Apa yang sebenarnya ingin anak tunjukkan lewat perilaku melempar?
Di balik setiap kemampuan anak yang menakjubkan, biasanya ada satu dua hal yang buat orangtua, justru mencekam. Saya pribadi bersyukur lihat perkembangan si kecil yang sesuai dengan balita usia 2 tahun pada umumnya. Meski, jujur aja, nggak sedikit dari perilakunya yang kian bikin saya geleng-geleng kepala. Salah satunya, barang-barang di rumah —dari remote TV sampai HP Ayahnya— langganan melayang ke sana ke mari, akibat hobi barunya: lempar-lempar barang.
Mulai dari tarik napas panjang, sampai akhirnya nggak tahan juga, murni karena saya betul-betul nggak paham apa yang sedang ada di kepala anak. Setelah ngobrol dengan Yasmine Nur Edwina, M.Psi., Psikolog Anak dan Keluarga di TigaGenerasi, berikut yang bisa disimpulkan.
Pada anak usia 12-18 bulan, perilaku melempar benda secara berulang adalah cara anak untuk belajar mengenai pola sebab-akibat. Selain itu, ia belajar mengontrol lingkungan sekitarnya dan mengamati reaksi orang sekitar dari perilakunya. Misalnya, ketika orangtua menunjukkan ekspresi wajah dan nada suara yang berbeda (meninggi, tertawa, atau ekspresi lainnya) saat ia melempar benda secara berulang.
Di usia 15 bulan, anak mulai mengekspresikan rasa marah, frustrasi, dan emosi negatif lainnya dengan perilaku tantrum. Tidak jarang ia pun akan melempar barang. Dalam situasi tersebut, makna di balik perilaku melempar barang adalah ada rasa tidak nyaman, marah, frustrasi karena berbagai macam hal, misalnya saat dilarang melakukan suatu hal atau sekadar mengantuk.
Jika anak melempar sesuatu dalam situasi bermain dan bukan benda yang membahayakan, artinya ia sedang mengeksplorasi cara memainkan benda tersebut. Jadi, perilaku melempar tidak selalu buruk, perlu dilihat konteksnya.
Apapun makna di balik perilaku melempar benda, jika perilaku tersebut menyakiti diri sendiri, menyakiti orang lain, dan merusak barang/lingkungan, orangtua perlu menyikapi dengan memberhentikan perilaku anak, dengan mengatakan “stop” atau “tidak lempar”, mengambil benda yang dilempar yang dirasa membahayakan, atau mengamankan anak ke tempat lain. Terkadang, perilaku yang ditunjukkan anak memang bisa berarti anak butuh bersama kita. Anak butuh menjalin koneksi dengan kita karena ia merasa orangtua sibuk dengan dunianya sendiri.
Menerima perasaan anak, dengan mengatakan, “Kamu marah ya Mama kerja terus? Tapi tidak lempar ya, tidak baik!”
Menenangkan anak, dengan memeluk atau mengusap-usap. Jika bisa disempatkan untuk bersama anak, luangkan waktu untuk “benar-benar” bersama anak; jika memang belum bisa, katakan, “Habis Mama selesai ngetik bagian ini, Mama temenin, ya”. Atau, berikan alternatif kegiatan pada anak. Jadi anak bermain di samping Anda.
Penting buat orangtua meluangkan waktu bermain bersama anak setiap harinya, minimal 20 menit dalam satu hari, tanpa distraksi apapun. Dengan demikian, anak tahu bahwa meskipun sehari-hari sibuk, orangtuanya tetap punya waktu untuk fokus bersamanya.
Orangtua bisa mengalihkan dengan memberikan benda yang tepat untuk dilempar melalui beberapa kegiatan yang bisa dilakukan berikut ini:
Jika anak sudah berusia di atas 2 tahun, dalam situasi yang tenang, orangtua dapat mengobrol dengan anak untuk membahas mengenai perilaku yang baik dan tidak baik. Orangtua bisa memberikan contoh bahwa melempar-lempar barang yang tidak seharusnya dilempar itu tidak baik, beserta dampaknya. Obrolan tentang hal itu bisa dibantu melalui media buku cerita terkait topik tersebut, tayangan televisi, atau bermain pura-pura. Orangtua tentu perlu mengingatkan anak berulang kali karena anak belajar lewat pengulangan dan konsistensi.
Jangan lupa juga, berikan anak apresiasi ketika ia menunjukkan perilaku baiknya saat bisa menahan diri untuk tidak melempar-lempar. Karena seringkali kita hanya fokus dengan perilaku yang buruk saja dan mendiamkan anak ketika ia berperilaku baik.
Baca juga: