Sorry, we couldn't find any article matching ''
Ajarkan Anak Menerima Perbedaan Akan Dirinya
Ketika ada perbedaan signifikan secara fisik antara diri si anak dengan teman-temannya, dan si kecil sudah bisa mengidentifikasi hal tersebut. Ini yang saya lakukan untuk menjelaskan, jika berbeda itu bukan tidak apa-apa, tidak dosa.
“Bunda, Jordy nggak mau rambut Jordy keriting, maunya lurus!”
Kalimat di atas sempat berasa “jleb”, untuk saya – karena baru pertama kali ini Jordy mengeluhkan soal jenis rambutnya yang memang keriting. Reaksi keras lainnya dia tunjukkan dengan membawa gel khusus, yang dia bilang pemberian temannya, “ini dari X bunda, katanya supaya rambut Jordy lurus!.” Pas saya lihat, hanya untuk membuat rambut lebih rapih dan wangi. Hihihi, dasar anak-anak, ya, bisa aja meyakinkan sesama mereka.
Saya tidak melarang Jordy menggunakan gel itu, justru saya tanya gimana cara pakainya. Dengan sigap dia mempraktikkan di depan saya, aaah lucunya, melihat usaha anak usia 5 tahun meyakinkan ibunya, kalau sebuah benda bisa meluruskan rambut dengan instan.
Walau di awal sempat kaget, dengan ketidaknyamanan Jordy atas rambut keritingnya itu, saya berusaha bereaksi normal. Bertanya balik, “kenapa Jordy nggak suka sama rambut keriting Jordy? “ “apa ada yang komentar tentang rambut Jordy?”. Untungnya Jordy mau mengeluarkan isi hatinya.
Menurut penuturan Jordy, sebetulnya nggak ada yang mengejek dia di daycare, tapi dirinya sendiri yang sudah bisa melihat dengan jelas, perbedaan tekstur rambutnya dengan rambut teman-temannya. Mungkin, nih, konsep rambut yang bagus menurut dirinya, adalah “rambut yang lurus.”
Baca juga:
5 Cara Mengajarkan Toleransi pada Anak
Jadilah saya berangkat dari pemahaman bentuk-bentuk fisik yang berbeda di antara orang-orang terdekatnya dulu.
-“Ayah botak, bunda punya rambut, lalu rambut bunda gelombang. Beda sama kakak ipet (kakak sepupunya) yang rambutnya lurus banget.”
-“Ingat rambut nenek nggak? Putih-putih, sudah banyak ubannya, nah beda kan sama rambut Jordy yang hitam?”
-“Walau rambut Jordy beda sama rambut kakak ipet, tapi nenek sama kokong (panggilan untuk kakeknya), sama-sama sayang sama kalian, kan?”
Kira-kira seperti itu saya menggambarkan soal konsep perbedaan akan dirinya dengan orang lain. Bukan sesuatu yang mesti dikhawatirkan, bukan sesuatu yang dipandang menjadi kekurangan, justru unik. Oh ya, saya ingatkan juga cerita waktu saya pernah mencukur rambut Jordy, hingga hanya menyisakan sedikit rambut keritingnya, banyak orang yang protes sama saya, “Jordy lebih bagus dan lucu dibiarkan rambutnya panjang, lho, kertingnya lucu!.” Usaha saya membuahkan hasil, perlahan Jordy tak lagi mempermasalahkan rambut keritingnya.
-
Ada yang pernah menghadapi kasus serupa dengan saya? Boleh lho, cerita bagaimana mommies menghadapinya :)
Share Article
COMMENTS