Sorry, we couldn't find any article matching ''
Dominant-Twins Syndrome, Ketika Masing-masing Anak Kembar Dominan di Satu Tahap Perkembangan
Dominant-Twins Syndrome, kondisi di mana satu di antara dua anak kembar menjadi lebih dominan dan satunya lebih submisif.
Pertama kali mendengar Dominant-Twins Syndrome, dari Mbak Hanifa Ambadar, CEO Female Daily Network, yang mendapat info ini dari Mbak Tana Suwardhono, founder restoran MAM mengenai anak kembarnya Keandra (9) & Raissa (9). Kami pun dari Tim Editorial Mommies Daily penasaran menggali soal Dominant-Twins Syndrome.
Mbak Tana mengisahkan, gejala awal Dominant-Twins Syndrome, ia temui pada Keandra dan Raissan, dua tahun lalu, sebelum mereka liburan di bulan Juni. “Keandra jadi lebih pendiam, biasanya Keandra dan Raissa saingan mendapatkan peringkat nomor satu. Ini jadi turun jadi nomor tiga. Lebih spesifik lagi, nilai matematikanya, yang biasanya tidak beranjak dari 97-98, tiba-tiba turun menjadi 84.”
Tentang Dominant-Twins Syndrome
Diagnosa Dominant-Twins Syndrome Mbak Tana dapatkan ketika menemui psikolog dan terapis di Australia, “Mereka tidak menyebut hal ini sebagai suatu kondisi tertentu yang ilmiah, namun suatu kondisi yang terjadi disebabkan oleh kebiasaan kedua anak dan mungkin juga dari orangtuanya- disadari ataupun tidak disadari, di mana satu di antara dua anak kembar menjadi lebih dominan dan satunya lebih submisif,” jelas Mbak Tana.
Mbak Tana mencoba kilas balik, dan menceritakan kemungkinan Dominant-Twins Syndrome, diawali dari awal mereka dilahirkan.
“Mungkin diawali dari pertama lahir, di mana satu anak beratnya di bawah rata-rata sehingga harus menetap sendiri di NICU lebih lama, sedangkan yang satu (yang dominan) sudah boleh pulang duluan. Lalu dengan semakin mereka dewasa, walau fisik tubuh lebih besar yang adik, tetapi secara personality kakaknya lebih cepat dewasa. Kami sempat mendapat saran, jangan dibedakan dengan sebutan kakak dan adik karena cuma beda tiga menit. Karena itu si adik dari awal sudah menempatkan dirinya sebagai adik dan sifatnya cenderung seperti baby dibanding kakaknya. Hal-hal kecil seperti itu semakin membentuk kepribadian mereka.
Waktu masih nursery & kindergarten belum terlalu terlihat, dua-duanya sama-sama berprestasi, bahkan kelas satu juga sama-sama, tapi lama kelamaan kakaknya lebih sering maju berprestasi, adiknya kalau ditanya jawabnya: kakak is smarter, atau kakak is better than me,” papar Mbak Tana.
Setelah mereka beranjak besar, dari segi fisik Keandra tumbuh lebih cepat, sementara Raissa lebih cepat dewasa. Untuk mengintervensi masalah ini, Mbak Tana membawa Keandra dan Raissa setiap tahun terapi di Sydney selama sebulan, tepatnya bersama Dawn Young dari klinik The Quirky Kid, di Woollahra, Sydney, NSW.
Selain itu tiap minggu di Jakarta ada teman berbicaranya Ms Shinta, untuk membantu menjalankan program yang sudah dibuat dari Sydney. Kemajuannya sudah jauh sekali, mereka sudah tidak saling memanggil diri kakak-adik lagi, dan mulai sama-sama berprestasi di sekolah dalam bidang keahliannya masing-masing maupun yang sama-sama mereka sukai.
Pesan Tana untuk mommies yang memiliki anak kembar dengan Dominant-Twins Syndrome
“Mungkin dari awal jangan dilabeli “kakak-adik” jangan menganggap salah satu seperti baby, perlakukan setara. Sering beri quality time secara berpisah, mungkin yang satu sama bapaknya, satu sama ibunya. Yang paling penting, jika sudah melihat gelagat anak yang satu mulai mengatur-ngatur satunya lagi, sebaiknya segera ditangani agak tidak berkepanjangan.” Tutup Mbak Tana kepada Mommies Daily.
Images: @issakei
Share Article
COMMENTS