Ditulis oleh: Lariza Puteri
Kegalauan pada remaja tak melulu tentang cinta monyet pertamanya.
Saya selalu merasa senang ketika melihat sekumpulan remaja yang sedang berlatih. Entah itu berlatih basket, cheerleader, menari, atau kegiatan lainnya. Rasanya aura kebahagiaan mereka menular pada saya. Ini membuat saya membayangkan saat Dhia dan Gia besar nanti. Mereka juga harus seaktif remaja-remaja itu.
Sayangnya, masuk usia remaja awal, yaitu usia 10 tahun, permasalahan yang berkaitan dengan gangguan psikologis akan mulai muncul. Salah satunya adalah gangguan makan. Iya, gangguan makan masuk kategori gangguan psikologi dan medis. Bukan sekadar gerakan tutup mulut yang biasanya terjadi pada balita.
Gangguan makan pada remaha ini jauh lebih serius dan dapat menyebabkan kelainan serius pada perilaku makan, yang semata-mata untuk mengendalikan berat badan.
(Baca: Sekadar Tingkah Laku Remaja Normal atau Tanda-Tanda Mental Illness?)
Umumnya, gangguan makan pada remaja berhubungan erat dengan persepsi body image. Pengaruh lingkungan, paparan terhadap stereotipe bentuk badan tertentu, hingga obsesi remaja menjadi penyebab terjadinya gangguan makan ini. Akibat hal-hal inilah, jangan kaget bila tiba-tiba si remaja menolak makan ayam krispi kesukaannya.
Bila gangguan ini tidak diatasi dengan baik, maka akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan remaja. Padahal gizi yang baik pada anak remaja, terutama remaja perempuan, merupakan bekal saat ia hamil nanti.
Beberapa jenis gangguan makan yang bisa terjadi pada remaja antara lain anoreksia nervosa, bulimia dan binge eating disorder.
Anoreksia nervosa
Remaja yang menderita anoreksia nervosa, biasanya merasa sangat takut gemuk, padahal umumnya berat badan mereka sudah jauh di bawah angka normal. Ia seringkali menolak makanan untuk membatasi jumlah makanan yang dikonsumsi, meskipun sebetulnya mereka merasa lapar.
Risiko yang bisa dialami oleh remaja penderita anoreksia antara lain penghentian menstruasi. Mereka juga akan mengeluh cepat lelah, mudah pingsan, kulit kering, kuku rapuh, tekanan darah rendah, dan tidak tahan terhadap dingin. Ini semua terjadi karena ia mengalami kekurangan asupan zat gizi. Bila kekurangan zat gizi ini terjadi terlalu lama, maka proses penyembuhannya pun menjadi lebih lama.
(Baca: Mengenali Ciri Anak yang Menderita Mentall Illness)
Bulimia nervosa
Berseberangan dengan anoreksia, penderita bulimia justru bisa makan lebih banyak. Hanya saja, makanan itu kemudian ia muntahkan dengan paksa, misalnya dengan memasukkan jarinya ke tenggorokan. Cara ini mereka lakukan untuk membunuh rasa bersalah karena sudah makan terlalu banyak.
Gangguan ini juga disebabkan oleh kecenderungan takut menjadi gemuk. Akibat kebiasaan mereka dalam mengeluarkan makanan secara paksa, bisa mengakibatkan peradangan pada tenggorokan, membengkaknya kelenjar ludah, dehidrasi hingga gigi yang rusak.
Binge eating disorder
Gangguan ini juga membuat remaja makan lebih banyak, bahkan tidak terkontrol. Berseberangan dengan bulimia, penderita binge eating justru tidak berusaha melawan rasa takut terhadap kegemukan. Pada akhirnya, penderita binge eating akan menderita obesitas atau kegemukan yang berisiko pada kesehatan jantung dan peningkatan kolesterol.
Gangguan-gangguan makan ini sangat memengaruhi kesehatan remaja. Juga pada konsetrasi belajarnya. Karena kekurangan gizi atau bahkan kelebihan gizi, membuat para remaja merasa kesulitan untuk fokus pada pelajaran. Gangguan ini umumnya juga menjadi gangguan jangka panjang. Sehingga, untuk mengatasinya, tak hanya melalui pendekatan medis, namun juga pendekatan psikologis untuk memperbaiki persepsi berpikirnya tentang tubuh yang ideal.
(Baca: Apa itu Global Developmental Delay Pada Anak?)
Proses belajar makan sejak anak berkenalan dengan makanan padat menjadi hal penting dalam menanamkan cara makan yang baik dan sehat. Bila anak sudah terbiasa dengan makan yang benar, maka kecil kemungkinan ia mengalami gangguan makan ini.