Tumbuh kembang anak punya tantangan masing-masing di setiap fase usianya. Sekian masalah pola asuh di bawah ini berikut dengan solusinya, mudah-mudahan bisa menenangkan mommies menangani berbagai drama si kecil.
Image: by Zulmaury Saavedra on Unsplash
Semenjak jadi ibu, suasana hati mirip seperti roller coaster, diajak naik turun tanpa kenal waktu dan nggak permisi dulu. Misalnya pas jemput anak di daycare, tiba-tiba harus menghadapi dia yang mood-nya lagi kacau. Penyebabnya macam-macam, rasa ngantuk yang terlalu, atau habis mengalami konflik sesama temannya.
Manifestasinya? Ya ngambek. Meski nggak sampe tantrum, cukup bikin kesal dan pusing sih, huhuhu. Ini baru satu dari sekian banyak masalah pola asuh yang orangtua sering dialami. Dari boldsky.com, kami rangkum, berikut dengan solusinya.
Tantrum adalah cara anak menunjukkan bahwa dia merasa sedang kesal, frustasi karena tidak mendapatkan sesuatu yang dia inginkan.
Solusi:
-Tetap tenang jangan bereaksi mendadak. Misalnya balik marah atau membentak.
-Kalau si kecil menangis, katakana padanya “ibu baru bisa mendengar apa yang kamu butuh, kalau kamu berhenti menangis.”
-Coba untuk alihkan perhatiannya.
-Jangan menyerah dengan menyetujui apa yang anak inginkan. Lanjutkan dengan kegiatan rutin lainnya, sampai dia tenang.
Baca juga: Anak Tantrum? Ini Yang Harus Dilakukan!
Seiring anak besar, dia mulai merasa sudah bisa mandiri. Konsep ke-aku-annya mulai muncul. Hal ini mengakibatkan anak tidak kooperatif pada perintah apapun yang kita sampaikan.
Solusi:
-Hargai opini anak dan tetap tenang. Tanya kenapa dia nggak mau melakukan sesuatu yang kita sarankan. Dan dengarkan dengan saksama.
-Jelaskan kepada anak, kenapa kita menyarankan hal tertentu kepada dia untuk dilakukan. Bijak memilih kata-katanya, ya, mommies.
-Sebisa mungkin jangan berteriak. Karena malah makin membuat suasana makin buruk.
Menangani anak yang marah dan agresif salah satu sikap anak yang paling menantang untuk dihadapi. Belum lagi kalau diiringi jeritan dan melempar barang. Kuncinya satu: SABAR.
Solusi:
-Coba bicara dengan nada suara rendah, cari tahu apa yang membuat dia marah. Karena reaksi pasti diawali aksi.
-Jika si kecil marah terkait urusan sekolah. Coba bicara dengan gurunya untuk menghadirkan solusi paling baik.
Adakalanya anak berbohong di kasus tertentu. Segera bahas saat mommies mendapati mereka berbohong. Karena jika dilakukan pembiaran, makan akan menjadi kebiasaan dan bisa jadi menyembunyikan hal penting dari anda.
Solusi:
-Hindari marah pada anak (saya akui ini bagian paling sulit *___*), apalagi melakukan hukuman fisik, ketika kita tahu pertama kali anak berbohong. Supaya tidak kehilangan momen, anak cerita jujur kenapa dia bohong
-Beri tahu si kecil, kenapa dia tidak boleh berbohong. Utarakan penjelasan yang masuk akal. Penting memberi tahunya perbedaan mana yang benar, mana yang salah.
Berkelahi, bertengkar, sepertinya sudah menjadi hal yang sering terjadi di setiap keluarga yang punya anak lebih dari satu. Bahayanya, orangtua seakan-akan menerima begitu saja. Abai dan pembiaran. Stop sampai di sini, karena lama-lama bisa bermanifestasi menjadi perkelahian fisik yang lebih buruk.
Solusi:
-Jangan langsung menyalahkan salah satu pihak. Tapi tenangkan kedua pihak.
-Dorong mereka untuk menyelesaikan masalah, tapi tetap saling menghormati. Pancing mereka untuk mencari jalannya sendiri.
