banner-detik
PARENTING & KIDS

Ternyata, Ini Hal yang Jadi Penghalang Kemampuan Anak Beradaptasi

author

RachelKaloh08 Aug 2020

Ternyata, Ini Hal yang Jadi Penghalang Kemampuan Anak Beradaptasi

Jangan kaget, pola asuh yang kita terapkan bisa jadi benteng yang menghalangi kemampuan anak beradaptasi!

Tanda Anak Bahagia - Mommies Daily

Hidup itu bukan kita yang atur. Kalau sadar betul akan hal ini, wajar kalau kita suka was-was mikirin, “Kalau nanti gue mati, anak gue gimana, ya?” Makanya pentiiiiing banget menanamkan kemampuan beradaptasi pada anak. Sayangnya, keyakinan kita terhadap pola asuh yang kita jalani seringkali membuat kita lupa diri.

Rasanya yakin banget kalau cara yang kita lakukan itu sudah benar, padahal, kita hanya mengandalkan kemampuan diri sendiri, tapi kita nggak memberikan kesempatan anak untuk belajar. Kasih yang terbaik buat anak, tapi porsinya kebanyakan, lantas anak jadi nggak sempat “PDKT” dan berusaha sendiri saat harus menghadapi perubahan dalam hidupnya. Ingat lagi, adaptasi itu life skill yang dibutuhkan seumur hidup.

Sebagaimana orangtua sangat berperan besar dalam mengasah kemampuan anak beradaptasi, demikian pula besarnya peran orangtua dalam membuat benteng penghalang kemampuannya tersebut. Tinggal pilih, kita mau jadi apa, pendukung atau penghalang? Kalau bisa dijabarkan, inilah “musuh” dari kemampuan anak beradaptasi:

Hierarki orangtua

Orangtua jadi dalang, anak jadi wayang, menjalani kehidupannya atas kuasa orangtua, sehingga tidak bisa bebas mengekspresikan keinginannya. Sekali orangtua bilang nggak, ya, tutup buku! Padahal ini sangat fundamental, bila semua hal hanya berdasarkan keinginan orangtua, akan banyak sekali kesempatan yang tertutup buat anak, saat kita bilang “Mama nggak setuju!”

Rasa takut yang menguasai

Akibat gaya pengasuhan dengan kontrol yang berlebihan, anak lalu menjadi ragu dan gelisah setiap kali harus mengambil inisiatif, bahkan untuk mempercayai insting serta kemampuannya sendiri. Boro-boro bertahan menghadapi konflik, mau mulai aja udah takut duluan. Alhasil, mundurlah dia, atau malah kabur! Bayangin gimana nanti kalau dia sudah berkeluarga!

Kurangnya kepercayaan yang diberikan orangtua

“Sini, biar Mama, aja!” Sederhana, memang, kalimat ini, tuh. Saat anak masih bayi, kemampuan masih sangat terbatas, wajar kalau kita anggap kitalah yang paling tahu yang terbaik buat anak. Namun, ketika usia anak sudah cukup matang untuk menentukan pilihannya, tapi kitanya terus menutup kesempatan untuk percaya sama kemampuan anak, ia pun akan merasa kesulitan untuk percaya sama dirinya sendiri, sama pilihannya, sama kemampuannya.

Kebanyakan arahan, tapi “miskin” bekal

Ada kalanya kita mengajarkan anak dengan cara memberi arahan penuh, biasanya ini terjadi di tahap awal. Seiring berjalannya waktu, anak tidak lagi perlu diberikan arahan penuh. Saya yakin, kita tuh sebenernya tahu kapan waktunya untuk hanya memberikan sedikit arahan lalu biarkan anak melakukannya dengan caranya sendiri. Bekali anak kemampuan untuk mengatasi masalah, bukan membantu menyelesaikan masalahnya. Sama, lah, ketika kita nyiapin “bekal”, harapan kita, kan, makanannya bakalan dihabisin di jam istirahat sekolah, nggak nunggu kita jemput, lalu kita yang buka bekalnya, kita juga yang suapin.

Miskin pengalaman

“Mungkin dulu mainnya kurang jauh!” betapa ejekan ini sering banget disebut ketika seseorang dianggap kurang berpengalaman. Karakter seseorang, selain dari asuhan, terbentuk juga dari pengalaman. Makin banyak pengalaman yang anak dapatkan, maka makin kayalah dirinya. Kemampuan anak beradaptasi dan menyesuaikan diri terhadap berbagai peralihan tentu asalnya juga dari pengalaman hidupnya.

Terbiasa dianggap remeh

Lagi-lagi, anak perlu memiliki keyakinan terhadap dirinya sendiri. Kalau selama ini kita selalu beranggapan, “Ah, masih kecil gitu, mana ngerti?”, “Sudahlah, kita (orangtuanya) aja yang pilih, dia belom bisa!”, maka terjadilah sesuai dengan apa yang kita ucapkan. Anak pun akan keterusan “nggak bisa membuat keputusan buat dirinya sendiri”.

Ketidakpahaman akan tantangan

Gimana bisa anak nggak paham sama yang namanya tantangan? Ya, kalau orangtuanya nggak pernah ngasih tantangan, trus, berharap anak mau belajar darimana? Belajar jalan itu nggak mungkin di atas matras terus, kan? Main sepatu roda atau sepeda, pasti akan tiba saatnya buat lepas dari pelindung lutut. Kalau nggak pernah jatuh, gimana mau belajar bangkit? Sementara kita tahu banget sulitnya bangkit dari kejatuhan, namun itulah yang membuat manusia semakin kuat. Ketika anak sudah bisa membuktikan kemampuannya untuk bangkit, bukankah kita juga yang akan merasa tenang?

Share Article

author

RachelKaloh

Ibu 2 anak yang hari-harinya disibukkan dengan menulis artikel dan content di media digital dan selalu rindu menjalani hobinya, menjahit.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan