Sorry, we couldn't find any article matching ''
Tuhan, Jauhkan Anak Saya dari Teman-teman yang Toxic
Sama seperti saya ‘berdoa’ agar anak-anak tidak mendapat pasangan yang toxic, saya juga berharap banget anak-anak saya dijauhkan dari pertemanan yang toxic.
Semakin bertambah usia anak, semakin tinggi jenjang pendidikannya, otomatis lingkup pertemanan mereka juga semakin luas. Yang dulunya hanya teman di sekitar rumah, bertambah di lingkungan playgroup, tambah lagi di lingkungan sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama. Belum lagi teman-teman yang ditemui di tempat les atau di dalam kegiatan ekstrakurikuler.
Kalau dulu waktu teman-temannya masih dia lagi-dia lagi, saya mudah tuh mengingat nama satu per satu, mengetahui latar belakang keluarga dan menyortir mana yang aman dan mana yang tidak untuk menjadi teman anak-anak saya, hahaha. Sekarang? Sulit beneeeeer!!
Di satu sisi, saya senang anak-anak punya teman dengan beragam latar belakang. Mereka belajar bersosialisasi, mengenal perbedaan, mengatasi konflik dan sebagainya.
Nah, masalahnya adalah …. kan nggak semua teman-temannya ini memberikan dampak positif ya. Sama kayak pacar toxic, teman juga ada pasti yang toxic, memberikan pengaruh buruk ke anak-anak kita. Mereka yang bersikap jahat, kejam, senang menyakiti. Instead of making my child feel good, toxic friendship umumnya membuat temannya melakukan hal yang buruk, membuat temannya berpikir negatif tentang diri sendiri, memanipulasi dan merendahkan.
Baca juga:
Ketika Teman Anak Kita Bersikap Jahat
Mohon maaf nih, saya berusaha keras banget mendidik anak-anak saya untuk memiliki rasa percaya diri yang sehat, mencintai diri sendiri, menghargai diri sendiri. Lantas ada orang lain asik-asik merusak itu semua, kan emosi ya bawaannya :p.
Maka, untuk melindungi anak-anak saya dari teman-teman toxic, hal yang saya lakukan adalah …
1. Bicara dengan mereka mengenai what good friends are like. Seperti apa sih teman yang baik itu? Ya teman yang menjaga, peduli, memiliki respek terhadap mereka. Dengan menjelaskan hal ini, anak-anak jadi punya gambaran mengenai seperti apa teman yang baik. Harapannya, mereka sendiri akan menjadi teman yang baik untuk orang lain, daaan mereka akan mencari teman yang baik untuk diri mereka.
2. Saya mencoba untuk mengenal teman-teman dari anak saya. Feeling ibu kan biasanya kencang tuh. Jika radar saya menangkap sosok teman yang baik, yang kayaknya cocok nih untuk anak, saya akan coba undang anak itu main ke rumah, atau mengusahakan anak-anak bisa spend waktu bersama teman yang baik itu. Nonton, berenang, makan bareng.
3. Upayakan agar anak memiliki range pertemanan yang luas dari berbagai macam lingkungan. Seperti yang sempat saya ceritakan di awal tadi. Lingkungan keluarga besar, rumah tinggal, sekolah atau tempat les bisa menjadi pilihan. Biar apa? Agar anak punya alternatif lingkungan pertemanan lain ketika dia merasa tidak cocok dengan satu lingkungan tertentu.
4. Jangan berhenti untuk terus berkomunikasi mengenai dengan siapa anak bergaul. Saya suka bertanya, siapa teman dekatnya, bagaimana hubungan mereka, kegiatan apa yang sering mereka lakukan, kenapa anak saya senang dengan temannya itu, apakah ada masalah di antara mereka? Perhatikan jawaban dari anak.
Baca juga:
Agar Anak Berani Jujur dan Terbuka pada Orang tua
5. Saya juga sering bercerita mengenai sejarah pertemanan saya dulu. Bagaimana ada yang bertahan dari SD hingga sekarang, ada yang menjauh seiring berjalannya waktu hingga menjadi asing karena perbedaan pendapat. Di luar itu, saya ceritakan juga persahabatan positif yang saya miliki. Seperti apa positifnya? Misalnya, karena berteman dengan tante A mama jadi berani mencoba hal baru. Karena berteman dengan tante B, mama jadi lebih berpikir positif, dst-nya. Be a role model dari sebuah hubungan pertemanan yang positif.
Saya selalu bilang ke anak-anak saya, bahwa nggak kenapa-kenapa untuk ‘memutuskan’ pertemanan jika kita tidak nyaman dengan pertemanan itu. Karena pada masanya nanti, ketika dia bertambah usia, semakin bijaksana, dia akan memahami bahwa memilih teman adalah sebuah keharusan. Karena kita adalah sebagian dari teman kita.
Lalu, jika anak sudah terlanjur terjebak dengan teman-teman beracunnya? Bagaimana? Nanti ya, di tulisan selanjutnya akan saya bahas.
Share Article
COMMENTS