-Buat peraturan, jika hal ini kembali terjadi. Siapapun itu yang memulai pertengkaran, keduanya akan menerima konsekuensinya. Bentuknya bisa didiskusikan bersama.
Baca juga: MD Lunch, Stop The Fighting: How to Handle Sibling Rivalry?
Berlebihan makan makanan ringan, cepat saji, permen akan menyebabkan orangtua jadi kesulitan memberikan asupan makanan sehat, seperti sayuran.
Solusi:
-Pastikan mommies tidak memaksa anak makan, apa yang diinginkan mommies. Jadilah model terlebih dahulu. Contohnya, makan sayur dan buah di depan mereka. Biarkan mereka melihat, betapa enak dan nikmatnya sumber serat tersebut.
-Edukasi anak tentang manfaat makanan sehat. Bilang padanya, kalau rajin konsumsi sayur dan buah, jadi mudah buang air besar. Dan apa pula akibatnya kalau terlalu sering makan makanan cepat saji.
-Biarkan anak mommies membantu di dapur, ketika masak makanan rumah yang sehat.
Nggak bisa dipungkiri gadget menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi ada nilai edukasinya, mengenalkan beragam kosa kata, warna, bentuk dan lain-lain. Namun, jika penggunaan gadget ini tidak pada porsi yang wajar, akan menyebabkan ketagihan gadget.
Solusi:
-Kitanya sebagai orangtua, jangan mengandalkan gadget sebagai media bermain anak. Buat anak sibuk dengan kegiatan lainnya.
-Kenalkan anak dengan berbagai kegiatan bermain di luar ruangan. Yang jauh lebih menyenangkan.
-Buat peraturan yang jelas dan konsisten. Misalnya apa saja game yang boleh dimainkan. Berapa menit dalam sehari, mereka mendapatkan jatah screen time.
Adakalanya datang masa, anak mogok belajar. Padahal sudah waktunya ujian.
-Jangan menekan anak untuk selalu punya nilai sempurna, atau memang di setiap kompetisi.
-Coba diskusi, beri penjelasan kenapa belajar itu akan membantunya kelak di masa depan. Lengkapi dengan contoh.
-Jika ditemukan ternyata si kecil, tidak tertarik dengan metode belajar pada umumnya. Cari tahu, cara seperti apa yang membuat dia nyaman.
-Pahami kalau semua butuh proses. Biarkan dia memilih apa yang membuat dirinya nyaman. Hindari mengontrol pilihan-pilihan hidupnya.
Sesekali merengek dan mengeluh di kalangan anak-anak wajar adanya. Tapii, jika berlanjut terus menerus akan menjadi masalah berat.
-Bicara padanya, apa yang membuat dia mengeluh. Jangan diabaikan.
-Tawarkan solusi sesegera mungkin.
-Ajarkan padanya bagaimana dia bisa mengatasi masalah dirinya sendiri. Selain itu, tunjukkan cara komunikasi yang bisa dimengerti untuk meminta sesuatu, bukan dengan cara merengek.
-Buat dia sadar, bahwa masalah-masalah yang dia hadapi, tidak sebesar uang dia pikirkan.
Setiap anak adalah pribadi yang unik. Jika si kecil termasuk anak yang tertutup, wajar saja kalau kita merasa khawatir si kecil jadi pribadi yang menyendiri di sekolah, jarang berinteraksi, dan lain-lain.
-Setiap anak punya zona nyamannya sendiri. Pahami ini dulu.
-Jangan paksa anak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keinginannya.
-Amati si kecil, coba untuk memahami kepribadiannya.
-Cari waktu yang tepat, untuk bicara padanya. Menyarankan untuk berteman dengan lebih banyak orang. Kalau si kecil merasa malu, coba untuk meningkatkan kepercayaan dirinya. Bilang kalau dulu ibu juga sempat malu, tapi ternyata pas dicoba sekali, rasanya menyenangkan, lho, punya teman baru. Hargai dan nikmati prosesnya, jangan terburu-buru.
Baca juga: 7 Masalah Kesehatan Mental yang Sering Terjadi di Anak Usia SD