banner-detik
KIDS

I Love You, Nak, But It Hurts!

author

RachelKaloh18 Sep 2019

I Love You, Nak, But It Hurts!

Saat sedang excited, wajar bila si kecil menyerang karena tidak dapat mengatur gerak tubuhnya. 

9849D8CF-E480-43DB-A12C-EDB0F5250F44

JessicaGrose,penulisartikel parenting di NY Times.com menceritakan kisahnya ketika mengalami abrasi (goresan di atas permukaan) kornea akibat tertusuk mainan anaknya. Tentu, ia tidak bisa menyalahkan si kecil yang memang tidak sengaja menyakitinya.

Pertama, usianya masih dua tahun. Kedua, anaknya mengalami infeksi telinga dan ia sedang berusaha mengobatinya. Ia tidak sadar bahwa posisinya membuat dia kena imbas ketika si kecil bergerak membela diri sementara tangannya yang lain memegang mainan yang ternyata berujung cukup tajam.

Meski hal ini wajar karena si kecil hanya melakukan hal yang spontan, namun rasa sakitnya jelas tidak wajar. Saat itu Grose mencoba menahan sakit di matanya sampai akhirnya ia mendatangi dokter spesialis mata untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Sambil melakukan pengobatan, dokter pun mengungkapkan bahwa kasus seperti ini kerap terjadi pada orangtua, namun seringkali karena tercakar kuku bayi.

Pengalaman Grose mungkin belum ada apa-apanya dibandingkan mereka yang tengah malam harus lari ke UGD akibat kecelakaan yang lebih esktrem yang tidak sengaja dilakukan si kecil. Setelah membaca kisah Grose, saya lalu bertanya pada teman sesama ibu, kejadian seperti apa yang pernah mereka alami sampai harus jadi “korban” si kecil.

“Lagi habis makan, tiba-tiba anakku yang beratnya 15 kg lari nyamperin aku pas lagi tidur terlentang di kasur depan TV, langsung duduk persis di atas permukaan bekas jahitan sesar. Nyess banget sakitnya!” - April

“Lagi tidur, si kecil minta nenen. Nggak sabar nunggu “warung” dibuka, lalu bibirku diseruduk, langsung, deh, sariawan 3 hari!” - Safitri

Dari cerita yang saya dapat; perut keinjak, kepala keseruduk, kepukul pakai mainan merupakan hal yang paling sering dialami. Kembali lagi, kita tidak dapat menyalahkan si kecil, meski refleks kita bisa saja marah, berteriak kesakitan di depan si kecil. Padahal, mereka belum tentu paham.

Lalu, bagaimana mencegah hal ini terjadi?

Dapatkah kita mencegah diri kita mengalami cedera oleh si kecil dengan rentang usia di bawah dua tahun, yang kita sendiri paham betul, belum sepenuhnya mampu mengendalikan anggota tubunya?

Menurut Aaron E. Carroll, M.D., kontributor Parenting NYT  dan seorang profesor pediatri di Indiana University School of Medicine, yang paling utama yang perlu kita ingat adalah:

- Anak tidak memiliki pagar terhadap ruang pribadi mereka.

- Anak belum mampu membatasi diri dengan berhati-hati saat melakukan gerakan memukul.

- Mereka belum bisa menemukan perbedaan antara tindakan emosional dan tindakan fisik. Saat merasa frustasi atau kesal, bahkan ketika senang sekalipun, mereka tidak tahu bagaimana caranya untuk menahan diri dengan tidak bereaksi secara fisik.

Yang bisa dilakukan orangtua di usia anak dengan kemampuan yang masih terbatas, tidak lain hanyalah waspada!

Selain itu, ciptakan keadaan yang dapat meminimalkan risiko terjadinya hal yang tidak diinginkan, sesederhana menggunting kuku anak secara rutin. Lakukan hal tersebut ketika ia tidur, supaya tidak ada kesempatan buat anak untuk melakukan perlawanan menggunakan bagian tubuhnya.

Apabila harus memberikan obat pada si kecil yang kita tahu pasti bakalan ditolak dengan penuh drama, jangan melakukannya sendirian. Minta kerjasama dengan suami atau pengasuh untuk menahan tubuh anak selama proses minum obat tersebut.

Bagaimana bila si kecil sudah terlanjur menyakiti

Dr. Carroll mengingatkan, karena kecelakaan tersebut tidak disengaja, maka hindari berteriak dan meneriaki anak. Apabila si kecil sudah memasuki usia yang lebih besar, kita bisa mulai memberikan instruksi untuk ia belajar mengatur gerakan tubuhnya.

Menurut sharing yang saya dapatkan dari beberapa teman sesama ibu, mereka pun memiliki cara sendiri dalam memberikan pengertian pada anak. Intinya, beri anak waktu, karena seringkali mereka juga s hock saat melihat kita kesakitan. Namun, kita tetap perlu memberikan pengertian pada anak bahwa kita merasakan sakit.

“Ketika anak sudah mengerti rasanya sakit, ia akan belajar mengerti saat ibunya merasa kesakitan. Dekatkan diri ke anak lalu ajak anak untuk bilang: Maaf, Bunda! Meski sepertinya mereka tidak langsung paham, kalau ajaran ini diulang terus menerus, suatu saat mereka akan mengerti.” - Hersanti

‘Jelaskan rasa sakit yang kita rasain. Aduh! Sakit, Nak! Pelan-pelan, ya! Dengan nada yang tidak perlu marah, hanya membangun awareness pada anak supaya lain kali lebih berhati-hati.” - Risa

Share Article

author

RachelKaloh

Ibu 2 anak yang hari-harinya disibukkan dengan menulis artikel dan content di media digital dan selalu rindu menjalani hobinya, menjahit.


COMMENTS