Sudah menikah secara sah tapi menjalani konsep open relationship, apa yang salah?
Beberapa tahun lalu, saya pernah ngobrol dengan salah satu rekan kerja, hingga akhirnya obrolan kami memasuki area seputar rumah tangganya. Teman saya yang sudah menikah dan memiliki dua anak ini bercerita mengenai suaminya yang kerap selingkuh. Saking lelahnya namun sulit untuk bercerai, teman saya memutuskan untuk menjalani open relationship.
Hah, bagaimana maksudnya? Iya, jadi begitu kaki melangkah keluar dari rumah, baik dia dan pasangannya bebas menjalani hubungan dengan siapa pun, asal tidak membawanya ke dalam rumah. Dan, dengan syarat, pastikan apa yang dilakukan tidak menimbulkan ancaman kesehatan bagi kedua belah pihak.
Mengutip alasan teman saya “Daripada gue doang yang sakit hati, mendingan gue juga melakukan hal yang sama. Yang penting di dalam rumah, kami happy dan anak-anak happy.”
Ini obrolan sekitar delapan tahun lalu, ketika konsep open relationship belum terlalu bergaung dibanding saat ini ya (saya bicara di Indonesia, hehehe). Hingga detik ini sih pernikahan mereka masih terlihat baik-baik saja, yaaah at least mereka masih menikah, lah ya. Entah kondisi di dalam rumah tangga mereka sesungguhnya seperti apa.
Untuk saya pribadi, delapan tahun lalu atau sekarang, konsep open relationship kayaknya nggak bisa masuk di kepala saya. Karena saya tipe ketika sudah komitmen menjalani sebuah hubungan, artinya hubungan itu eksklusif. Tidak ada keterlibatan orang lain apalagi sampai urusan seks. Tapi, saya juga tidak berhak menghakimi keputusan yang diambil oleh teman saya itu. Selama kedua belah pihak menyetujui dan katanya bahagia, ya sudah. Semua orang menjalani cerita yang berbeda, jika cerita yang mereka jalani dirasa tepat, silakan saja.
Sebenarnya, apakah konsep open relationship ini memang benar semata dipicu oleh kondisi awal pernikahan yang tidak harmonis atau ada kebutuhan lain? Saya pun banyak bertanya pada Nadya Pramesrani, Co Founder dari Rumah Dandelion sekaligus Psikolog Keluarga dan Pernikahan.
Berikut, fakta-fakta seputar open relationship yang saya rangkum dari hasil obrolan saya dengan Nadya.
Seseorang yang menjalani hubungan lain, mulai dari sekadar dating hingga berhubungan seks di luar pasangan sah yang dia miliki dengan sepengetahuan pasangannya. Biasanya cocok untuk mereka yang tidak terlalu nyaman dengan konsep monogami.
Most of all karena adanya kebutuhan seks berbeda antar pasangan (Misal aseksual, high libido, low libido). Maka untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pasangan, opsi open marriage dibuka atas konsesus bersama. Di Indonesia sendiri, yang bicara seks aja masih canggung, apalagi mengenali kebutuhan seks diri dan pasangan, hal ini cukup sulit dilakukan. Selain tentu saja budaya kita.
Baca juga:
Saat Tingkat Libido Suami Istri Berbeda Jauh, Harus Bagaimana?
Coba evaluasi diri dan bertanya ke diri sendiri, kenapa kita mau menjalani konsep hubungan open relationship? Apakah hal ini benar-benar akan meningkatkan kualitas dari hubungan yang kita miliki saat ini? Artinya, ketika masuk ke open relationship, hubungan yang sudah dimiliki memang harus baik dan kuat ya, terutama secara komunikasi. Jadi, bukan “kabur” ke opsi relationship lain karena fondasi hubungan utama tidak kuat atau bermasalah.
Bagi yang memang dilandasi dengan hubungan utama yang kuat dan sehat, pendekatan open marriage ini bisa meningkatkan kualitas seks dan kualitas komunikasi, meski beberapa penelitian tidak menemukan adanya perbedaan tingkat kepuasan pernikahan pada monogami vs open marriage.
Kesepakatan yang membuat nyaman semua pihak yang terlibat, artinya tidak hanya pada kenyaman si pasangan utama, tapi juga pasangan nomor duanya. Basically open communication yang lagi-lagi masih menjadi tantangan tinggi untuk dilakukan di budaya Indonesia :).
Ketika bicara open marriage, seringkali yang perlu diciptakan bukan semata pada boundaries, tapi agreement, sejauh mana yang dirasa nyaman oleh semua pihak yang terlibat. Artinya kondisi ini akan selalu menjadi fluid, dan agreement bisa disesuaikan kapan saja ketika ada salah satu pihak yang mulai merasa tidak nyaman.
Baca juga:
Karena dasarnya open marriage/relationship itu adalah seks, maka ketika dimasuki dengan dasar hubungan utama yang kuat, cinta itu tetap ada. Jadi kuncinya, pastikan dulu hubungan utama yang dijalani itu kuat.
Kalau dilihat hasil obrolan saya dengan Nadya, jangan disamakan antara open relationship dengan cheating ya, karena dalam konsep open relationship ini, kedua belah pihak TAHU dan SETUJU.
Baca juga: