Sorry, we couldn't find any article matching ''
Mengenal Jacinda Ardern, Perdana Menteri Termuda dalam Sejarah Selandia Baru
Usia Jacinda Ardern baru 38 tahun, tapi sepak terjangnya di dunia politik Selandia Baru tergolong luar biasa. Dia pemimpin termuda, sejak negara tersebut terbentuk.
Jacinda Ardern, terpilih menjadi perdana menteri, setelah mengikuti pemilu 23 September 2017. Ia merupakan perdana menteri perempuan ketiga setelah Jenny Shiplet (1997-1999) dan Helen Clark (1999-2008). Sekaligus pemimpin termuda sepanjang sejarah Selandia Baru.
Ardern, merupakan bungsu dari dua bersaudara, lahir pada 26 Juli 1980, ayahnya bekerja sebagai polisi, dan ibunya pekerja di kantin sekolah. Ia tumbuh besar di Wellington, Selandia Baru, hingga akhirnya pindah ke Morrinsville, New Zealand karena kenaikan pangkat sang ayah. Keluarga Ardern tinggal di kota ini sampai ia menamatkan sekolah dasar.
Ia kuliah mengambil jurusan politik di Universitas Waikato pada 1999. Tidak heran kini ia menjadi menjadi perdana menteri termuda, semenjak kuliah ia dikenal aktif di dunia politik. Ia bergabung dengan partai buruh Selandia Baru. Tak hanya itu, ia juga terlibat dalam kampanye pemilihan Harry Duynhoven sebagai anggota parlemen di distrik New Plymouth, NewZealand. Setelah meraih gelar sarjana, ia sempat bekerja sebagai peneliti soal kebijakan politik yang berlaku di anggota parlemen. Karena profesi inilah, Ardern mendapatkan posisi sebagai staff Perdana Menteri yang menjabat saat itu, Helen Clark.
Jacinda Ardern pemimpin beride segar, tegas dan berempati
Sesaat setelah terpilih Oktober 2017 lalu, ia memberikan keterangan kepada pers, memastikan Selandia Baru menjadi negara yang diperhitungkan dunia. Negara yang bisa dibanggakan. Ardern juga dikenal dengan ide-ide segar yang cocok dengan situasi terkini Selandia Baru. Beberapa di antaranya soal pemanasan global yang kian parah, memberi perhatian khusus soal seni serta warisan dan kebudayan Selandia Baru, dan mengurangi dampak kemiskinan terhadap anak-anak.
Dua tahun setelah itu, Selandia Baru mendapatkan musibah berupa penembakan massal terhadap 50 minoritas muslim. Terjadi di dua masjid di wilayah Christchurch. Ardern dan warganya mengutuk kejadian tersebut. Dengan menolak menyebut nama sang pelaku, yang ia nilai tidak pantas dikenal di negara yang ia pimpin.
Jajaran pemerintahan Ardern bergerak cepat. Ia memperketat aturan penggunaan senjata api, hanya tiga hari setelah insiden tersebut terjadi. Kurang dari sebulan aturan resmi sudah keluar. Parlemen melakukan pembelian senjata api dari warga sipil, dan melarang keras penggunaan semua jenis senjata api semi otomatis. Langkah Ardern yang cepat ini, menuai pujian dari berbagai dunia.
Dalam pidatonya di hadapan ribuan orang yang berkumpul di Hagley Park, untuk doa bersama menghormati 50 orang yang tewas dalam serangan teroris, Ardern mengatakan “Dunia telah terjebak dalam lingkaran setan ekstremisme yang melahirkan ekstremisme dan itu harus berakhir. Kita tidak bisa menghadapi masalah ini sendirian, tidak ada dari kita yang bisa. Jawabannya terletak pada kemanusiaan kita. Tetapi untuk sekarang kita akan mengingat air mata bangsa kita dan tekad baru yang telah kita buat."
Ardern juga menambahkan, sebagai warga Selandia Baru mempunyai tanggung bersama untuk menjaga negara mereka tetap ramah, dan penuh kasih sayang – nilai-nilai yang mewakili karakter Selandia Baru. Rasisme memang ada, tapi Ardern menegaskan rasisme tidak diterima di Selandia Baru.
Sebagai bentuk solidaritas dan menghomati warga muslim yang menjadi insiden Christchurch, ia mengenakan baju serba hitam, lengkap dengan kerudung selama beberapa hari.
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS