Kecil-kecil sudah diajarkan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri? Kok, terdengar berat, ya, beban hidupnya? Apa sudah tepat?
Apa nggak sebaiknya orangtua membantu mereka menyelesaikan masalahnya? Apalagi mengingat mereka masih terlalu muda dalam membuat keputusan dan menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Eits, mommies, ternyata kemampuan problem solving bisa dilatih sedari dini, lho.
Menurut penjelasan Dr. Dewi Maulina, M.Psi sedari dini, sebenarnya anak sudah bisa, kok, diajarkan dan dilatih kemampuan problem solvingnya, alias menyelesaikan masalahnya sendiri. Keterampilan problem solving banyak kaitannya dengan kemampuan verbal, jadi akan lebih optimal ketika melatih anak yang sudah bisa diajak berkomunikasi, yaitu sekitar usia 2-3 tahun, saat anak sudah bisa berkomunikasi secara ekspresif dan reseptif dengan lingkungannya. See, semuda itu bisa, kok.
Kemandirian bisa dibangun dengan latihan problem solving
Dengan mengajarkan atau melatih kemampuan problem solving pada anak sedini mungkin, kita bisa bantu anak untuk membangun kemandirian, rasa percaya diri, dan rasa bangga karena munculnya rasa berhasil ketika menghadapi masalah. Seperti yang kita tahu, ya, yang namanya hidup, kita nggak akan pernah lepas dari masalah. Termasuk anak, kan? Jadi, menurut Dewi Maulina, penting banget melatih anak supaya dia bisa peka terhadap masalah yang ada di lingkungannya. Selain itu, melatih kemampuan problem solving pada anak memiliki keuntungan lain seperti:
Untuk melatih kemampuan problem solving pada anak usia SD, bisa dengan memberikan stimulus-stimulus masalah yang dapat dipecahkan oleh anak usia tersebut. Nah, kalau di sekolah, anak-anak biasanya diberikan tugas-tugas yang menantang, yang membuat anak berpikir secara kritis dalam melihat masalah. Tugas-tugas tersebut sangat bisa mendorong proses berpikir pada anak untuk memahami masalah, mencoba mencari alternatif strategi pemecahan masalah, serta melihat plus dan minus dari setiap solusi, termasuk menentukan solusi yang paling tepat untuk menyelesaikannya. Misalnya saja dengan membuat project kelas bersama dengan tugas mendekorasi kelas menyambut Hari Kemerdekaan.
Rata-rata anak usia SD, kemampuan verbalnya, kan, sudah sangat berkembang. Jadi proses diskusi juga bisa dilakukan lebih optimal, baik antara guru dan anak, juga antara orang tua dan anak. Yang perlu diperhatikan adalah, karena pada anak SD tahap perkembangan kognitifnya juga masih concrete operasional, maka masalah yang diberikan juga sebaiknya perlu cukup konkrit, sehingga lebih mudah dipahami olehnya.
Kita sebagai orangtua juga bisa ikut melatih mereka, lho. Kunci dari mengajarkan keterampilan problem solving pada anak adalah dengan tidak langsung memberikan jawaban ketika anak bertanya. Minta anak untuk memikirkan terlebih dahulu jawaban dari pertanyaannya dan coba arahkan anak untuk mencari jawaban sendiri, baru di akhir bisa diberikan penguatan. Aktivitas bermain seperti puzzle atau lego (building blocks) juga bisa dijadikan sebagai kegiatan bermain yang dapat melatih problem solving pada anak usia sekolah dasar.
Yang pasti, anak pra-remaja atau yang sudah duduk di sekolah menengah umumnya memiliki kemampuan kognitif yang sudah berkembang lebih kompleks. Nah, permasalahan yang dihadapi justru membantu merangsang proses mereka berpikir abstrak.
Stimulasi yang bisa diberikan orangtua di rumah bisa dengan melatih mereka mengelola uang jajan. Bisa juga dengan membiarkan ia menyelesaikan sendiri permasalahannya dengan sahabatnya, misalnya. Ketika ia bercerita bahwa ia dan sahabatnya memiliki friksi, bantu dia dengan mengarahkannya mengidentifikasi masalah, lalu membiarkannya mencari alternatif solusi dalam memperbaiki hubungan dengan sahabatnya tersebut.
Dalam proses pra-remaja menyelesaikan tantangan yang diberikan, kita bisa tekankan agar mereka tidak perlu takut salah, karena kesalahan adalah bagian dari proses belajar dan memberikan masukan supaya lebih terarah pada tujuan yang diinginkan. Dorong anak agar berani mengungkapkan pendapatnya dan juga mengungkapkan alasan dibalik pendapatnya. Dengan demikian anak juga belajar untuk kritis dalam menghadapi masalah yang pasti akan ditemukan di kehidupan sehari-hari.
Baca:
Soft skill yang Diasah Jelang Anak Masuk SD Apa Saja?