Sorry, we couldn't find any article matching ''
Fase Tantrum pada Balita
Meski tidak semua balita mengalami fase yang sama saat tantrum, biasanya sebelum beraksi menjatuhkan diri, tantrum pada balita akan melewati beberapa fase ini.
Buat orangtua yang anaknya lagi sering moody, alias susah-susah gampang dibikin happy, pasti ada aja yang bakal bikin dia marah-marah dalam sehari, sepertinya momen #dirumahaja semacam ini bisa sedikit “menyelamatkan” kita dari drama di keramaian. Mau nge-mall, deg-deg-an juga kalau tiba-tiba si kecil beraksi boboan di lantai sambil teriak-teriak “Mama jahat!”. Okay, okay, tenang dulu. Sepertinya kita perlu memahami fase yang mereka lewati sebelum dan sesudah adegan lantai yang kerap terjadi. Berikut penjelasan yang saya dapat di artikel ini.
Fase 1: Denial.
Tantrum pada balita biasanya bermula dengan sebuah penolakan. Hal ini seringkali terjadi kalau ia tidak diperbolehkan mendapatkan atau melakukan sesuatu. Akibatnya, mereka akan mengabaikan permintaan kita, bahkan jangan heran kalau mereka sama sekali tidak mau menatap kita, pura-pura nggak dengar, bahkan kabur dari hadapan kita.
Fase 2: Marah.
Fase denial mungkin bisa selesai bila orangtua kemudian berhasil memberi penjelasan pada anak mengenai kelakuannya tersebut. Dengan catatan, anaknya bisa mengerti. Sebaliknya, buat si rebel, bila tidak mereda juga, ia akan memasuki fase marah. Lempar mainan, banting pintu, menjerit, menangis, bahkan menjatuhkan dirinya ke lantai, lengkap dengan tangan dan kakinya yang juga ikut berontak (seperti adegan di film exorcism gitu, deh!), menyampaikan betapa marahnya ia pada Anda.
Fase 3: Tawar-menawar.
Yang menarik dari fase ini adalah, ia akan mencari cara yang paling kreatif sebagai bahan tawar menawar. Misal, ketika disuruh mandi, “Nanti habis mandi, makan permen, ya?” Ketika ia menerima sebuah jawaban yang tidak memuaskan, ia akan mencobanya lagi dan baru akan berhenti ketika sadar bahwa usahanya yang satu ini tidak akan berhasil. Buat orangtua, yo, jangan loyo, dulu! Ingat, kita yang pegang kendali.
Ingat 5 Hal Ini Ketika Menghadapi Anak yang Sedang Marah
Fase 4: Depresi.
Fase ini paling menyebalkan, karena biasanya di fase ini, ia akan memperlihatkan “air mata buaya” alias merengek sampai seringkali bisa menimbulkan perasaan bahwa kita adalah the worst parent. Rasanya, tuh, si malaikat sama si iblis juga lagi perang di dalam pikiran kita, yang satu bilang “Sudahlah, iya-in saja!” Sementara yang satu lagi berucap, “Tahan, tahaaan! Sedikit lagi dia akan jera!”. Tenang dulu, karena semua ini merupakan manipulasi anak. Cara ini merupakan usaha terakhir balita untuk memutarbalikkan keadaan demi menaklukan kita.
Anger Management pada Anak, Apa Itu?
Fase 5: Penerimaan
Di fase ini, ia akan menyerah, mengeringkan air matanya, lalu berjalan pergi, meninggalkan Anda, membuat Anda merasa menang. Eits, jangan senang dulu, karena di tahap ini, dalang di dalam otaknya mengajaknya untuk berlanjut ke rencana jenius yang baru.
Perlu diakui, mengendalikan diri saat anak tantrum memang sangat sulit. Namun, ada cara yang bisa dilakukan supaya jangan kita yang jadi marah dan kebablasan. Karena pada tahap tantrum ini, kita sebagai orangtua harus memastikan bahwa keadaan emosi kita jauh lebih tenang daripada anak. Sehingga, akan lebih mudah bagi anak untuk belajar mengatur emosinya, karena kita pun bisa menghadapinya dengan tetap mengendalikan diri.
Marah pada Anak dan Cara Agar Nggak Kebablasan
Menghadapi Anak yang Manipulatif
Share Article
COMMENTS