Kemampuan beradaptasi kini seolah menjadi sebuah kecerdasan baru.
Di masa sekarang, orang paling tepat untuk menjawab pertanyaan tentang seberapa penting sih, skill atau kemampuan beradaptasi itu perlu dimiliki anak, tak lain adalah Yuval Noah Harari. Sejarawan, penulis buku Homo Deus dan Sapiens ini juga banyak berbicara tentang masa depan dan tantangannya.
Dalam salah satu presentasinya di Talks at Google, yang membahas bukunya berjudul 21 Lessons for 21st Century, saat ditanya, “Hal apa yang harus saya ajarkan pada anak-anak saya?” Yuval menjawab, “Tak ada yang tahu akan seperti apa dunia di tahun 2050. Yang jelas, beda sekali dengan sekarang. ”Ia menambahkan, hal terpenting dalam pendidikan anak, ada dua, yakni kecerdasan emosional dan stabilitas mental. Kenapa?
Karena, tantangannya ke depan, mereka perlu memperbarui diri, berulang-ulang, terus menerus. Kemampuan beradaptasi, termasuk salah satu bagian dari kecerdasan emosional.
Sebelum baca Yuval, yang saya bayangkan, anak harus menguasai komputer, programming, coding, data analyst, dan kemampuan-kemampuan lainnya yang berkaitan dengan teknologi. Tapi ternyata bukan itu yang perlu dikejar.
Kita tidak tahu akan seperti apa dunia kerja di zaman anak kita nanti, dunia di mana automasi, teknologi 5G, dan AI membentuk dunia yang baru. Futurist Gerd Leonhard memerikan, dalam 20 tahun ke depan akan ada banyak sekali perubahan dibandingkan dalam 300 tahun. Sapiens akan berevolusi menjadi hibrid yang baru. Perpaduan otak manusia yang ditanam chip komputer, misalnya. Hal yang belum bisa kita bayangkan saat ini. Maka, kembali ke pernyataan Yuval, kemampuan beradaptasi menjadi fondasi yang paling penting, untuk menyongsong perubahan besar tersebut.
Kata Yuval, apa yang sekarang dipelajari oleh anak-anak di sekolah, tidak akan relevan lagi untuk bekal masa depannya. Umumnya, yang kita tahu, periode hidup terbagi menjadi dua, periode belajar (atau masa sekolah sampai kuliah) dan periode bekerja. Nah, di masa depan, masih menurut Yuval, pembagian seperti ini tidak berlaku lagi. Yang ada, periode belajar secara terus menerus.
Kalau mau bertahan, harus belajar terus. Generasi seumuran kita, pada usia tertentu, kita sudah merasa mentok. Tidak bisa berubah. Berat kalau harus belajar sesuatu hal yang baru dari awal. Kemampuan beradaptasi ini membantu anak untuk menavigasi dan mengantisipasi apa yang akan terjadi di depan.
Perubahan besar itu tidak hanya terjadi pada teknologi saja. Di masa anak dewasa nanti, ia akan melihat bagaimana industri model baru akan terbentuk, kemajuan besar-besaran di segala bidang. Di sisi lain, kemajuan tersebut bisa juga menjadi ancaman, hilangnya banyak sektor profesi. Dalam kehidupan pribadi, mereka juga akan selalu menghadapi perubahan.
Seperti, memulai atau mengakhiri hubungan, berkeluarga, kehilangan pekerjaan, pindah rumah, dan sebagainya. Semua perubahan tersebut bisa menimbulkan stres tingkat tinggi. Sepintar apa pun seseorang, jika ia tak punya kecerdasan emosi, ia akan gampang mengalami tekanan, kecemasan, atau depresi. Ketangguhan merujuk pada kapasitas individu untuk menghadapi kesulitan, sementara kemampuan beradaptasi mengacu pada kapasitas mereka untuk merespons ketidakpastian, perubahan, dan hal-hal baru.
Dari hasil riset yang dilakukan University of Sydney, yang dilakukan di sekolah menengah, para siswa diamati kemampuan beradaptasi melalui serangkaian pertanyaan yang berkisar pada situasi yang tidak pasti, dan meminta siswa untuk menilai seberapa efektif mereka dalam menanggapi situasi tersebut. Dalam riset tersebut, ditemukan tiga kemampuan beradaptasi, yakni, perilaku, kognitif, dan emosional.
Para remaja yang lebih mudah beradaptasi, cenderung untuk aktif di kelas, menikmati sekolah, lebih puas dengan kehidupan, memiliki rasa percaya diri yang lebih tinggi, dan memiliki makna serta tujuan hidup yang lebih konkret. “Kemampuan beradaptasi dianggap sebagai faktor kuat dalam hasil akademik dan non-akademik,” kata Andrew Martin, yang melakukan penelitian tersebut.
Hidup di dunia yang berubah cepat, satu-satunya pilihan yang kita miliki adalah bisa beradaptasi dan responsif terhadap dunia di sekitar kita. Menurut coach leadership, Catherine Plano, kemampuan beradaptasi disebutnya sebagai sebuah… kecerdasan baru. Jika sebelumnya kita kenal IQ, lalu ada EQ, sekarang zamannya... AQ atau adaptability quotient, kecerdasan beradaptasi. Kalau dulu, punya IQ tinggi dipandang sebagai manusia cerdas.
Kemudian eranya Goleman, EQ yang dipandang lebih penting dalam menentukan kesuksesan. Mereka yang memiliki kecerdasan secara emosi, mampu menyadari emosi dirinya dan bisa membaca emosi orang lain, dianggap memiliki kekuatan super untuk dapat lebih mudah terhubung dengan orang lain. Dengan perubahan zaman, hari ini kita memiliki tren kecerdasan baru. “AQ adalah pemimpin yang cerdas, lincah, tenang, dapat mengatur keseimbangan kondisi mental dalam situasi seburuk apa pun, serta mampu menemukan solusi untuk keluar dari situ.
Baca:
Kemampuan Beradaptasi yang Membuat Saya Bisa Bertahan Sejauh Ini
Pentingnya Anak Beradaptasi dengan Perubahan
Pro Kontra SPP dan Uang Kegiatan Sekolah Dikurangi, Ini Kata Para Ibu