Dalam filososif Montessori, di usia 1-5 tahun, anak akan mengalami 6 Sensitive Periods. Hal inilah yang menentukan kebutuhan anak dan yang akan memudahkan kita dalam menentukan aktivitas atau bentuk permainan yang sesuai dengan minatnya. Ada sensitive to order, di mana anak senang dengan keteraturan, sukanya menyusun mainan yang ada di depannya, seperti puzzle, bloks. Ada sensitive to language, di mana anak senang cenderung lebih senang berkomunikasi, bercerita dengan lawan bicaranya, sehingga ia akan senang ketika kita ajak membaca buku dan bermain play pretend (jadi dokter, jadi penjual toko, dan sebagainya).
Ada juga sensitive to walking, di mana anak akan sulit untuk diam, sukanya bergerak ke sana ke mari, cenderung nggak betah kalau diajak bermain lama-lama sambil duduk manis. Ada sensitive to the social aspects of life, nggak mau main, tapi diam-diam sukanya mengamati orang lain, terutama teman sebaya. Ada juga sensitive to small objects, senangnya mungutin benda-benda kecil, seperti kerikil, biji-bijian, rumput, serangga. Biasanya senang diajak eksplorasi di luar ruangan, seperti di taman. Yang terakhir sensitive to learning through the senses, nah, ini, nih, tipe-tipe yang senang main air, beras, injak rumput, main pasta warna-warni, cenderung betah didudukin di atas wadah besar berisi pasir.
Supaya aktivitas bermain anak tidak salah arah
Ada kalanya, anak penasaran dengan benda-benda di rumah, yang bukan mainan, yang justru berbahaya kalau jadi mainan. Dari remote tv sampai guci. Kalau ia tipe yang sensitive to learning through the senses, biarkan ia pegang-pegang remote tv, karena memang di situ kebutuhannya. Pastikan saja kita rajin bersihkan permukaan remote. Saran dari Mbak Damar, sebaiknya hindari membungkus remote dengan plastik, karena malah berisiko terhisap maupun tertelan.
Demi menghindari “kecelakaan” akibat rasa penasarannya, ada baiknya kita menyortir barang-barang di rumah yang mudah diraih anak. Caranya, duduklah di lantai, lihatlah pemandangan sekitar (sesuai dengan eye level anak). Perhatikan benda-benda apa yang kira-kira bisa mencuri perhatian anak dan memungkinkan buat disentuh. Singkirkan benda tersebut atau simpanlah di area yang jauh dari eye level anak. Untuk menciptakan rumah yang ramah anak, tentu memang butuh usaha ekstra, kan?
Baca juga: Rumah Aman Untuk Bayi: Jauhkan 10 Benda Ini!
Tips bermain bersama anak:
Baca juga:
DIY Permainan Mudah untuk Balita Selama di Rumah
Berapa Lama Orangtua Sebaiknya Menemani Anak Bermain dalam Sehari?
Share Article
COMMENTS