Sorry, we couldn't find any article matching ''
Ketika Guru Menjadi Pelaku Bully
Saat ternyata yang menjadi pelaku bully bukanlah sesama murid, namun sosok guru yang seharusnya menjadi pelindung, apa yang bisa dilakukan orang tua?
Masih ingat kasus anak SMP berkebutuhan khusus yang dibully oleh tiga orang temannya, kan? Berawal dari membaca kasus itu, saya jadi melempar pertanyaan di Instagram Story saya (@duniapercil) bertanya mengenai pengalaman bully yang pernah dialami oleh orang-orang.
Yang mengejutkan, ketika ternyata lumayan banyak yang bercerita bahwa pembully mereka bukanlah sesama murid di sekolah, tapi tak lain tak bukan adalah sosok guru, yang seharusnya menjadi pelindung di lingkungan sekolah.
Beberapa cerita seperti berikut ini:
“Anak aku kelas 3 SD mbak, suka dicubit dan dimarahin di depan teman-temannya. Dikatain bodoh karena nggak bisa hapal perkalian, dan yang menyedihkan, teman-temannya jadi ikutan ngatain dan sering marahin anakku.”
“Guru aku suka nyuruh aku beliin makanan buat dia.”
“Suatu hari aku dipanggil sama Kepala Sekolah karena sering telat bayar SPP. Kelar dipanggil, wali kelas mendekati aku dan bertanya tentang pekerjaan papa aku. Begitu tahu kalau papa aku udah pergi ninggalin aku selama 5 tahun, wali kelas langsung jutek. Nilai-nilaiku nggak pernah lebih dari 75 walaupun hasil gambar aku selalu dijadiin contoh. Aku stress banget kak. Ke Psikolog dan didiagnosa Bipolar.”
“Aku pernah dikatain idiot dan dibilang IQ ku di bawah rata-rata. Mama marah besar sama guru ku dan aku diajak ke psikolog. Baru di situ bisa keluar semua apa yang aku rasain selama ini. Akhirnya aku dipindahin sekolah sama mama. Karena begitu guru bully, teman-teman biasanya ikutan bully.”
“Gara-gara bapak aku komplen ke komisi sekolah, karena semua guru lulusan Sarjana Agama tapi kok ngajar matematika, sains dan sebagainya, jadi guru ku selalu bilang kalau bapak aku galak dan suka mukulin aku, terus hobi mempermalukan aku di depan kelas.”
Saya jadi mencoba memutar memori zaman sekolah dulu deh. Kemudian teringat, iya ada sih guru yang hobi minta jajanin, ada juga yang sesekali minta barang-barang yang saya pakai, atau minta bellin buku. Tapi dulu saya nggak merasa ini aneh,mungkin karena sekian belas tahun lalu issue bullying kan memang belum ada ya.
Nah, ketika pembully justru bukan dari sesama murid, malah datang dari guru, sosok yang harusnya bisa dipercaya sama orang tua dan si murid itu sendiri, sebenarnya apa sih yang menyebabkan guru melakukan tindakan tersebut?
Menurut mbak Irma Ayank Gustiana M.Psi, Psi, ada banyak faktor yang melatarbelakangi aksi guru membully siswanya, terkait karena faktor psikologis, biologis hingga sosial.
Faktor biologis, misalnya guru yang secara fisik lelah, lapar, capek umumnya menjadi lebih sensitif terhadap situasi, misalnya muridnya berisik atau sulit untuk dinasihati.
Secara psikologis, kaitannya dengan kontrol atau pengendalian emosi, pengalaman masa lalu, karakter kepribadian, misalnya guru yang temperamen, konsep dirinya rendah, atau punya masalah dengan anger management issue serta masalah psikologis lain.
Secara sosial, bisa jadi karena pengaruh dari latar belakang keluarganya, keadaan finansial, minimnya dukungan rekan kerja atau support dari pihak lain di sekolah.
Makanya disarankan banget jika sekolah ingin mempekerjakan guru sebaiknya sejak awal harus mengikuti psikotes untuk bisa dideteksi ada atau tidaknya potensi permasalahan psikologis yang berdampak pada kegiatan belajar mengajar
Kadang, kita kan juga suka bingung ya, apakah tindakan guru masih dalam tahap wajar atau bagaimana nih. Maka, mbak Irma menyarankan, ketika anak merasa terancam dan merasa nggak nyaman, itu waktunya anak melaporkan pada orang tua. Jadi, sebagai orang tua, kita bisa banget ingatkan terus ke anak, ketika ia tidak merasa nyaman lagi, dia perlu bilang ke kita, orang tuanya.
Ketika anak sudah mau curhat ke orang tua, berarti kan anak sebenarnya butuh bantuan kita untuk menangani kondisi ini, maka orang tua bisa meminta waktu bertemu dengan BK (bila ada) atau kepala sekolah, sehingga bisa dilakukan mediasi dengan guru yang bersangkutan dalam rangka berdiskusi dan mencari solusi bersama terkait perundungan yang dialami anak oleh gurunya sendiri.
Jika ada indikasi perundungan fisik, ada baiknya bukti fisik difoto, jika ada masalah psikologis yang muncul seperti takut ke sekolah, tidak mau bertemu guru dll perlu juga dicatat dan diceritakan pada pihak sekolah. Jika ditemukan adanya indikasi masalah psikologis pada guru ybs maka perlu ditindaklanjuti dengan pendampingan dan konseling.
Lantas, jika pihak sekolah sudah mendapat laporan dari orang tua murid, sekolah sebaiknya nggak perlu bersikap defensif karena sekolah perlu terbuka menerima kritik dan saran dari pihak lain, mengajak guru yang bersangkutan berdiskusi tanpa “judgment” agar bisa mendengarkan secara obyektif cerita dari dua belah pihak, cari tahu rekam kegiatannya di hari di mana ybs sedang bersama anak tsb, bukti cctv sekolah juga bisa digunakan jika ada.
Dan terakhir, merujuk guru ybs bila ditemukan adanya masalah psikologis atau sanksi administrasi jika terbukti. Jika ada orang tua yang ingin membawa ke jalur hukum, maka sekolah harus siap untuk bisa memberikan keterangan lebih lanjut mengenai yang bersangkutan.
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS