Wajar bila sebagai karyawan, kita sering merasa kecewa terhadap perusahaan tempat kita bekerja. Namun, bukan artinya kita bisa sembarang “curhat” di social media.
Meski hidup di jaman yang apa-apa serba bisa diupload di akun social media pribadi, bukan artinya kita bisa sembarangan saat menumpahkan keluh kesah yang kita alami. Hal ini sebetulnya berlaku dalam seluruh aspek kehidupan, ya. Namun dalam hal pekerjaan, yang biasanya related dengan masalah sama atasan maupun kebijakan perusahaan, tetap saja ada hal-hal yang perlu kita waspadai, sebelum kita terjerat dalam tuntutan pencemaran nama baik.
Sekarang ini, bukan hanya restoran, tempat wisata, dan hotel, lho, yang dengan mudahnya bisa dikasih bintang sama netijen dan diberikan review berdasarkan pengalamannya, dari kesan yang paling manis, sampai yang nightmare sekalipun. Situs Glassdoor.com, menyediakan wadah bagi para eks-karyawan untuk me-review mantan perusahaan tempat mereka bekerja. Kembali lagi, semua pihak pasti menginginkan honest reviews, namun, meskipun sifatnya anonymous, apakah artinya kita bisa sebebas itu dalam mengemukakan pendapat? Well, they say, never trust (the people behind) the internet!
Kita semua tahu, kalau reputasi itu sifatnya permanen. Sekali saja dianggap memiliki bad reputation, maka karir seseorang bisa terancam. Nah, pernah nggak kita ngebayangin, kalau satu postingan yang mungkin kita anggap “receh” --padahal isinya menjelek-jelekkan perusahaan-- itu bisa jadi se-permanen reputasi kita? Meski kita sendiri tidak mengharapkan hal itu terjadi, but, who knows kalau ada yang dengan iseng meng-capture postingan kita lalu menyimpannya sebagai barang bukti? Bisa panjang urusan! Sekesal-kesalnya kita sama perusahaan (maupun orang-orang di dalamnya yang punya andil besar terhadap pekerjaan kita), ingatlah bahwa kita masih akan terus melompat dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Jangan terlalu yakin kalau “sejarah” yang pernah kita buat di kantor lama nggak akan terdengar di kantor baru. Resign untuk buka usaha pun, tetap butuh yang namanya reputasi baik. Nggak lucu, kan, jadi owner perusahaan sendiri, tapi dikenal sering ngomong yang enggak-enggak saat dulu masih jadi karyawan?
Baca juga:
Freelancer Lyfe Tak Semanis yang Anda Bayangkan
Dalam sebuah artikel di huffpost.com, Aaron Mackey, pengacara sebuah group yang mengatur seputar digital rights, Electronic Frontier Foundation, memberikan insight mengenai hal ini. Menurutnya, belakangan ini, makin banyak perusahaan yang kini lebih dulu memberikan peringatan pada karyawannya untuk berhati-hati dalam tindakan yang berhubungan dengan nama baik perusahaan. Menurut Donna Ballman, pengacara ketenagakerjaan di Florida, “Dibandingkan dulu, kini banyak perusahaan yang lebih agresif memberlakukan peraturan terkait hal ini”. Mengingat sekarang ini, jangankan bad reviews, petisi saja bisa dengan mudahnya dibuat asal sudah ditandatangani (digitally) oleh banyak orang. Tentu hal ini menjadi ancaman buat perusahaan yang dianggap merugikan ratusan bahkan ribuan karyawan.
Di Indonesia sendiri, mengacu pada artikel di hukumonline.com, apabila ada seorang mantan karyawan yang posting menjelek-jelekan perusahaannya terdahulu dengan penjelasan yang rinci termasuk nama perusahaan dan pihak-pihak terkait secara detil, maka pihak perusahaan dapat menghubungi dan mengingatkan mantan karyawan tersebut bahwa tindakannya dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak perusahaan, ia harus menghapus semua tulisan yang sudah ter-upload. Namun, bila upaya yang dilakukan secara baik-baik ini tidak berhasil dan mengakibatkan kerugian pada perusahaan tersebut, maka pihak perusahaan dapat membuat laporan ke kepolisian karena mantan karyawan tersebut telah dianggap melanggar pasal 27 ayat (3) yang berhubungan dengan pasar 45 ayat 1 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Baca juga:
8 Harapan dari Karyawan Untuk Para Atasan
Pada dasarnya, semua pihak berhak untuk defensif dan mencari pembelaan terhadap tindakannya masing-masing, meskipun awalnya CUMA CURHAT DOANG. Namun, baiknya, sih, kembali ke diri sendiri saja. Apabila kita tidak ingin hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi, maka berhati-hatilah dalam bertindak, tidak terkecuali di social media.