Dan Hidup Kita Pun Kembali Ke (New) Normal

Others

Mommies Daily・08 May 2020

detail-thumb

Ditulis oleh: Ficky Yusrini

Yang sudah tak sabar nunggu PSBB selesai. Habis itu, mau ngapain? Beneran sudah bisa normal? Atau kita perlu beradaptasi dengan the new normal?

Akhirnya, kabar yang ditunggu-tunggu datang juga. Menko Perekonomian Airlangga Hartanto mengumumkan pembukaan kembali aktivitas ekonomi dan publik secara bertahap, (06/05). Terbagi dalam lima fase, dimulai 1 Juni nanti. Pembukaan sekolah ada pada fase 3 (15 Juni). Fase terakhir, yakni fase 5, akhir Juli atu awal Agustus, seluruh kegiatan ekonomi sudah dibuka.

Senang? Tunggu dulu. Meski PSBB akan segera berakhir, tetapi kita belum bisa sepenuhnya lega, karena pandemi belum berakhir. Dalam pandangan ilmiah, pandemi baru bisa disebut selesai setidaknya hingga vaksin ditemukan dan selesai diujicobakan, minimal memakan waktu 18 bulan sampai 2 tahun. Dengan catatan, itupun jika tidak terjadi pandemi lain.

Di beberapa negara juga memberlakukan hal yang sama. Kota Wuhan, misalnya, yang sudah lebih dulu membuka aktivitasnya setelah 68 hari lamanya lockdown, masih berlangsung protokol kehati-hatian tinggi, agar infeksi gelombang kedua tidak terjadi.

Di laman Facebook, sejak beberapa minggu lalu sudah ramai copas status, “Apabila karantina Covid-19 sudah selesai…” Mau ngapain-ngapain, ketemu siapa aja. Daftar rencana sudah dibuat. Bayangan-bayangan segala keriaan yang kita lakukan di era sebelum korona, kembali terlintas. Tetapi benarkah hidup kita akan kembali normal? Tampaknya tidak.

Yang sekarang sedang ramai dibahas adalah fase ‘new normal’. Perlu diingat, pandemi masih ada. Ancaman gelombang berikutnya, masih mengintai. Orang Tanpa Gejala (OTG) bisa saja berpapasan dengan kita. Sebetulnya, yang paling aman, tetap #dirumahaja, seperti yang kita lakukan selama beberapa minggu ini.

Dari beberapa sumber, akan saya sarikan, seperti apa ‘new normal’ itu?

Untuk anak

Tidak menitipkan anak di day care. Sharing dan tinggal dalam satu ruangan dengan banyak orang belum dianggap aman. Perlu dipikirkan alternatif lain bagi para orangtua bekerja yang tidak memungkinkan untuk meninggalkan anak di rumah. Misalnya, menitipkan anak di rumah nenek/kerabat. Setidaknya, kita tahu riwayat kesehatannya.

Sekolah belum sepenuhnya buka. Di Indonesia juga sama. Walaupun Juni resmi dibuka, tampaknya masih akan diberlakukan sistem shift, sehingga anak tidak setiap hari masuk sekolah. Pembelajaran online akan menjadi metode umum hingga beberapa tahun ke depan.

Anak-anak (terutama yang SMP ke bawah) mana bisa untuk jaga jarak sosial dengan teman-temannya. Mungkin perlu kebijakan ketat dari pihak sekolah untuk meminimalkan penularan virus, saat di sekolah.

Tidak ada salim atau cium tangan lagi.

Sebaiknya, hindari kolam renang umum.

Kegiatan ekstra kurikuler, les, atau klub masih akan lebih banyak berlangsung online.

Belum bisa melakukan kegiatan field trip di ruang publik. Ingat, hanya keluar rumah jika penting banget.

Untuk yang bekerja

Work from home, untuk pekerjaan-pekerjaan yang bisa dilakukan di rumah. Yeay, bebas commuting. Jaga jarak sosial akan jadi norma di kantor-kantor.

Baca juga:

Home Office Syndrome, Ketika Bekerja dari Rumah Malah Membuat Stress

The New Normal - Mommies Daily

Pola hidup baru

Membiasakan pakai masker jika keluar rumah. Sudah koleksi masker, kan?

Mencuci tangan dengan sabun sesering mungkin dan sedia hand sanitizer setiap bepergian. Untunglah, harga hand sanitizer sudah murah.

Tetap menjaga jarak di ruang publik, tempat perbelanjaan, dan transportasi umum. Di luar negeri, orang lebih memilih ke kantor dengan bersepeda, ketimbang berkereta api. Di sini, ya tetap harus naik KRL ke Jakarta, kalau rumah di pinggiran kota. Kencengin doa aja ya.

Gunakan kartu sebagai alat bayar ketimbang uang tunai. Yang jelas, ke tukang sayur, ke pasar, naik angkot, masih harus pakai uang tunai.

Lebih sering berbelanja online. Keterusan kebiasaan selama PSBB, segala sampai sembako pun online. Yang ada di warung tetangga, ya ke warung tetangga aja, sih!

Tidak ada jabat tangan, apalagi cipika-cipiki, apalagi peluk-peluk. Gantinya, menyatukan kedua telapak tangan di depan dada atau namaste.

Tidak ada pertemuan atau gathering dalam skala besar. Forum seperti seminar akan lebih banyak digantikan virtual room.

Tidak ada pesta atau perayaan besar. Resepsi pernikahan akan berlangsung dengan undangan dalam jumlah terbatas.

Cek suhu tubuh, menjadi aturan keamanan baru saat akan memasuki gedung atau tempat-tempat umum.

Tidak berolah raga ramai-ramai. Dalam kelompok terbatas, seperti 4-5 orang, masih dimungkinkan. Kelas-kelas olahraga, dari mulai aerobik, zumba, yoga, barre, akan banyak pindah ke virtual room.

Bebersih rumah dengan disinfektan, masih jalan terus. Kemasan belanjaan juga dicuci disinfektan setiap kali habis belanja. Capek, ya. Semangat!

Pertemuan dengan keluarga besar akan lebih sering dilakukan dengan video call. “Zoom, ya, Nek!”

Traveling ke luar negeri, walaupun sudah dibuka, belum dimungkinkan. Niatnya piknik, yang ada, baru menginjakkan kaki di negara orang, terus kita jadi ODP di sana 14 hari, kan, enggak lucu.

Yoga dan meditasi, akan banyak dicari orang. Selain karena efeknya yang bisa meningkatkan imunitas, juga karena mengurangi stres yang banyak dialami orang di masa karantina, dengan segala perubahan yang terjadi. Omm….

Foto grup atau wefie dengan teman-teman dekat atau komunitas, berganti dengan screenshot zoom. Cheers!

Makan di resto, bisa sih, asal saling berjauhan.

Siap dengan semua ini?

Baca juga:

7 Ketakutan Para Ibu di Masa Pandemi

Ide Aktivitas Indoor Untuk Anak Agar Ibu Tetap Waras