5 Temuan Baru Tentang Bahaya Gadget pada Anak

Parenting & Kids

Mommies Daily・08 Nov 2019

detail-thumb

Ditulis oleh: Ficky Yusrini

Mulai dari penurunan kualitas tidur hingga percobaan bunuh diri. Sudah sepantasnya fakta-fakta tentang bahaya gadget pada anak di bawah ini, dijadikan self note untuk menertibkan anak terkait penggunaan gadget.

5 Temuan baru Tentang Bahaya Gadget pada Anak - Mommies Daily

Beberapa hari ini saya sering mendapat share berita dari WAG tentang bahaya kecanduan gadget pada anak. Sumbernya adalah tayangan Program Aiman di Kompas TV yang mengungkap tentang meningkatnya jumlah anak-anak penderita gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit jiwa akibat kecanduan gadget. Aiman mendatangi rumah sakit jiwa di Bandung dan menemukan data yang mengejutkan, sebanyak dua hingga tiga anak per pekan dirawat akibat terganggu jiwa karena gadget per pekan. Artinya, dalam setahun ada seratusan anak yang mengalami gangguan jiwa serius dan semuanya dipastikan karena kecanduan gadget. Sampai dibawa ke rumah sakit jiwa, artinya gangguan jiwanya sudah sangat parah. Bagaimana dengan mereka yang tidak membawa anak ke RSJ? Jumlahnya pasti lebih banyak lagi.

Baca juga: Anak Terlanjur Kecanduan Gadget, Harus Gimana?

Sebetulnya fenomena ini bukan hal baru. Kita sudah sering mendengar dan berulang-ulang mendengar tentang bagaimana dampak buruk gadget pada anak. Di sekitar kita, ada banyak sekali contoh anak yang tak bisa dilepaskan dari gadget, termasuk anak-anak kita di rumah. Orangtua mana yang tidak struggling dalam menertibkan penggunaan gadget pada anak, hayo, ngacung? Walau saya membolehkan anak main game hanya di akhir pekan, alasan bolak-balik cek whatsapp dan menonton Youtube masih suka kebablasan. Exhale.

Sekarang, usia kepemilikan gadget pribadi pada anak malah semakin turun, seumuran balita sudah pada punya handphone sendiri. “Biar enggak bolak-balik pinjam handphone saya, buat kerja soalnya,” kata seorang bapak yang pernah ngobrol dengan saya, yang anaknya baru berusia 3 tahun. Tanyakan pula pada guru-guru sekolah dasar, anak setingkat kelas 3-4 SD, sudah jamak punya grup whatsapp kelas. Walaupun isinya hanya perang stiker.

Posisinya sudah terbalik, anak yang tak punya handphone pribadi menjadi minoritas. Anak yang punya pengendalian diri yang kuat untuk tidak berlama-lama menggunakan handphone (termasuk komputer), kini seolah sudah menjadi spesies langka. Salut, salut!

Sampai-sampai, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan kecanduan game atau gaming disorder dalam klasifikasi gangguan mental, penyakit yang disebabkan oleh kecanduan. Kalau tentang bahaya gadget bisa merusak penglihatan, menurunkan kemampuan interaksi sosial, dan bahaya radiasi, mungkin sudah sering kita dengar. Namun demikian, ada beberapa hal baru dari riset-riset terbaru, yang mengungkap bahaya kecanduan game dan gadget pada umumnya.  Anak di sini artinya hingga rentang usia di bawah 18 tahun, termasuk anak SMA.

Baca juga: Alihkan Dunia Anak Remaja Mommies dari Gadget dengan 10 Buku Ini

1. Anak menunjukkan permusuhan pada lingkungannya apabila diingatkan untuk tidak menggunakan gadget

Masih dari program Aiman, beberapa anak yang diwawancara, yang dirawat di rumah sakit jiwa, menunjukkan perilaku kekerasan saat dilarang menggunakan gadget, menyerang ibunya, ada pula yang sampai mencuri uang untuk digunakan membeli ‘diamond’ atau uang elektronik untuk bisa digunakan pada game online. Beberapa waktu lalu juga sempat viral kabar anak SMA yang membawa senjata tajam dan mengancam guru, gara-gara handphone dirazia. Dan ke depan, sepertinya akan menjadi tren, remaja yang berperilaku agresif akibat dirazia handphone-nya.  

2. Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Psychiatry menyoroti bahwa remaja yang menghabiskan lebih dari tiga jam sehari di media sosial lebih rentan mengalami masalah kesehatan mental, termasuk depresi, kecemasan, dan perilaku antisosial. Studi tersebut merinci tentang bagaimana media sosial memengaruhi kesehatan mental anak yang aktif dalam penggunaan media sosial (seperti Facebook, Instagram, Twitter, Snapchat, WhatsApp, dan lainnya) dikaitkan dengan peningkatan tekanan psikologis, dengan efek yang hampir dua kali lebih berat di kalangan anak perempuan. Tekanan itu bisa saja karena merasa tersisih dari lingkungan sosial yang di-posting teman-temannya, atau intimidasi yang datang dari dunia maya, anak dan remaja belum paham cara penanganan saat menghadapi pengalaman emosional yang berkaitan dengan konten online.

3. Kemampuan literasi yang buruk

Anak yang terlalu sering menggunakan gadget, terbiasa dengan audio visual, akan terhambat kebiasaan membaca. Sebab buku itu statis, sementara audio visual itu sangat menarik dan atraktif. Menurut JAMA Pediatrics, seperti yang dimuat di Newsweek, dalam riset ini ilmuwan melakukan scan pada otak anak, dan hasilnya menunjukkan perbedaan susunan otak pada anak yang banyak terpapar gadget maupun televisi, yang berkaitan dengan kemampuan berbahasa dan literasi.

4. Mengalami penurunan kemampuan pengendalian diri

Saat sedang memegang gadget, anak jadi susah berhenti. Akibatnya, aktivitas hidup yang lain menjadi terganggu. Bahaya ini disadari oleh Pemerintah Korea Selatan. Itulah sebabnya, salah satu program Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga Korsel di tahun ini adalah menggelar kamp-kamp pusat detoksifikasi untuk siswa sekolah menengah, yang salah satu aktivitasnya adalah meditasi sebelum tidur.

Baca juga: 5 Tanda Anak Kecanduan Gadget

5. Mengurangi kualitas tidur

Menurut sebuah riset, paling tidak dua jam sebelum tidur sebaiknya hindari paparan cahaya yang dipancarkan dari gadget ataupun layar televisi. Memegang gadget menjelang tidur bisa mempengaruhi pelepasan melatonin, hormon tidur. Jika kurang dari 2 jam sebelum tidur, Anda akan butuh waktu lama untuk tertidur, kualitas tidur akan turun (kondisi tidur REM turun), dan kalaupun tidur hingga 8 jam, akan terbangun dalam keadaan pusing. Anak mengalami kekurangan tidur yang kronis atau kurangnya kualitas tidur, emosionalnya menjadi tidak seimbang, dan mudah mengalami depresi.